Tiap pagi, tiap-tiap makhluk bergerak, menyambut peruntungannya untuk bertahan hidup. Apa saja di kerjakan. Yang penting sedikit atau banyak dapat menghasilkan. Tetap bergerak tidak bermalas-malasan.
Seperti bapak satu itu, yang sedang beristirahat sebentar. Setelah berjalan berkilo-kilo jauhnya. Memikul keranjang berisi tanaman dalam polybag berbagai ukuran. Bermodalkan yakin, sejak sehabis subuh memulai usahanya.
Lagi-lagi bila dilihat dari kacamata manusia, sudah tentu akan banyak orang yang meremehkan usahanya. Atau bahkan merasa iba.
Memang sih beberapa bulan ini hobi bercocok tanam sedang banyak digandrungi. Tapi rasanya itu berlaku untuk jenis tanaman hias. Sedangkan yang dijajakan oleh si bapak ini adalah bibit tanaman buah. Seperti durian, rambutan, jambu air, kecapi dan lain-lain.
Yang orang lain akan mikir berkali-kali untuk membelinya. Untuk apa? Toh tanaman buah itu tidak bisa segera 'dinikmati'. Lantaran tumbuh besar hingga waktunya berbuah butuh waktu yang panjang. Atau bahkan malah diwariskan ke anak cucunya nanti.
Bukankah sudah lumrah, pohon buah di pekarangan rumahmu, boleh jadi ditanamnya sejak orang tuamu masih kecil dulu. Dan baru mulai berbuah di saat dirimu sudah besar.
Begitulah bila dilihat dari kacamata manusia. Akan timbul sifat pesimis. Padahal bukan kita yang jalani. Tapi, keyakinan bapak si penjajak bibit tanaman buah ini berbeda. Ia sepenuh yakin Allah akan tetap menilai tiap-tiap usahanya. Bahwa rezeki itu harus dijemput. Dan menawarkan bibit tanaman buah ini adalah salah satu bentuk ikhtiarnya. Siapa yang tahu setelah berkilo-kilo meter berjalan, ada orang baik yang melirik dagangannya. Bukan semata karena iba dan niat menolong. Tapi, orang itu memang sedang butuh. Memang sedang mencari.
Siapa yang tahu.
Allah Yang Tahu.