Mei 20, 2016

UTUH SAJA TIDAK PERLU SEMPURNA

Kau tahu, Fa. Sejauh ini yang sebenarnya kita butuhkan bukanlah mencari kesempurnaan cinta. Tapi cukup yang mengutuhkan rasa saja.

Sebab, apa-apa yang menuntut kesempurnaan tidak akan pernah puas. Jika itu berkaitan dengan sifat alami manusia. Yang cenderung selalu ingin mencari yang lebih dari yang sudah ia miliki. Dan kebanyakan berpaling ketika merasa yang ia miliki tidak lagi sempurna. Biarlah kesempurnaan cinta hanya milik Allah yang memang memiliki segalanya.

Karena itu dalam perjalanan nanti aku tidak akan menitikberatkan kesempurnaan cinta seperti itu. Yang aku butuhkan cukup yang mengutuhkan rasa saja. Sebab, apa-apa yang utuh akan cenderung berusaha mengisi kekurangan. Tapi tidak akan sampai bertindak berlebihan. Seperti kau sedang mengisi botol minuman dengan air mineral untuk bekal dalam perjalanan. Ketika haus isi botol itu akan berkurang dan tentu saja bisa diisi lagi kan?

Sebab dalam perjalanan nanti, boleh jadi rasa itu sedikit banyak akan berkurang, bukankah mudah jemu juga adalah sifat manusia? Entah faktor apa yang melatarbelakanginya nanti. Tapi tidak perlu takut, kita selalu bisa mengisi kembali kekurangan itu. Dengan selalu berusaha mendapatkan kesempurnaan cinta dari-Nya. Ya, segala apa yang ada dalam hati kita, hidup kita dan anugerah rasa yang sejauh ini kita punya. Kita gantungkan semua itu kepada yang menitipkannya. Kita akan selalu bergantung di bawah naungan kesempurnaan cinta-Nya. Dan berharap kita selalu mampu mengutuhkan rasa sepanjang perjalanannya nanti.
Semoga.

DIALOG TABUH SHUBUH

"Tunggu a."

"Lagi ngapain sih dek? Sibuk banget."

"Pasang stopwatch."

"Untuk apa?"

"Biar tahu dari rumah sampai masjid jalannya berapa menit."

(Menarik sekali pemikiran anak kelas 2SD yang akhir-akhir ini 'ribut' soal fungsi stopwatch sepulang sekolah. Tentang perhitungan waktu yang akurat. Jadi ikut berpikir ; Mengejar 2 rakaat berjamaah kala #tabuhshubuh hanya butuh waktu berapa menit?)

Mei 19, 2016

DOAKU SEDERHANA

Fa, doaku sederhana.  Apa-apa yang tengah kau pinta. Apa-apa yang lama ku damba. Dan apa-apa yang membuat kita pernah memiliki asa yang sama. Semoga Allah menggenapi semua itu dengan cara-Nya yang paling bijaksana.

Entah dengan Dia kabulkan secara satu-satu. Entah dengan dihapus yang Dia rasa tidak perlu dan digantikan dengan yang lebih bermutu. Atau satu paket khusus doa sederhana itu, buah dari kesabaranmu dalam menunggu.

Sebab sejauh ini kita yakin, Allah Maha Bijaksana mendengar setiap doa. Dia lebih tahu sisi baik itu, perihal yang kita sebagai manusia tidak tahu.

Mei 15, 2016

SI[S]A

Segala apa yang tinggal sisa-sisa, semoga tidak berakhir sia-sia. Entah itu sisa harapannya. Entah itu segala upayanya. Entah itu rintih doanya.

Mei 06, 2016

HIDUP ADALAH SERANGKAIAN

Hidup adalah serangkaian,
lelucon yang tidak lucu dan konflik yang minta ditertawakan.

Hidup adalah serangkaian,
Bila tidak dijalani atau dihadapi tidak akan ada perubahan, tidak akan maju-maju. Bila terus dilakukan jadi babak belur sendiri, tidak terlihat akan selesai tepat waktu.

