Aku terbangun dengan kepala yang pening sekali, badan terasa pegal-pegal. Mimpi habis dalam perjalanan jauh berefek sampai ke dunia nyata. Aku melirik jam baru pukul setengah dua pagi. Beranjak bangun sembari memijit dahi dan berpegangan tembok kamar. Menunggu kesadaran berangsur penuh. Berjalan terhuyung menuju kamar mandi untuk mengambil wudhu. Ketika melewati dapur, sedikit terkejut mendapati ratusan semut hitam mengerubuti hampir sepenuhnya badan piring. Seperti melihat piring berwarna hitam yang bergerak-gerak. Mungkin ada sisa makanan yang mengandung gula di sana, memancing keluar koloni semut hitam yang sedang mencari makan. Entah darimana.
Pemandangan itu membuatku termenung terpikirkan sesuatu. Menggerumuti. Koloni semut menggerumuti sesuatu yang mereka sukai. Dalam hal ini sesuatu yang bersifat manis-manis. Perihal aktivitas menggerumuti, serangga lain pun ada yang melakukannya. Kumpulan lalat yang gemar sekali menggerumuti kotoran, bangkai atau sesuatu yang busuk, salah satunya.
Dua kelompok hewan dengan kecenderungan menggerumuti sesuatu yang mereka sukai, benar-benar dari kubu yang berlawanan. Seperti aktivitas manusia yang bergerombol mengikuti kegiatan ini dan itu. Manusia pun seringkali menggerumuti sesuatu yang ia sukai. Aku termenung cukup lama, di manakah posisi keberadaanku sejauh ini? Apa seperti koloni semut yang gemar menggerumuti sesuatu yang bersifat manis? Atau jangan-jangan cenderung lebih suka melakukan keburukan yang berkelompok seperti lalat? Bukankah keduanya sama-sama mengikuti nalurinya masing-masing? Cenderung bergerak ke tempat yang mereka sukai? Semut suka yang manis-manis, lalat gemar dengan yang busuk-busuk. Lantas aku?
Tiba-tiba aku teringat sebuah nasihat sederhana dari Ust. Muhammad Arifin Ilham (semoga Allah selalu meridhoi perjuangan beliau dalam berdakwah untuk syiarnya cahaya islam) ketika berkesempatan menghadiri acara 'menikmati santapan hidayahnya Allah' di masjid Az-zikro, sentul setiap minggu pertama pada tiap bulannya.
Beliau mengingatkan bahwa kelak kita akan berkumpul bersama dengan sesuatu yang kita cintai selama di dunia. Bahwa di masjid ini kita dipersaudarakan dengan iman. Bersama berkumpul duduk dipersatukan oleh Allah.
Hari itu, ratusan orang memadati rumah Allah, digerakkan hatinya dari berbagai penjuru untuk bersama-sama 'menggerumuti' hidangan hidayah Allah. Bersama mengumandangkan takbir memuja kebesaran nama Allah yang Agung. Berucap shalawat dan salam kepada Rasulullah SAW. Lidah basah beristighfar. Bersama menikmati hidangan hidayah Allah.
Hampir setiap bulannya ada saja manusia yang digetarkan hatinya menyambut hidayah Allah, memenuhi panggilan taubat, bersyahadat meninggalkan agama lamanya. Hari itu ada tiga perempuan yang menjadi mualaf (menambah angka, 627 mualaf yang bersyahadat di masjid itu). Disaksikan oleh saudara-saudara seiman.
Sang ustadz menuntun dengan lantang, mengacungkan jari telunjuk ke langit. Diikuti oleh ketiga mualaf itu sambil terisak bercucuran air mata.
AKU BERSAKSI SUNGGUH-SUNGGUH BAHWA TIADA TUHAN YANG LAYAK DISEMBAH SELAIN ALLAH. DAN AKU BERSAKSI PULA DENGAN SUNGGUH-SUNGGUH BAHWA NABI MUHAMMAD ADALAH UTUSAN ALLAH. DEMI ALLAH AKU MENGUCAPKANNYA SUNGGUH-SUNGGUH, YAKIN KARENA ALLAH.
Ikut bergetar ratusan hati yang hadir di sana. Menggemakan takbir ALLAHU AKBAR dengan sangat bertenaga. Dengan mata yang haru berkaca-kaca.
Bahwa sungguh kelak kita semua akan dikumpulkan bersama orang-orang yang kita cintai di dunia. Sesuatu yang senang kita gerumuti selama hidup kita.
Terbesit harapan itu, melihat sisi samping kiri kanan depan belakang tidak ada wajah-wajah yang aku kenal. Wajah-wajah asing yang baru pertama kali aku lihat hari ini. Tetapi sungguh dipersaudarakan dengan iman.
Terbesit harapan itu, kelak di yaumil kiamah nanti. Biar sekalipun kami tidak saling kenal nama di dunia. Semoga saat masa peradilan itu tiba, ada saudara seimanku yang mengenali wajahku di sana. Bersaksi pernah duduk bersama menikmati hidangan hidayah Allah di rumah muliaNya. Aamiin..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jejakmu akan sangat berarti dan tak akan pernah sia-sia :)