Semua mimpi tertuang dalam pikiran, seluas dunia Lakaran Minda, di ruang yang lebih nyata.
Desember 20, 2015
November 12, 2015
RINTIK 3 - SIKLUS
Waktu hujan turun.
"Hei, di sana hujan menyapa?" Deras mengusik ketenagan Rinai yang sedang mengetik tulisan terbarunya tentang hujan.
Dalam obrolan maya.
"Tentu saja. Bukan sekedar menyapa. Ia menemaniku hampir satu jam menuliskan cerita." Balas Rinai. Mengalihkan perhatian Deras yang sedari tadi membaca buku bertemakan hujan.
"Kali ini apa yang bisa dipelajari dari hujan?" Deras mulai membuat menarik percakapan.
Dalam obrolan maya.
"Hujan : triliunan rintik-rintik air yang turun dari awan. Suka datang tak terduga. Meski bukan di musimnya. Nyata terlihat wujudnya. Bisa dirasakan keberadaanya. Tapi saat triliunan air itu menguap. Pulang ke awan. Kita sama sekali tidak menyadari prosesnya."
"Seperti perjalanan hidup ini." Deras menandai halaman bukunya. "Seseorang datang silih berganti. Entah berasal dari mana. Orang asing yang menyapa hidup kita. Seiring berjalanan waktu. Banyak yang tiba-tiba pergi begitu saja. Kadang tanpa penjelasan apa-apa. Sampai kita sadar sudah tidak ada lagi keberadaanya."
Rinai menghela napas membacanya.
Dalam obrolan maya.
"Artinya kita tidak pernah memiliki apapun di bumi yang sedang di guyur hujan ini." Rinai menyimpulkan. Siap melanjutkan tulisannya yang tertunda.
"Semua yang datang hanya singgah. Cepat atau lambat akan pulang ke pemilik asalnya." Deras menambahkan kembali menekuni bacaannya.
Dan waktu seperti musim. Selalu berakhir. Ujar mereka dalam hati masing-masing.
Dan hujan pun semakin larut dalam deras.
RINTIK 2 - DERAS & RINAI
Kisah kali ini di latarbelakangi oleh guyuran hujan. Tentu saja hujan pertama setelah berbulan-bulan kemarau adalah sesuatu yang spesial di nanti kehadirannya. Termasuk oleh dua nama manusia yang menjadi tokoh utama kisah ini.
Yang pertama adalah Deras. Pemuda optimis kebanggaan kota ini. Ia tersenyum melihat siluet kilat di antara awan hitam yang berarak. Dari balik jendela kantornya. Itu pertanda baik. Hujan yang telah lama di tunggu akhirnya datang bertamu.
Yang kedua gadis berhati paling lembut yang dimiliki kota ini. Rinai, orang-orang biasa memanggilnya. Di waktu bersamaan. Di kota yang sama. Kota hujan. Di gedung kantor yang berdekatan - hanya terpisah oleh sepetak tanah lapang. Rinai tidak kalah manis senyumnya. Wajahnya sumringah ketika melihat beberapa tetes rintik gerimis jatuh sempurna di kaca jendela. Ruangan tempat ia sedang berdiri sekarang. Itu pertanda baik. Hujan yang setelah lama menghilang akan kembali menyapa.
Deras dan Rinai. Seandainya saja mereka tahu sedang merasakan hal yang sama belakangan ini. Ini akan menjadi kisah yang menarik. Seandainya mereka tahu sedang berada di kota yang sama. Sedang termenung di bingkai jendela gedung yang sama tingginya. Sedang sama-sama menarik napas perlahan. Mencoba membaui aroma tanah yang diterpa hujan. Seandainya saja mereka tahu itu. Seandainya.
Deras dan Rinai. Satu hal yang sama-sama sedang mereka tunggu kala hujan turun. Dan ingin dipastikan kepastiannya segera. Pesan apa yang akan di sampaikan hujan kali ini. Harapankah? Atau sekedar kenangan?
Seperti halnya genting-genting bangunan. Pucuk-pucuk dedaunan. Yang sudah rata disirami oleh rintik hujan. Deras dan Rinai pun mulai kebasahan. Hujan yang telah lama dirindu sedang benar-benar turun.
Dan mereka sedang kebanjiran perasaan.
Rahasia kecilnya. Sejauh ini Deras dan Rinai hanya saling mengenal lewat tulisan. Hanya sebatas nama pena. Tidak ada alamat rumah. Apalagi gambaran bentuk wajah.
