Siang itu,suasana kedai kopi tidak terlalu ramai. Ah, memang itu juga yang menjadi alasanku menjadi pelanggan tetap kedai kopi ini. Untuk menumpang menulis seharian. Sebenarnya menu di sini bisa dibilang tidak buruk-buruk amat, pelayanannya juga ramah plus difasilitasi wifi. Cuma mungkin karena tempat yang kurang strategis, jauh dari jalan utama yang dilewati kendaran umum dan promo yang kurang genjar yang membuat kedai ini sepi pengunjung. Sayang sekali memang, mungkin lain waktu aku akan bantu mempromosikannya. Sebagai ucapan terima kasih karena sudah memberi 'tumpangan' yang nyaman berjam-jam untuk tempat menulis.
Aku menyeruput gelas coklat panasku yang kedua. Sudah tidak terlalu panas, karena sejak tadi aku 'angguri' karena fokus dengan ide-ide di kepala yang ingin segera dituangkan dalam tulisan. Saat menikmati tegukan itulah seorang gadis berkerudung coklat pramuka menghampiriku. Sambil menggenggam secangkir kopi tubruk di tangan kanannya.
"Boleh aku gabung di sini?" Katanya basa-basi.
Sejenak aku melirik ke arahnya. Tatapan kami bertemu. Wajahnya sangat menyenangakan, aku bisa duga gadis ini tipe yang selalu periang dan ceria. Aku melirik meja lain, memastikan apa memang banyak pengunjung hari ini sehingga gadis berwajah menyenangkan itu harus mengganggu aktivitasku? Ternyata memang tidak ada.
"Keberatan?" Tanyanya yang sejak tadi berdiri menunggu jawabanku.
"Oh, tidak. Silakan dengan senang hati." Kataku berbasa-basi, sambil menggeser tas laptopku agar meja lebih lapang.
"Terima kasih." Katanya sambil meletakkan cangkir kopi.
Jemariku kembali sibuk menulis. Tidak merasa perlu berbasa-basi mengajak ngobrol 'tamu' ku itu. Sekedar berkenalan misalnya.
"Kamu suka menulis?"
Aku melirik ke arahnya. Tersenyum mengangguk tanda mengiyakan. Gadis berwajah menyenangkan itu sudah sibuk mengunyah snack yang ia keluarkan dari tasnya. Aku suka dengan caranya mengunyah, seperti anak kecil. Ada remah-remah snack yang menempel di sekitar mulutnya. Aku menyeringai ingin sekali tertawa.
"Mau?" katanya ketika menyadari sedang diperhatikan.
"Oh tidak, terima kasih." Aku menyeruput coklat panas untuk menutupi salah tingkah.
"Ini ya tulisannya?" Gadis itu menunjuk satu bundel tulisan yang kemarin aku print, di atas tas leptopku. Aku mengangguk. "Boleh aku baca?"
"Dengan senang hati. Tapi maaf sudah banyak coretan di dalamnya." Kataku, memang bundel tulisan itu fungsinya untuk mengoreksi kesalahan-kesalahan dalam pengetikan.
"Tak masalah." Ia mengambil bundel kertas itu, langsung membuka halaman pertama. Ah, aku suka juga dengan caranya membaca. Kadang terlihat tertawa, mengangguk, menghela napas. Seperti benar-benar menikmati jalan ceritanya.
Aku tertawa. Kembali melanjutkan ketikan, tidak ingin mengganggunya membaca. Merasa senang, ada orang lain yang mau bersedia membaca salah satu tulisanku.