Pagi hari adalah waktu yang ditunggu
oleh para penghuni kolam ikan itu. Mereka akan diberi jatah sarapan oleh
pemeliharanya. Seekor ikan Koi berwarna candramawa sudah tidak sabar menunggu
moment itu sejak semalam. Bukan seolah-olah karena sarapannya, tapi karena ia
ingin menyapa seekor kura-kura yang ia sering panggil Pak Tua. Kura-kura itu
hanya keluar dari tempat persembunyiaanya saat waktunya sarapan. Seekor ikan
Koi ingin sekali mengajaknya berbincang-bincang. Bertanya banyak hal.
“Pak Tua boleh aku bertanya
sesuatu?” Sapa Koi yang tidak menghiraukan teman-temannya saling berebut
makanan.
“Sepanjang kau tidak mengganggu
jatah makananku.” Jawab kura-kura sambil sibuk mengunyah. Gerakannya membuat
gelombang di sekitarnya. “Seharusnya kau juga bergegas nak, jangan sampai
kehabisan ikan lain.
“Aku tidak lapar. Kenapa pak Tua
rela menghabiskan waktu di kolam kecil ini?” Koi memulai pertanyaannya. Ia
tahu, seekor kura-kura berumur panjang, seharusnya menjelajah lautan, membelah
samudera. Bukan berenang hanya sebatas luas kolam ikan. Tapi Koi lihat
keseharian Pak Tua merasa tidak keberatan dengan nasibnya.
“Hanya untuk itu kau mengganggu
sarapanku?”
Koi tertegun.
“Aku hanya menjalankan takdirku
sebaik mungkin nak. Kau benar aku pernah menjelajah lautan lepas. Pindah ke puluhan akuarium sempit dan sekarang
harus berakhir di kolam yang tidak luas ini. Berbagi tempat dengan seekor ikan
kecil yang selalu mengganggu sarapanku.”
“Pak Tua sudah puas dengan itu?”
Koi takut-takut bertanya.
“Kepuasan makhluk hidup seperti
kita tidak pernah ada ujungnya nak. Aku sudah cukup bersyukur kalau
keberadaanku ada manfaatnya. Itu saja. Lagi pula kau pikir apa yang bisa pak
tua sepertiku ini lakukan?”
“Pak tua tahu dari mana tinggal
di sini ada manfaatnya?”
“Aku memang tidak tahu pastinya.
Aku hanya merasakan itu saja. Bukankah kau setiap pagi melihat pemelihara kita
tersenyum senang memberi kita makan sebelum dia berangkat kerja?”
Koi mengangguk.
“Kau belum cukup hanya dengan
itu?”
“Aku tidak tahu.” Koi memang
merasakan bosan akhir-akhir ini. Ia kira pindah ke kolam yang lebih luas akan
membuat hidupnya lebih bahagia dibanding hidup hanya di sebuah akuarium. Tempat
sebelumnya. Tapi rasanya ia ingin hidup di perairan yang lebih luas lagi.
“Aku sudah selesai sarapannya,
sebaiknya kau segera bergabung dengan temanmu yang lain. Kalau tidak sepanjang
hari kau hanya akan memakan lumut saja. Satu pesanku, tak peduli kau tinggal di
mana, kau harus lebih memikirkan keberadaanmu membawa manfaat atau tidak.” Pak
Tua Kura-kura langsung meluncur ke tempat persembunyiannya setelah mengatakan
hal itu. Sebuah batu besar yang berada di sudut kolam.
Koi merenungi kata-kata pak tua.
***
“Apa bagusnya kau pelihara
kura-kura tua, Lam?”
“Memangnya kenapa?”
“Ya aku ingin tahu saja. Kan
masih banyak hewan lain yang lebih indah untuk dipelihara.”
“Ketika melihat kura-kura di pagi
hari. Aku jadi mengingat sesuatu, sudah seharusnya hidup itu berjalan lebih
baik. Berani mengambil sesuatu yang baru yang lebih menantang, bukan itu-itu
saja. Berani hidup di luar tempurung.”
“Seperti itu rupanya. Tapi
kasihan ya, kura-kura seharusnya mengharungi samudera luas. Bukan tinggal di
kolam ikan seperti ini.”
“Nah, itu yang aku maksud berani
hidup di luar tempurung, Jim. Berpetualang. Jangan seperti kura-kura yang hidup
di kolam.”
“Ternyata ada manfaatnya juga ya
kau perlihara kura-kura.”
“Ya semoga saja keberadaan aku
pun ada manfaatnya.”
Note :
Candramawa : Hitam bercampur putih
mantep ceritanya mbak, dulu saya pernag punya kura-kura. sampai 2 tahun dieum terus di rumah nggak mau lari. makanya nasi dan sayuran.
BalasHapus