Dan tulisan yang berperan membuat keduanya nyaman. Hingga berujung perasaan.
RINTIK - HUJAN
Namaku Hujan. Gumpalan awan pekat adalah rumahku. Tugasku sederhana, ketika datang perintah untuk turun. Aku merintik. Terjun bebas berdebam ke bumi. Ketika sudah waktunya kembali. Aku akan memuai di bantu cahaya matahari. Kembali melangit.
Aku Hujan. Banyak yang bilang aku egois. Akan tetap turun, tidak peduli dengan dengusan sebal orang-orang yang merutuki kehadiranku karena terhambat perjalanannya. Tetap tidak terlalu peduli meski ada sebagian lain yang bersyukur aku hadir menyapa genting dan halaman rumahnya. Karena jadwal aku bertugas adalah prioritas.
Aku hujan. Kadang datang perintah turun landai perlahan seperti halnya sedang terjun payung. Sampai bumi menjadi gerimis yang puitis. Kadang pula aku harus terjun bebas bak meteor bening berjatuhan. Melesat cepat menimpa apa saja. Jatuhku merusak sarana di sekitar manusia. Minimal membuat kulit mereka sakit.
Aku Hujan. Pujangga bilang aku penyampai pesan. Menjadi sumber inspirasi mereka menuliskan kata-kata romantis berbau gombalan. Kalimat puitis yang menawan. Di pena mereka lahir cerita-cerita penuh rasa. Mengupas tuntas filosofi tentangku. Terpikat oleh simponi irama tarianku.
Aku Hujan. Penggalau bilang aku pembuka gerbang kenangan. Tempat yang sebelumnya sekuat tenaga mereka kunci rapat-rapat. Segala macam bentuk perasaan mengendap di sana. Tentang rindu yang menggebu. Tentang kehilangan yang mengiris perih ulu. Tentang harapan-harapan yang tak jua bertepuk kepastian. Tentang surat cinta yang tak penah benar-benar terbaca.
Aku Hujan. Terkadang kehadiranku menjadi penyampai perasaan. Di lain waktu keberadaanku adalah harapan. Bagi siapa-siapa yang mengerti apa yang sedang dibutuhkan hatinya sendiri. Bagi siapa-siapa yang mengerti aku datang hanya sekedar singgah. Lambat laun aku pasti mereda. Aku selalu turun sesuai kadarnya. Dan yakin setelahnya perasaan-perasaan itu akan melega. Harapan-harapan itu akan kembali tumbuh tegak seperti semula.
Aku Hujan. Sudah kubilang aku egois. Kehadiranku kali ini nikmati saja. Jika tidak suka abaikan juga bisa. Karena kali ini tugasku turun berdurasi lebih lama dari biasanya.
Aku Hujan. Dan aku pastikan akan menghujani kalian. Bersiaplah kebasahan.
Karena akulah Hujan.
Oktober 21, 2015
TITIKTEMU - TITIK TEMU
…………………………………………………………………..
titik, 1 butir air atau
barang cair yg jatuh menetes; 2 keluar berbutir-butir atau setetes-setetes; 3
noktah sbg tanda baca di akhir kalimat berita atau yg dibubuhkan di atas huruf
/i/ dan /j/ ;
titik temu, 1 titik tempat
terjadinya pertemuan dua garis; 2 titik tempat terjadinya kesesuaian pendapat;
…………………………………………………………………………………
B
|
egitu yang dikatakan oleh
KBBI. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Ketika
aku menyakan tentang makna titik temu. Lalu timbul pertanyaan baru, apa yang
menjadi sebab pertemuan kedua titik itu? Serendipity: semacam kebetulan yang menyenangkan? Mungkin. Meskipun aku tak
percaya dengan kebetulan-kebetulan.
Lalu di
mana kopi darat mereka akan
dirayakan? Ah kenapa pula jadi pertanyaan beruntun?
Waktu
yang berkuasa menjawab. Takdir yang menentukan sebab. Skakmat!
Titik temu. Bukankah akan lebih sederhana jika mulai saat
ini kita sebut saja titik temu itu, titik di mana kita mulai belajar saling
memahami sesuatu.
Memahami
apa-apa yang ada di diri dan tersembunyi dalam hati. Sesuatu atau banyak hal
ini itu yang kita mulai saling sepakati. Menjadi satu titik asa. Satu muara
tujuan yang senada. Dalam jalur perjalanan yang sama.
