Kala dini hari, telinga mengaduh menyesal karena ia sama sekali tidak mendengar panggilan adzan. Ia lalai tidak membukakan kelopak mata seperti biasanya.
"Maafkan aku." kata telinga menyesal.
Mata pun ikut berkaca-kaca, pagi ini ia telat membuka kelopaknya. Lalai tidak membangunkan tubuh untuk beranjak memenuhi panggilan adzan.
"Sungguh maafkan aku." Lirih berkaca-kaca ia menyesal.
Kedua kaki dan telapak tangan ikut mengaduh. Mau bagaimana lagi, mereka memang teramat lalai pagi ini. Panggilan adzan sudah selesai dari satu jam yang lalu.
Kala dini hari itu, ketika telinga yang merasa bersalah, mata yang berkaca-kaca meminta maaf, kedua kaki dan tangan yang lemas tidak tahu harus berbuat apa untuk memperbaiki kelalaiannya.
Sungguh ada yang diam-diam terisak. Menanggung beban lebih dalam. Hati. Seharusnya ia yang terjaga paling awal membangunkan semuanya. Sehingga kesempatan memenuhi panggilan adzan tidak pergi begitu saja.
Sungguh hati diam-diam menyesali keteledorannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jejakmu akan sangat berarti dan tak akan pernah sia-sia :)