Dalam tiap-tiap keadaan, yang paling bijak adalah bagaimana bisa menyesuaikan. Bukan ingin selalu menang dan egois mengikuti mau sendiri atau sudah saja mengalah karena merasa tidak memiliki daya apa-apa.
Belajar menyesuaikan tanpa harus kehilangan jati diri. Semata-mata untuk tetap menyeimbangkan keadaan.
Seperti bijaknya air, ia mengalir menyesuaikan dengan keadaan. Apabila melewati turunan, dengan mudah mereka mengalir tanpa hambatan. Apabila menghadapi tanjakkan. Mereka tetap berusaha membendung hingga melampaui batasan. Meluber hingga akhirnya mengalir lagi sesuai dengan arahan.
Seperti bijaknya air, meski dari berbagai penjuru air mata sungai yang mengalir ke lautan. Mengalir air tawar itu, sampai laut menyesuaikan menjadi asin. Berbaur dengan keadaan. Tahu diri karena sifat air laut adalah asin. Tahu tempat. Tahu situasi.
Begitu pula dengan ibadah puasa, tubuh yang terbiasa menjalani puasa, ia tidak lah sulit menyesuaikan keadaan. Makan dan minum disesuaikan dengan kebutuhan waktunya. Yang tadinya makan di waktu siang. Disesuaikan di saat buka dan saur. Tidak lagi menuntut makan sepanjang hari, karena itu bisa membatalkan. Menyesuaikan dengan peraturan.
Makanya nyeleneh sekali apabila ada statment : hormatilah yang tidak berpuasa. Sebab, seharusnya yang tidak berpuasalah yang harus pandai menyesuaikan. Yang berpuasa sedang menjalani kewajibannya. Menyesuaikan dengan waktu-waktunya. Sedangkan yang tidak berpuasa menyesuaikan apa? Kewajiban saja tidak dijalani. Seharusnya lebih tahu diri untuk menghormati yang taat.
Belajar menyesuaikan tanpa harus kehilangan jati diri. Semata-mata untuk tetap menyeimbangkan keadaan.
Seperti bijaknya air, ia mengalir menyesuaikan dengan keadaan. Apabila melewati turunan, dengan mudah mereka mengalir tanpa hambatan. Apabila menghadapi tanjakkan. Mereka tetap berusaha membendung hingga melampaui batasan. Meluber hingga akhirnya mengalir lagi sesuai dengan arahan.
Seperti bijaknya air, meski dari berbagai penjuru air mata sungai yang mengalir ke lautan. Mengalir air tawar itu, sampai laut menyesuaikan menjadi asin. Berbaur dengan keadaan. Tahu diri karena sifat air laut adalah asin. Tahu tempat. Tahu situasi.
Begitu pula dengan ibadah puasa, tubuh yang terbiasa menjalani puasa, ia tidak lah sulit menyesuaikan keadaan. Makan dan minum disesuaikan dengan kebutuhan waktunya. Yang tadinya makan di waktu siang. Disesuaikan di saat buka dan saur. Tidak lagi menuntut makan sepanjang hari, karena itu bisa membatalkan. Menyesuaikan dengan peraturan.
Makanya nyeleneh sekali apabila ada statment : hormatilah yang tidak berpuasa. Sebab, seharusnya yang tidak berpuasalah yang harus pandai menyesuaikan. Yang berpuasa sedang menjalani kewajibannya. Menyesuaikan dengan waktu-waktunya. Sedangkan yang tidak berpuasa menyesuaikan apa? Kewajiban saja tidak dijalani. Seharusnya lebih tahu diri untuk menghormati yang taat.
Maka, belajar untuk selalu menyesuaikan adalah bijak. Untuk berbagai keadaan. Untuk tiap-tiap kebutuhan.
26 Ramadhan 1439H
#Ramadhanberkualitas
@azurazie_
@azurazie_
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jejakmu akan sangat berarti dan tak akan pernah sia-sia :)