Dan untuk
itu, bukankah kita harus saling tahu? Tentu tidak keberatan jika aku lebih
banyak tahu tentangmu.
“Jawab
dulu. Tanya kemudian. Deal?” Aku
menunggu pesanku terkirim. Signal
sedang naik turun di tempatku.
“Deal.”
Baiklah
nona interview ini kita mulai.
Sepertinya akan cukup panjang. Masih ada waktu kalau mau untuk sedikit
menyiapkan cemilan.
“Gunung/Pantai.”
“Gunung.” Ya aku
tahu itu.
“Baca buku/Nonton film.”
“Baca buku.” Masa?
Setahuku banyak buku yang nyaris tak selesai
kamu baca. Ngaku aja!
“Buku/Musik.”
“Musik.” Tentu
saja.
“Sunset/Sunrise.”
“Sunset.” Kita pernah bahas lebih detail soal ini.
“Hitam/Putih”
“Hitam.” Baik.
Catet.
“Berada dalam gelap gulita/ketinggian.”
“Gelap gulita.” Wow!
“Nyaman
dalam keramaian/Sepi menyendiri.”
“Sepi
Menyendiri.” Ketok palu.
“Pagi/Malam.”
“Pagi.”
“Matematika/Sejarah.”
“Sejarah.”
Masa sih?
“Teh
hangat manis/Es teh manis.”
“Teh
manis hangat.”
“Cokelat/Es
Krim”
“Es krim
rasa cokelat hehe…”
“Dasar. Oke
sudah cukup nona untuk hari ini. Terima kasih untuk jawabannya.”
“Lebaaaaay…. Jadi untuk apa
pertanyaan-pertanyaan itu?”
“Sekedar
mencari tahu sebanyak apa point-point yang tadi kutanyakan, contrengnya sama.”
“Untuk?”
“Ya kalau dibagian yang sama, suatu saat kita
bisa duet kan ngejalaninya? Pasti jadi lebih seru.”
“Lalu?
Banyak yang cocok?”
“Lumayan,
selain 3-5-8-9. Selebihnya sama. Kecuali yang terakhir ya jawabanmu keluar dari
jalur.” Hihi sedikit ngerjain biar dia buka ulang soal-soal tadi.
“Dari
mana kamu yakin di antara semua jawaban yang aku pilih tadi nggak ada yang
mengecoh kesimpulanmu?”
“Nggak
apa-apa. Justru kalau ada yang berbeda bukannya bisa jadi selingan sewaktu-waktu
kalau salah satu dari kita ada yang jenuh?”
“Umm… boleh
juga.”
Hei….
Bukannya baru saja kita sepakati sebuah titik temu? Dan ini baru permulaan.
Oktober 20, 2015
TITIKTEMU - PERTANYAAN
Ketika sebuah pertanyaan
berkonspirasi dengan waktu. Dan jawaban yang melegakan masih terasa jauh dari
harapan.
Saat upaya
pencarian itu masih jauh dari jangkauan titik temu. Dan waktu masih belum juga
mau ‘membuka mulut’ memberikan sedikit rahasianya. Dimana seharusnya sesuatu
itu ditemukan.
Ketika
menunggu benar-benar menguji kesabaran. Sedangkan belum juga ada sesuatu yang
benar-benar menunjukkan itikad baiknya. Datang bertamu membawa kabar melegakan.
Tahukah kamu,
sebagian orang sibuk mempertanyakan takdir orang lain. Merasa perlu
memastikannya secara berulang-ulang. Hingga terkesan mereka justru yang
terlihat tidak sabaran. Bukankah setiap orang telah memiliki takdirnya
masing-masing? Lengkap dengan ketetapan waktu dan perputarannya. Lalu kenapa
bersusah payah, mau direpotkan dengan urusan orang lain? bukankah mereka pun
banyak menyimpan pertanyaan-pertanyaan dalam hidupnya sendiri? Entahlah!
Pertanyaan-pertanyaan,
jawaban yang dibutuhkan, waktu dan takdirnya. Seharusnya selalu berkoordinasi
dengan baik bukan? Mengikuti catatan-Nya. Seperti takdir hulu yang selalu
berakhir ke muara. Lepaskan. Bebaskan. Biarkan mengalir mengikuti arus
perjalanannya. Biarkan berjalan apa adanya. Hingga pada akhirnya menemukan tujuannya.
