"Hei anak muda, apa yang sedang ada di dalam genggamanmu?"
Entah datangnya dari mana, tiba-tiba pak tua sudah berada di sampingku. Ketika aku sedang mengikat tali sepatu.
"Yang digenggam, pak tua?" Aku mengernyitkan dahi, jelas-jelas kedua tanganku sedang berkutat dengan sepatu dan talinya.
Pak tua menyeringai, duduk bersila di samping kananku.
"Rasulullah mengibaratkan keadaan akhir zaman untuk seorang muslim itu ibarat menggenggam bara api. Bila pada zaman ini kau belum merasa menggenggam bara itu, kau hebat atau sebaliknya, kau payah."
Seperti biasa kata-kata pak tua selalu berhasil membuat otakku berpikir lebih keras. Hebat atau malah payah?
"Kau hebat, itu artinya imanmu tidak dalam bahaya. Aman-aman saja. Sedangkan fitnah di mana-mana. Pikiran-pikiran liberal semakin luas dan bebas. Atau sebaliknya, kau payah, tidak tahu sama sekali bahwa imanmu perlahan-perlahan sedang digerogoti, seperti api membakar daun kering."
Hatiku tiba-tiba mencelos, tidak pernah terpikir sampai seperti itu.
"Jadi apa yang sedang kau genggam anak muda?"
"Aku tidak tahu, pak tua." Aku mengeluh.
Pak tua menyeringai, memperbaiki posisi duduknya.
"Di akhir zaman ini, yang perlu digenggam oleh anak muda seperti kau, minimal genggamlah rasa takut. Setiap kita adalah seorang pemimpin, dan setiap pemimpin dimintai pertanggungjawabannya nanti. Dan kau laki-laki, lebih banyak lagi yang harus kau pimpin. Diri sendiri, pemimpin istri jika kau sudah menikah, bahkan memimpin keluarga jika kau punya anak. Tugasmu tidak sederhana, sudah tercatat dalam Al-Qur'an, bagaimana kau harus memastikan keluargamu jauh dari api neraka. Minimal genggamlah rasa takut. Takut apa yang kau perbuat, yang kau katakan, kau janjikan, tidak bisa kau pertanggungjawabkan."
Aku mengangguk, mencermati setiap kata yang keluar dari lidah pak tua.
"Satu lagi anak muda, kalau kau sudah punya istri, titip pesan untuknya. Yang harus digenggam untuk seorang perempuan di akhir zaman ini adalah minimal genggamlah rasa malu. Coba kau perhatikan, sebagian kaum hawa semakin terbuai dengan gelarnya sebagai 'perhiasan dunia'. Lupa dengan nasihat Rasulullah berikutnya, bahwa sebaik-baiknya perhiasan adalah perempuan solehah. Lihat di social media, perempuan-perempuan zaman sekarang, seolah saling berlomba memperlihatkan kecantikannya. Benar-benar menunjukkan bahwa mereka adalah 'perhiasannya' dunia. Ingin dikagumi setiap waktu penampilannya. Nah, ingat baik-baik yang aku sampaikan ini. Agar kau bisa menasehati istrimu nanti. Agar terhindar dari fitnahnya dunia."
Aku mengangguk paham, merasa beruntung pagi ini bertemu lagi dengan pak tua.
"Jadi, kapan kau menikah?" Pak tua bangun, kemudian menepuk pundakku.
Aku tertohok.
Azura-zie.com