Waktu sudah menunjukkan pukul 21
lebih 15 menit, sudah cukup larut untuk para pekerja yang seharian berjuang
untuk menafkahi diri sendiri dan keluarganya. Aku satu di antara yang selarut
ini belum sampai rumah. Perjalanan cukup macet, sehingga aku memutuskan menepi
untuk sekadar mencari minuman dingin di salah satu minimarket yang cabangnya makin
menjamur saja.
Toko ini sedang tidak terlalu
ramai, di depan kasir hanya ada satu pelanggan yang sedang bertransaksi. Seorang
bapak yang aku taksir usianya sekitar 40-42 tahun. Kebetulan tadi masuknya
berbarengan denganku. Ia membawa beberapa berkas di tangan kirinya.
Si bapak tersebut membeli beras 5kg, susu
formula, tissue, dan 2 snack ukuran 200gr. Meski belanjaannya hanya 5 item produk,
tapi transaksi itu belum juga selesai. Setelah diperhatikan, ternyata si bapak membayar
dengan kartu debit. Dan mesin EDC-nya seperti sedang bermasalah, sehingga
prosesnya gagal terus.
Ada yang menarik dengan transaksi
yang sedang aku perhatikan ini. Sejak pertama masuk toko ini, aku menilai si
penjaga kasir (laki-laki usianya sekitar 30-31 tahun) pelayanannya tidak
terlalu ramah. SOP standartnya tidak jalan. Seperti 3S yang menjadi kewajiban
sebagai pelayan di sebuah minimarket pun tidak ia jalankan.
Beberapa kali si penjaga kasir
ngedumel sendiri, karena mesin EDC yang bermasalah. Si Bapak pembeli terlihat
begitu sabar sembari menahan kantuk dan berulang kali melirik jam tangan. Sudah
pasti keluarganya sudah menunggu di rumah.
“Ada uang cash, aja pak?” tanya
si penjaga kasir tanpa memandang ke arah pembeli.
“Totalnya berapa emang?”
“64 Ribu, Pak.” Si penjaga kasir
mengembalikan kartu ATM.
“Ya udah saya ke atm dulu.”
Kebetulan di dalam toko memang
tersedia mesin ATM salah satu Bank. Kena biaya admin tambahan karena tarik
tunai antar Bank.
Sembari menunggu si bapak tadi
menarik uang di ATM, aku maju untuk bertransaksi. Tidak banyak yang aku beli,
satu minuman dingin, satu lagi roti isi strawbery. Tidak lama kemudian si Bapak
tadi kembali ke meja kasir dan menyodorkan dua lembar pecahan 50an.
“Kembaliannya pak 46ribu.” Si
penjaga kasir memberikan uang 2 lembar pecahan 20an dan 3 lembar pecahan 2 ribuan,
lengkap dengan struk belanjaannya.
“Terima kasih.” Jawab Si Bapak
sambil siap-siap membawa belanjaannya. Tangan kanan membawa beras, tangan kiri
ada berkas dan 4 belanjaan lain. Kebijakan baru walikota sudah melarang
menyediakan kantung plastik untuk membawa barang belanjaan.
Melihat si bapak sepertinya
kerepotan, aku menawarkan diri untuk membantu membawakan sebagian belanjaanya. Tapi,
si bapak menolak dengan ramah karena merasa masih mampu sendiri. Aku hanya
membantu membukakan pintu keluar saja.
Sesampainya di parkiran tiba-tiba
si Bapak berhenti.
“Ada apa pak? Apa ada yang
ketinggalan?” tanyaku basa-basi.
“Ternyata uang kembaliannya
kelebihan 10ribu, nak.” Si bapak terlihat memastikan ulang hitungannya. “Kalau
sekiranya sedang tidak buru-buru, bapak minta tolong, jagain sebentar
barang-barang ini ya, nak.”
Aku mengangguk bersedia dan
memperhatikan si bapak masuk kembali ke dalam toko demi untuk mengembalikan
uang kembalian yang lebih. Masya allah, aku tersenyum memperhatikan kejadian
ini. Meski sudah semakin larut, dan sudah pasti merasa lelah karena aktivitas
seharian. Masih ada yang teliti dan bersedia untuk mengembalikan sesuatu yang
bukan menjadi haknya. Meski mungkin untuk sebagian orang uang 10ribu itu
nilainya tidak seberapa.
“Terima kasih loh, Nak sudah
dibantu.” Kata si Bapak setelah kembali ke parkiran. “Alhamdulillah, Allah
masih menjaga bapak.”
“Maaf, maksudnya gimana, pak?”
Aku penasaran ingin tahu.
“Iya, Allah masih menggerakkan
hati bapak untuk teliti menghitung kembalian. Jadi hak orang lain tidak terbawa
pulang sampai rumah.”
“Walaupun hanya uang selembar
senilai 10ribu ya, Pak?”
“Bagi karyawan toko tadi,
selembar 10ribu itu bisa jadi sangat berarti, Nak. Karena termasuk gaji
hariannya. Yang sudah menjaga amanah toko ini selama 8 jam kerja. Sedangkan bagi
kita mungkin tidak ada apa-apanya, tidak banyak menambah tabungan atau terlalu
sedikit juga untuk tambahan uang belanja. Tapi, satu lembar itu bisa jadi
sumber penyakit yang bisa termakan oleh keluarga kita di rumah. Rezekinya jadi
tidak berkah. Alhamdulillah, Allah masih menjaga keluarga bapak dari
kemudhorotan yang bisa saja timbul karena hal itu.”
“Masya Allah, Pak. Terima kasih
atas nasihat berharganya ini.” Kataku benar-benar merasa beruntung mendengarnya.
“Sama-sama, Nak. Bapak sedang
mengingatkan diri sendiri. Mari lanjutkan perjalan lagi. Masih jauh toh sampai
rumah?”
“Lumayan jauh, Pak.”
“Kalau begitu hati-hati di jalan.
Bapak duluan.” Si Bapak pamit lebih dulu meninggalkan parkiran
“Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikumsalam.”
Aku tersenyum seraya berdoa,
semoga selalu termasuk golongan orang-orang yang mampu menjaga diri dari
amanah. Ada amanah dalam diri sendiri, yaitu memastikan tidak ada barang yang
haram, bukan milik sendiri yang termakan atau terpakai oleh kita. Ada amanah
dalam diri sendiri untuk menjaga keluarga juga dengan hal yang sama.
@quotezie
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jejakmu akan sangat berarti dan tak akan pernah sia-sia :)