Sampai pada takdirnya, berhenti di titik temu.
Oktober 19, 2015
TITIKTEMU - DOA
Fa, ketika kita merasa sulit sekali mendapatkan sesuatu. Sulit sekali
meluluskan harapan menjadi kenyataan.
Sulit sekali menemukan apa yang
sedang benar-benar kita butuhkan. Sulit sekali mengupayakan apa yang sedang
kita inginkan. Padahal sudah berjuang keras untuk mendapatkan.
Ketika kita merasa sulit sekali
mendapatkan sesuatu. Tidak juga ada kabar baik yang menggembirakan hati.
Melegakan pikiran. Barangkali selama ini kita hanya sibuk mengeluh. Lupa untuk
meminta. Lupa untuk berdoa.
Barangkali
selama ini kita hanya sibuk mengaduh. Lebih banyak mengutarakan
pertanyaan-pertanyaan.
Oktober 18, 2015
TITIKTEMU - TEMU
Aku pernah mengupayakan temu. Sengaja menyusuri
jarak menjadi lebih dekat. Ada keberanian yang aku pertaruhkan. Keberanian
untuk menyapa ketika pada akhirnya bersua. Bertatap muka. Sayangnya waktu masih
belum mengizinkan, masih kalah oleh keberuntungan. Mungkin lain waktu.
Aku pernah sengaja
mengunjungi tempat tinggalmu. Berharap ada sedikit kehangatan sambutan
kedatanganmu. Jarak sudah berkilo-kilo meter menjadi lebih dekat. Sudah di dalam
lingkungan desa yang sama. Meski lagi-lagi takdir bertemu belum juga ada. Mungkin
lain waktu.
Pada akhirnya aku
menarik kesimpulan. Bahwa temu bukan sekedar perlu diupayakan. Untuk bertemu
tidak bisa jika hanya berjuang sendirian.
Untuk
pertemuan, terkadang kita tidak cukup untuk sekedar direncanakan. perlu juga
membuat kesempatan.
Mungkin lain waktu,
kita lebih ‘berjodoh’ bertemu. Untuk itu keberatan kah jika aku memintamu ikut
memperbanyak doa.
Oktober 17, 2015
TITIKTEMU - TITIK
Lengkapilah titik-titik di bawah ini dengan jawaban yang tepat:
- Sebelum
berangkat sekolah, Budi ……………. kepada orang tua.
- Ani
belajar ……………. nasi di dapur.
- Ayam
berkokok harimau ……………
Setelah
menjemput adikku Syafiq dari sekolah, iseng aku melihat buku LKS-nya. Seketika
rasanya bernostalgia dengan masa-masa sekolah dulu.
Mungkin ketika
seusianya dulu, pertanyaan soal di atas akan
terasa sulit. Alih-alih akan bertanya kepada mama untuk membantu
mengerjakannya. Seiring berjalannya usia, di mataku saat ini tentu saja soal
yang sama akan sangat mudah.
Di bawah ini
adalah jawabanku :
1.
Sebelum berangkat sekolah, Budi
mengenalkan calon mantu kepada
orang tua.
2.
Ani belajar menghitung butir-butir kenangan
nasi di dapur.
3.
Ayam berkokok harimau pagi yang cerah untuk jiwa yang sepi.
Benar ngaco
kan jawabanku? Hehe… Kalau jawaban kamu apa?
Tiba-tiba aku
terpikir sesuatu, bukankah di keseharian kita juga dituntut untuk menjawab
pertanyaan yang serupa. Mencari tahu jawaban dari titik-titik misteri yang
sering kali kita pertanyakan.
Entah tentang
hidup, tentang siapa yang mejadi jodoh kita, tentang bagaimana masa depan kita
nantinya. Dan tentu pertanyaan-pertanyaan rumit lainnya. Masing-masing kita
memiliki pertanyaan-pertanyaannya sendiri.
Banyak sekali
bukan yang belum kita temukan jawabannya?
Maka seiring
berjalannya waktu dengan segala upaya kita, semoga suatu saat kita bisa melengkapi
titik-titik pertanyaan itu dengan tepat.
Malam harinya
aku iseng membuat status di bbm dengan bentuk pertanyaan.
(…………………… adalah ketika
suasana hati sedang gundah gulana karena berharap ingin sekali bertemu.)
