Barangkali kegelisahan seorang penulis adalah sama dalam satu hal, ketika suatu hari ia membaca ulang tulisan-tulisannya. Kata-kata yang pernah ia tulis dulu seakan mencambuk dirinya sendiri. Betapa kebaikan-kebaikan yang tersirat yang mengendap dalam kalimat-kalimat itu, lebih banyak yang tidak ia praktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Ia menasehati perihal ini dan itu, tetapi nihil ia sendiri tidak menerapkannya. Ia mengingatkan orang lain untuk selalu melakukan ini dan itu, tapi sendirinya kebanyakan lupa. Atau bahkan sama sekali tidak ada niatan untuk melakukannya.
Sungguh hal-hal itu membuat ia malu. Betapa dirinya berlagak sok bijak, tapi sejatinya ia sendiri begitu buruk. Sangat teramat buruk.
Adalah benar, seorang manusia hanyalah berdiri di atas bumi ini, hanya diberi akal untuk tidak bertelanjang kaki. Diberi rasa malu untuk menutup tubuhnya dengan pakaian. Dan sejatinya hanya itu yang ia bisa lakukan, Jika saja Tuhan tidak memberinya akal, tidak memberinya rasa malu, alangkah manusia sama saja dengan binatang melata.
Sungguh yang demikian itu membuat ia termenung. Betapa butuhnya ia dengan kasih sayang Tuhan yang menjaga segala bentuk aibnya. Memberikan 'topeng' terbaik untuk diperlihatkan kepada sesama manusia. Padahal sebenarnya dirinya hanyalah seonggok daging yang bisa berjalan di atas muka bumi, yang penuh cela penuh hina. Yang tidak malu berbuat dosa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jejakmu akan sangat berarti dan tak akan pernah sia-sia :)