Hidup adalah serangkaian,
Yang dibutuhkan menjauh pergi. Ketika ingin sendiri, datang gangguan bertubi-tubi, tanpa basa-basi.

Hidup adalah serangkaian,
Bila mengandalkan bantuan orang lain serba keteteran. Bila memaksa diri melakukan sendiri jadi kelelahan.

Hidup adalah serangkaian,
Ketika bertahan memaksakan diri merasakan kesakitan. Ketika hendak melepaskan terasa berat karena sudah terlanjur ketergantungan.

Hidup adalah serangkaian,
Berbuat baik justru malah dimanfaatkan. Ketika butuh bantuan tidak ada yang bisa diandalkan.

Hidup adalah serangkaian,


Mei 05, 2016

TERIMA KASIH BIJAKSANA



Pa,
dari sekian banyak judul tulisan yang selesai ditulis dengan baik.
Rasanya, memilah-milah kata yang tepat untukmu adalah yang paling teramat sulit.
Mungkin begitulah memang sudah seharusnya,
pertanda kita adalah dua laki-laki seperti yang lainnya.
Tidak mudah untuk mengutarakan perasaan.
Terkadang risih untuk menunjukkan kepedulian secara terang-terangan.
Tapi,
perkara mengakui kebijaksanaanmu, aku teramat bangga.
Bahwa engkaulah sebaik-baiknya Luqman untuk anak-anaknya. Yang selalu mengajarkan arti taqwa.
Patuh dan tunduk hanya kepada-Nya.

Mei 04, 2016

OH KAMU YANG WAKTU ITU?




