Aku adalah sajadah
Satu benda yang orang-orang tidak merasa
jijik untuk bergantian sujud di atasnya. Padahal, kalau boleh jujur,
sudah hampir tiga pekan ini, marbot yang biasanya membawaku ke laundry,
seakan lupa dengan nasibku. Nasib, ya nasib. Barangkali budget untuk
kebersihan bulan ini dikurangi atau entahlah.
Aku adalah sajadah.
Meski
sudah beladus begini, orang-orang masih mau memakaiku. Entah karena
memang sudah tabiat mereka yang beribadah dengan alas seadanya. -
padahal dianjurkan oleh Rasulullah memakai pakaian yang paling bagus dan
wangi. Atau mereka masih meyakini, aku hanyalah alas untuk sarana
sujud. Hakikatnya yang berhadapan dengan Allah langsung, kala luruh
bersimpuh adalah jiwanya.
Aku adalah sajadah.
Kau tahu,
dari sekian banyak manusia yang pernah bersujud di atasku. Selalu ada
yang menarik perhatianku. Sebagai alas yang menyentuh langsung
kening-kening itu, aku bisa mendengar dan merasakan segala kegundahan
mereka. Tiap-tiap embusan napas mereka. Tiap-tiap keluh kesah mereka.
Apa yang dicurhatkan kepada Allah Ta'ala. Ya, kebanyakan tentang hajat
di dunia. Malahan untuk akhirat porsinya lebih sederhana. Hanya
seputaran ingin husnul khotimah. Padahal, ya. Setelah mati, justru
perjalanan manusia mempertanggungjawabkan perbuatannya di dunia memakan
waktu lebih lama.
Semisal, pemuda yang sekarang malah sibuk
dengan ponselnya itu di pelataran masjid. Tadi, sujudnya hanya
sebentaran saja. Itu pun posisi kedua lengannya tidak menyempurnakan
sujud yang sebenarnya. Sepanjang sujud, di pikirannya tidak jauh-jauh
dari jodoh yang tak kunjung datang. Padahal, ya. Seandainya ia tahu,
jodoh itu cerminan diri. Siapa yang berusaha memperbaiki diri akan
bertemu atau ditemukan oleh ia yang juga memperbaiki diri. Seandainya
pemuda itu tahu, sebaiknya ia mulai memperbaiki kualitas shalatnya. Agar
berefek pada kualitas hidupnya.
Lain hal dengan bapak-bapak
hampir 40th yang sekarang sedang tidur-tiduran dengan kedua tangan
menopang kepala. Dalam sujudnya tadi ia resah sekali. Tentang rezeki
yang sulit sekali bertambah. Seandainya bapak itu sadar, tiap-tiap
kepala makhluk hidup sudah diatur sedemikian rupa rezekinya oleh Allah.
Kalau saja aku bisa memberitahu bapak itu, rezekinya sering tersumbat
karena ada hak-hak orang lain yang masih menyangkut kepadanya. Walaupun
ia tidak sengaja. Ia pernah menunda membayar hutang dengan segera.
Padahal saat itu sedang lapang. Seringnya lagi ia takut kekurangan bila
memberi lebih untuk bersedekah. Padahal Allahlah sebaik-baiknya pemberi
rezeki dalam berkah.
Dan pak tua yang masih terjaga menggilir biji
tasbih itu yang sempat membuatku terenyuh. Dalam sujudnya yang panjang
pak tua itu terisak. Bukan karena takut dengan azalnya yang semakin
dekat. Ia terisak karena merasa bekalnya belum lah cukup. Aku tahu
sepanjang hidupnya pak tua ini ahli ibadah. Tapi, ia masih tidak percaya
diri akan selamat meniti sirat. Hmm… bisa jadi demikian pak tua.
Karena, meski ia rajin beribadah, tapi lalai mendidik anak-anaknya
dengan pemahaman agama yang baik. Anak-anak perempuannya santai saja
keluar rumah tanpa menutup aurat. Anak laki-lakinya sering bolong-bolong
dalam mengerjakan shalat.
Aku adalah sajadah.
Dari sekian
banyak manusia-manusia yang pernah sujud di atasku. Tak ada yang mampu
menandingi rindunya seorang anak berusia 10th malam ini. Dalam sujud
panjangnya ia hanya bershalawat. Hatinya bergetar menahan rindu. Hingga
tersujud-sujud menyebut namamu Rasulullah Muhammad. Sujud itu begitu
tulus bukan sekadar mengutarakan keinginan, tapi sujud untuk
mengutarakan kecintaan.
Aku adalah sajadah.
Banyak sekali
yang bisa aku ceritakan tentang perilaku orang-orang yang sujud di
atasku. Dari seorang ibu yang tak pernah lupa menyelipkan nama
anak-anaknya di sepertiga malam. Meski anak-anaknya itu pun sudah jarang
sekali pulang. Sudah jarang menengoknya. Anak-anaknya lebih sering lupa
mendoakan Rabbigfirli Waliwaalidayya…
Atau seorang ayah/suami
yang bersujud mohon ampun untuk dirinya dan keluarganya. Terutama untuk
perempuan-perempuan yang menjadi tanggung jawabnya. Bagaimanapun mereka
sadar di pundaknya ada amanah besar untuk menjaga keluarganya agar jauh
dari api neraka. Mereka sadar sebagai pemimpin kelak akan dimintai
pertanggungjawabannya.
Aku adalah sajadah.
Aku hanya bantu
berdoa, airmata-airmata tulus yang terlanjur tumpah membasahi tubuhku
ini, semoga kelak menjadi saksi yang memberatkan timbangan amalan baik.
Dan Allah Ridho memberi balasan yang terbaik.
Aamiin.
Aku adalah sajadah.
Ah,
semoga saja selalu ada yang menyempatkan diri membersihkan tubuhku yang
lusuh ini. Menyemprotnya dengan wewangian yang harum. Agar
mereka-mereka yang masih mengandalkanku untuk menjadi alas bersujud.
Lebih betah berlama-lama di atas sajadah. Lebih khusyu jiwanya
berbincang-bincang dengan Allah.
Semoga saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jejakmu akan sangat berarti dan tak akan pernah sia-sia :)