F
|
a, kita sama tahu.
Firman Tuhan dalam Al-qur’an adalah sebuah keniscayaan. Sebagai seorang yang
mengimaninya kita tidak berhak untuk menyangkal kebenarannya.
Suatu ketika, di mataku sebagai
seorang yang awam. Dengan sedikit
sekali ilmu yang membuatku paham. Aku menanyakan salah satu kalam-Nya yang
berbunyi :
Perempuan-perempuan yang keji untuk laki-laki yang
keji. Dan laki-laki yang keji untuk perempuan-perempuan yang keji (pula).
Sedangkan perempuan-perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik. Dan
laki-laki yang baik untuk perempuan yang baik (pula)…… (Qs. An Nur : 26)
Bukan
berarti menyangkal kebenarannya. Aku hanya penasaran dengan korelasi ayat itu
di kehidupan nyata.
Bukankah
banyak di sekeliling kita perempuan yang di mata kita adalah seseorang yang
berkepribadian baik, ditakdirkan hidup bersama dengan lelaki berperangai sangat
buruk. Dan juga sebaliknya. Lelaki yang soleh beristrikan seorang istri yang
durhaka kepada Allah.
Dan
bukankah sejarah lebih banyak mencatatkan kisah semacam itu, tentang Fir’aun
dengan Siti Asiah Binti Mazahim. Tentang Nabi Nuh a.s dengan Istrinya yang kafir.
Lalu
bukankah akan sangat lancang jika kita berani meremehkan janji-janji-Nya?
Meragukan kalam-Nya.
Sungguh
aku menanyakan hal itu. Membuatku dahaga akan penjelasan. Seperti kala itu
ketika ku pertanyakan tentang jodoh dan tulang rusuknya yang satu. Ketika itu
yang kupertanyakan mereka yang memiliki atau pernah berpasangan lebih dari
satu. (Sudah ku ceritakan di tulisan-tulisan sebelumnya).
Dan
ketika berupaya mencari jawaban itu. Aku bertemu dengan salah satu sahabatku
yang memang mumpuni pengetahuan
agamanya.
“Ayat
itu bukannya janji Allah kepada manusia. Bahwa yang baik akan ditakdirkan
dengan pasangan yang baik. Sebaliknya ayat itu adalah peringatan agar umat
Islam memilih manusia yang baik untuk dijadikan pasangan hidup.” Demikian
sahabatku menerangkan.
Aku
mengerutkan dahi, masih tidak puas dengan jawabannya. Hingga ia pun dengan
senang hati menjabarkan sebab musabab kenapa ayat itu diturunkan. Dan kepadamu,
dengan senang hati aku akan kembali ceritakan.
“Ayat ini diturunkan untuk menunjukkan
kesucian ‘Aisyah r.a. istri Rasulullah SAW. dan Shafwan bin al-Mu’attal r.a.
dari segala tuduhan yang ditujukan kepada mereka.”
Sahabatku
mulai bercerita. Aku antusias mendengarkannya.
“Pernah
suatu ketika dalam suatu perjalanan kembali dari ekspedisi penaklukan Bani
Musthaliq, ‘Aisyah terpisah tanpa sengaja dari rombongan karena mencari
kalungnya yang hilang dan kemudian diantarkan pulang oleh Shafwan yang juga
tertinggal dari rombongan karena ada suatu keperluan.”
“Kemudian
‘Aisyah naik ke untanya dan dikawal oleh Shafwan menyusul rombongan Rasullullah
SAW. dan para shahabat, akan tetapi rombongan tidak tersusul dan akhirnya
mereka sampai di Madinah.”
“Peristiwa
ini akhirnya menjadi fitnah dikalangan umat muslim kala itu, karena terhasut
oleh isu dari golongan Yahudi dan munafik jika telah terjadi apa-apa antara
‘Aisyah dan Shafwan.”
“Masalah
menjadi sangat pelik karena sempat terjadi perpecahan diantara kaum muslimin
yang pro dan kontra atas isu tersebut. Sikap Nabi juga berubah terhadap
‘Aisyah, beliau menyuruh ‘Aisyah untuk segera bertaubat. Sementara ‘Aisyah
tidak mau bertaubat karena tidak pernah melakukan dosa yang dituduhkan
kepadanya, ia hanya menangis dan berdoa kepada Allah agar menunjukkan yang
sebenarnya terjadi. Kemudian Allah menurunkan ayat ini yang juga satu paket.
Surat An-nur ayat 11 sampai 26. Bunyi ayat dan terjemahannya nanti bisa kau
baca sendiri.”
Aku
mengangguk.
“Semoga
lelaki yang baik mendapatkan jodoh perempuan yang baik, aamiin..” sahabatku menutup penjelasannya.
Aku ikut meng-aamiin-kan doa baiknya. Bukankah beruntung sekali rasanya memiliki
sahabat yang baik? Sahabat yang sewaktu-waktu bisa memberikan nasihat-nasihat
yang baik.
Kau
tahu, Fa. Seketika ada keresahan di sini, di hati. Ketika menyinggung perihal
penilaian baik dan buruk. Apalagi jika berbicara lebih spesifik “lelaki yang baik” Aku tidak cukup
percaya diri mengenai hal itu. Dan bertanya-tanya pada diri sendiri. Sudah
sebaik apakah diri ini? Sudahkah mendekati kategori golongan manusia yang baik?
Sedangkan aku berharap mendapat pendamping hidup yang baik. Secara agama dan
keperibadiannya.
Tentu
saja baik dan buruk di mata manusia adalah sesuatu yang relatif. Dan penilaian
Tuhan ada pada rahasia-Nya. Pada akhirnya rahasia itu terkuak di Surga atau Neraka.
Aku
cukup tahu diri mengakui, aku adalah lelaki yang tidaklah baik. Jika bukan
karena kasih sayang Allah yang masih menutupi segala macam bentuk aib-aib ini.
Ke arah mana wajah malu ini akan
kupalingkan nanti?
Meskipun
begitu, aku beranikan diri untuk selalu berharap. Takdirku berada di jalan yang
baik. Hidup bermasa depan dengan teman hidup yang baik. Ia yang setiap harinya
belajar bersamaku menjadi manusia yang lebih baik. Manusia yang mau memperbaiki
diri.
Ia
yang setia membersamai langkahku menempuh perjalanan jauh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jejakmu akan sangat berarti dan tak akan pernah sia-sia :)