Udara di Kota Hujan ini semakin panas saja. Sudah macet merata di mana-mana pula. Oh apa bedanya dengan ibu kota kalau sudah seperti ini?
Aku mengeluh dalam hati sambil tetap konsentrasi mengendarai motor. Mengucek mata yang sedikit ngantuk. Lampu merah di sini lama benar berganti dengan warna hijau. Bising pula, bunyi klakson di mana-mana. Rasanya setengah ion-ion dalam tubuh menguap sudah.
Setelah ada kesempatan melajukan kendaraan, aku menggas motor cepat-cepat. Sepertinya harus mencari minuman segar pelega tenggorokan. Perjalanan masih jauh, kondisi mengantuk tidak bagus untuk keselamatan. Baiklah, sebuah kepala muda dengan es sepertinya pilihan paling tepat saat ini.
Langsung aku mencari warung-warung pinggir jalan yang menjualnya.
Wah ternyata yang bernasib sepertiku banyak juga, terlihat di warung es kelapa ini sudah berjejer rapi motor-motor yang parkir. Barangkali mereka dalam perjalanan touring.
Aku mencari sudut meja yang cukup nyaman dijadikan tempat duduk. Tidak ingin ikut ‘nimbrung’ dengan kelompok anak-anak touring itu. Syukurlah ada satu tempat yang kosong. Aku langsung memesan satu kepala muda tidak lupa dengan es batunya. Rasanya sudah tidak sabar untuk menikmatinya.
Sambil menunggu datangnya pesanan, aku mengecek ponsel yang sejak tadi bergetar. Ada dua misscall yang tidak terangkat. Ah abaikan dulu saja. Saat itulah aku terkejut tiba-tiba sebuah tas berwarna hijau lumut tiba-tiba mendarat mulus di depan mejaku.
“Ups! Sorry.... tidak tahan panas benar.” Ujar si pemilik helm. Sambil mengipas-ngipas bajunya. Menggeser tasnya agar tidak terlalu berada di depanku. “Aku ikut gabung duduk di sini boleh ya?” katanya kemudian sambil celingak-celinguk. Memang tidak ada tempat kosong yang tersisa.
Iya langsung duduk saja tanpa perlu menunggu persetujuanku. Aku menyeringai melihat tingkah gadis itu.
“Pak, kelapa mudanya satu lagi ya!” aku berseru mewakili.
“Terima kasih.” Kata gadis itu paham dengan maksudku. “Kalau tiba-tiba hujan mantap nih.”
“Sebentar deh, sepertinya kita pernah bertemu?” Kataku sambil mengingat-ingat. Wajahnya memang familiar sekali.
“Masa?” gadis itu mengerutkan dahi. Terlihat ikut mengingat-ingat.
“Ah lupakan. Mungkin akunya yang salah orang.” Kataku sambil menyeruput es kelapa.
Gadis itu mengangguk-angguk.
“Terima kasih pak.” Ia mengambil sedotan ketika kelapa mudanya datang. Langsung menyeruput dengan antusias. Lagi-lagi aku menyeringai melihat tingkahnya.
“Oooh.... kamu yang waktu itu ya?” tiba-tiba ia berseru.
“Yang waktu itu?” jadi aku yang malah bertanya.
“Bazar buku. Gramedia. Botani Square.” Ia menyeringai.
“Ooooh.... iya iya. Kamu yang waktu itu rupanya.” Kataku ikut berseru. Potongan ingatan itu lengkap sudah. Pantesan tadi wajahnya seperti familiar.
Aku jadi teringat saat pertama kali bertemu dengan gadis itu. Saat sama-sama sedang antusias mengubek-ubek stand bazar buku. Yang bukunya selalu saja berantakan. Tidak tersusun dengan rapi. Sampai gemas dengan penjaganya. Kenapa sih tidak sigap merapikan. Biar para pengunjung mencari bukunya lebih mudah. Wajar juga sih kalau sedang ada bazar buku banyak yang antusias. Jadi mana sempat dirapikan kalau sebentar lagi juga sudah awut-awutan lagi.
Saat itu aku yang sedang merasa beruntung karena menemukan judul buku yang sudah lama aku cari. Yang sudah tidak banyak beredar di toko buku - toko buku besar. Saat hendak mengambilnya, tahu-tahunya sudah keduluan sama tangan gadis itu. Ternyata dia juga sudah lama mengincar judul buku itu. Singkat cerita akhirnya aku yang mengalah. Membiarkan gadis itu memilikinya sambil berharap siapa tahu masih ada lagi buku itu di stand buku yang lain.  Tapi sayangnya buku yang dipegang gadis itu adalah satu-satunya.
“Sebentar deh, sepertinya aku bawa buku waktu itu.” Gadis itu mengubek-ubek tasnya. “ah ini dia.... ceritanya memang bagus banget.”
Ia menyodorkan buku itu kepadaku.
“Baca deh.....”
Aku mengambilnya. Ah iya ini memang bukunya waktu itu.
“Baca saja. Aku sudah selesai membacanya.”
“Serius nih?” tanyaku ragu-ragu.
“Iyalah, buku kan memang untuk dibaca.”
“Terus ke mana harus aku kembalikan?”
“Tidak perlu. Di simpan saja. Atau estafet lagi ke orang yang mau membacanya.”
“Baiklah... dengan senang hati aku terima bukunya.” Aku menyeruput es kepalaku sampai habis. “Sepertinya aku harus duluan.”
Gadis itu mengangguk. “Sampai ketemu lagi.”
“Bazar buku bulan depan?”
“Ya... di tempat yang sama.”
Aku tersenyum. Berpamitan.
Udara Kota Hujan memang sedang terlalu panas hari ini. Rasanya aku sudah ingin buru-buru sampai rumah. Ingin buru-buru mulai membaca cerita di dalam buku itu. Ah aku lupa menanyakan namanya. Siapa nama gadis itu?

Mei 03, 2016

DUA JENIS RINDU

Ra,
Ada dua jenis rindu ketika seseorang tengah menanti.

Pertama,
Rindu karena memang sudah ingin bertemu lagi setelah sekian lama berpisah. Rindu dengan debaran tak menentu.
 