“Missing Someone. True/False?”
Tidak terduga
sebelumnya, hanya berjeda beberapa menit, kamu menanggapinya.
“True.”
Balasku
diiringi dengan emot senyum. Dan tentu saja aku memang benar-benar tersenyum
sumringah saat itu.
Fa, saat itu
juga aku memikirkan bagaimana caranya mengupayakan temu.
Missing You.
Tepatnya. Hatiku menyuarakan itu.
Oktober 13, 2015
TITIKTEMU - SEKIRANYA KAMU BACA TULISAN INI
Sekiranya kamu baca tulisan ini,
itu artinya kamu sedang kembali. Sedang diam-diam menemuiku. Di tempat yang
dulu sama-sama kita sepakati sebagai tempat pertemuan.
Kamu ingat,
dulu kita cukup sering saling bertukar tulisan. Melakukan banyak perbincangan
melalui perantara kata-kata. Obrolan yang tidak bisa diwakili oleh lisan.
Saat-saat
itulah kita akan merasa jauh lebih dekat. Karena kita merasa sedang memusatkan
perhatian yang sama. Meraba-raba perasaan yang sedang ingin di sampaikan oleh
masing-masing hati kita. Dan kita berdua menikmatinya.
Sekiranya kamu
baca tulisan ini, itu artinya aku sedang menitipkan pesan. Ketika rindu sedang
teramat sulit untuk sekedar diejakan. Aku ingin kamu mencecap pesan itu lewat
kata-kata. Dan hatimu meresapi maksudnya.
Ini tidak
sulit untuk dipahami kan? Mengingat dulu kita cukup akrab melakukan metode itu.
Menitipkan pesan rindu ketika sedang sama-sama tidak ingin mengakuinya lebih
dulu.
Sekiranya kamu
baca tulisan ini, itu artinya aku sedang ingin menemuimu. Belakangan ini kamu
sedang sulit untuk di cari keberadaannya. Dan aku tidak banyak ide untuk bisa
menemukanmu dimana. Selain di sini. Di baris-baris kata tulisan. Sejauh ini
kita hanya berkenalan melalui tulisan kan? Dan aku cukup yakin bisa menemukanmu
lagi di sini. Di tempat yang sama-sama pernah kita sepakati sebagai tempat
pertemuan.
Sekiranya kamu
sudah membaca pesanku, sudi kiranya kamu tanggapi dengan tulisan. Di tunggu.
Jangan sampai kelamaan. Dan pastikan kamu baca tulisan ini sampai titik (.) ekiranya kamu baca tulisan ini,
itu artinya kamu sedang kembali. Sedang diam-diam menemuiku. Di tempat yang
dulu sama-sama kita sepakati sebagai tempat pertemuan.
Kamu ingat,
dulu kita cukup sering saling bertukar tulisan. Melakukan banyak perbincangan
melalui perantara kata-kata. Obrolan yang tidak bisa diwakili oleh lisan.
Saat-saat
itulah kita akan merasa jauh lebih dekat. Karena kita merasa sedang memusatkan
perhatian yang sama. Meraba-raba perasaan yang sedang ingin di sampaikan oleh
masing-masing hati kita. Dan kita berdua menikmatinya.
Sekiranya kamu
baca tulisan ini, itu artinya aku sedang menitipkan pesan. Ketika rindu sedang
teramat sulit untuk sekedar diejakan. Aku ingin kamu mencecap pesan itu lewat
kata-kata. Dan hatimu meresapi maksudnya.
Ini tidak
sulit untuk dipahami kan? Mengingat dulu kita cukup akrab melakukan metode itu.
Menitipkan pesan rindu ketika sedang sama-sama tidak ingin mengakuinya lebih
dulu.
Sekiranya kamu
baca tulisan ini, itu artinya aku sedang ingin menemuimu. Belakangan ini kamu
sedang sulit untuk di cari keberadaannya. Dan aku tidak banyak ide untuk bisa
menemukanmu dimana. Selain di sini. Di baris-baris kata tulisan. Sejauh ini
kita hanya berkenalan melalui tulisan kan? Dan aku cukup yakin bisa menemukanmu
lagi di sini. Di tempat yang sama-sama pernah kita sepakati sebagai tempat
pertemuan.
Sekiranya kamu
sudah membaca pesanku, sudi kiranya kamu tanggapi dengan tulisan. Di tunggu.