Kedua,
Rindu benar-benar ingin bertemu dengan sesuatu yang belum pernah ia temui sama sekali. Rindu dengan penantian yang lugu.

Dan kau tahu Ra,
 
Untuk alasan pertama kami memang rindu berjumpa denganmu lagi.Untuk rindu yang kedua kami ingin bertemu malam seribu bulan di tahun ini.
 
Untuk itu semoga Allah menyampaikan umur kami untuk meraih kedua rindunya.

Mei 02, 2016

UNTUK URUSAN-URUSAN

Untuk urusan-urusan yang rasanya tidak juga selesai-selesai. Padahal upaya sudah terasa maksimal. Pada akhirnya ketetapan akhirnya kupasrahkan saja kepada-Mu.

Sebab, bila memang urusan itu untuk kebaikanku. Sudah pasti Engkau akan mudahkan. Bila urusan itu memang tidak diperuntukkan untukku. Itu artinya Engkau sedang memelihara diriku dari ketidaktahuannya. Dari ketidaktepatan waktu selesai urusannya.

Tapi,

Sungguh hati manusia itu lemah dengan tingginya harapan. Lemah dengan sesuatu yang sedang ia idam-idamkan. Untuk itu Duhai Dzat yang Maha Mempermudah Segala Urusan. Jangan biarkan ada setitik putus asa atas rahmatMu. Jangan biarkan ada secuil ketidakpercayaan kepada skenario terbaikMu.

Sebab Engkau lah satu-satunya yang Maha Memberikan Pertolongan.

Mei 01, 2016

CERITA DI SIANG ITU

Siang itu, ketika matahari sedang terik-teriknya. Lagi-lagi aku mendapatkan ‘bonus’ di pinggir jalan. Jatah ban betus sebagai salah satu pengguna jalan.

Mau tak mau aku harus mendorong motorku untuk mencari jasa tambal ban. Yang untungnya tidak terlalu jauh dari tempat kejadian. Dan bertambah lega juga karena melihat tempat ‘dokter spesialis ban dalam’ itu ternyata bersebelahan dengan warung. Tentu saja kegiatan dorong-dorong motor di siang bolong itu butuh asupan minuman segar pelega tenggorokan.

Ketika baru saja sampai ke lokasi, ternyata nasib malangku ada temannya. Dari arah yang berlawanan, seorang gadis sedang menuntun motor matic-nya. Wajahnya memakai masker. Motorku sampai beberapa detik lebih dulu dari motornya. Setelah meminta tolong untuk mengeksekusi ban dalamku yang bocor, aku duduk sejenak untuk sekedar menormalkan ritme pernapasan.

“Motornya kenapa neng?” tanya bapak pemilik bengkel. Sejenak mengacuhkan motorku.

“Minta ditambah anginnya saja pak.” Gadis itu menjelaskan tujuannya. Aku ikut menyimak.

“Wah ini mah bocor neng, harus ditambal. Sebentar ya bapak nambal motor si aa-nya dulu.”

“Tidak apa-apa pak. Motor matic-nya dulu saja.” Kataku menawarkan.

“Tidak apa-apa nih a? Kan tadi sampai duluan dari si nengnya?” tanya bapak pemilik bengkel memastikan.

“Iya pak. Saya lagi tidak buru-buru kok.” Kataku meyakinkan.

Gadis itu sekilas melihatku, tapi tidak mengucapkan basa-basi apa-apa. Ia malah menuju mesin pendingin warung. Ah sepertinya aku juga harus mengambil minuman dingin, tapi nanti dulu deh kalau gadis itu sudah selesai transaksinya.

Aku memperhatikan kinerja bapak pemilik bengkel yang sangat telaten. Aku taksir ia menggeluti bidangnya itu sudah lebih dari dua tahun. Atau bahkan lebih. Aku pernah bertanya ke bapak penambal ban di lampu merah sana malah sudah mau sepuluh tahun jadi penambal ban. Entah sudah berapa puluh ban motor yang ia tambal. Sebanding dengan berapa banyak pengguna jalan yang merasa tertolong karena jasanya itu.

Waktu yang cukup lama untuk bertahan di satu bidang yang sama. Apa tidak bosan ya? Ketika aku iseng memikirkan itu tiba-tiba gadis itu menyodorkan sebotol minuman. Tanpa kata-kata.

Aku mendongak melihat wajahnya, yang kini tanpa masker. Maksudnya apa? Maksudku begitu.

“Sebagai ucapan terima kasih karena sudah bersedia mendahulukan kepentingan perempuan asing.” Katanya panjang lebar.

“Oh... terima kasih juga.” Kataku meraih minuman itu. Menghargai pemberiannya.

Ia duduk di bangku sebelahku, mulai menikmati minumannya. Aku pun melakukan hal yang sama.

“Ban memang bulat, lingkaran bentuk paling bisa diandalkan untuk melajukan kendaran. Tapi kalau kempes sama saja, ia jadi tidak berdaya juga.” Gadis itu mulai berbicara panjang lebar lagi.

Aku menyeringai, apa ia selalu begitu kalau sedang berbincang dengan orang lain? Terlebih orang asing?

“Ya kalau kotak malah tidak bisa dipakai jalan ke mana-mana.” Aku basa-basi menimpalinya. Garing banget ya? Mana ada coba ban kotak?

“Ban luar memang bulat, kuat, bisa menghalau jalan keras sekalipun. Kerikil-kerikil tajam dilewati juga. Tanah berlumpur pun bisa dihadapi. Tapi kalau sudah tertusuk benda tajam walaupun kecil, dan tembus sampai dalam. Nyatanya ia tidak berdaya juga.”

“Sepertinya memahami banget soal ban?” aku menoleh mencoba bergurau.

“Ah tidak juga.” Gadis itu menenguk habis minumannya.

Aku pun melakukan hal yang sama.

“Manusia juga seperti halnya ban. Tubuhnya memang kuat menahan segala beban. Tapi kalau hatinya sudah tersentuh... manusia juga ikutan jadi tak berdaya.”

“Lho? Kok jadi menyinggung soal hati?” aku tidak bisa menahan diri untuk bertanya soal itu.

“Ah tidak. Lupakan saja.”

Hei tidak bisa begitu! Bukannya kalau sudah bawa-bawa hati persoalannya jadi tidak sederhana lagi?

Gadis itu beranjak bangun. Motor matic-nya memang sudah siap diajak jalan-jalan lagi.

“Sekalian saja nanti biayanya sama motor saya pak.” Kataku, mengurungkan gerak gadis itu yang mengeluarkan uang dari dompet. Ia menoleh ke arahku.

“Sebagai ucapan terima kasih karena percakapan menarik soal ban tadi.” Aku menyeringai.

“Oh.... terima kasih juga.” Gadis itu memakai maskernya kembali.

“Boleh tahu namamu?” kataku beranjak bangun.

Ia berhenti sejenak.

“Kalau tidak keberatan. Namaku Deras.” Aku lebih dulu memperkenalkan diri.

Gadis itu mengeluarkan dompetnya lagi. Menyodorkan sebuah kartu nama. Aku menerimanya.

“Joko Suroto?” aku mengerutkan dahi. Masa sih namanya Joko?

“Hubungi saja ayahku di nomor itu kalau ingin tahu nama anak gadis semata wayangnya.” Gadis itu pamit mengucapkan terima kasih kepada bapak pemilik bengkel. Meninggalkanku yang hanya bisa menggaruk-garuk kepala sambil memandangi sebaris nama di kartu nama itu.

“Sudah datangi saja rumahnya a. Terus lamar deh. Manis pisan tuh si nengnya tadi seperti gula jawa.” Kata bapak pemilik bengkel bergurau.

Aku hanya menyeringai mendengar usulannya.