Jangan sampai kelamaan. Dan pastikan kamu baca tulisan ini sampai titik (.)
Oktober 12, 2015
TITIKTEMU - SIAPA YANG TAHU?
Kamu perlu tahu, Fa. Setelah pertemuan
kita yang kesekian. Sejak perkenalan yang aku yakin sudah ditakdirkan. Sebab kita sama percaya tidak ada yang
namanya kebetulan.
Saat itu juga
aku berharap, pertemuan ini tidak hanya sekedar siklus alamiah yang
melatarbelakangi datang dan perginya seseorang dalam keseharian kita.
Perkenalan ini ada dalam rencana jangka panjang-Nya.
Sudah menjadi
suatu yang lumrah, ketika sedang terjadi sesuatu yang menarik. Orang yang
pertama kali ikutan sibuk adalah sahabat terdekat kita. Mulai ‘rese’ merasa
perlu ikut terlibat di dalamnya. Tidak ketinggalan perihal pertemuan itu.
Barangkali itulah sisi menyenangkan memiliki sahabat yang baik. - Meski kadang juga agak sedikit menyebalkan.
Hehe…
Suatu ketika
sahabatku mulai kambuh tingkat kekepoannya.
“Siapa dia
yang beruntung itu?” pertanyaannya mau tak mau mengusikku.
Aku mendongak
malas, mengerutkan dahi. Pura-pura tidak mengerti arah pertanyaan itu. Lalu
acuh, kembali berusaha khusu’ meneruskan petualangan seru,
menyimak Holmes menelusuri benang merah bersama rekannya, Dr Watson. Hei,
tak lihatkah aku sedang sibuk membaca?
“Siapa dia
yang berhasil membuatmu kembali jatuh.” Sambil menutupi halaman buku dengan
kedua telapak tangannya.
“Setelah
sekian lama bertahan dengan kenyamanan, bertahan dengan dirimu sendiri?”
Aku melotot
pura-pura sebal. Yare-yare anak satu ini memang kalau sudah
penasaran akan terus-terusan meneror. Dan aku tahu benar hal apa yang telak
membuatnya penasaran.
“Lagi nggak
ada kerjaan ya?” aku kembali membuka halaman baru.
“Jangan pelit
deh.” Dia mulai merajuk.
Aku menahan
tawa. Merasa berhasil mengerjainya.
Ini bermula
tidak lama setelah beberapa menit lalu, aku iseng mengganti stasus bbm dengan
beberapa kata kiasan :
hati yang kembali berdesir.
Rupanya
sepotong kalimat itulah yang menumbuhkan rasa penasarannya. Karena ia tahu, aku
lelaki seperti apa. Ia merasa sudah hafal benar bagaimana suasana hatiku dan
segala macam bentuk perasaan yang ada di dalamnya. Bahkan baru-baru ini, ia
berhasil mendeskripsikannya lewat kata-kata:
hatimu itu
terlalu keras kepala untuk jatuh cinta. Tapi sekalinya terjatuh, akan
sejatuh-jatuhnya.
Itu kesimpulan
yang ia ambil sejauh ini, ketika tahu, setelah sekian lama, aku masih saja sibuk
dengan diri sendiri. Tidak terlihat tertarik ingin merasakan rasa kepunyaan
orang lain. Meskipun aku akui kalimat itu sedikit ada benarnya.
Dan untuk kali
ini tebakannya kurasa benar. Memang beberapa hari yang lalu, ada selintas
debar-debar yang berbeda, mendesirkan hati. Sedikit mengusik perasaan. Entah
itu namanya apa. Siapa yang tahu?
Awalnya aku
kira itu hanya sekedar kekaguman biasa. Seperti halnya kamu merasa tiba-tiba
suka dengan seseorang di pandangan pertama. Di pertemuan yang tidak terduga.
Sepintas saja, hanya bertemu di perjalanan. Keesokan harinya rasa itu hilang
karena memang tidak lagi ada pertemuan. Awalnya aku kira sesederhana itu.
Ternyata aku
keliru. Lalu menurutmu, Fa. Jika itu terjadi di pertemuan kedua, dan aku
merasakan desiran yang sama - bahkan
lebih kuat. Itu namanya apa? jika kamu dapat menyimpulkannya, segera
beritahu sahabatku itu ya, agar ia berhenti menerorku dengan
pertanyaan-pertanyaannya.
Itu pun jika
sekiranya kamu sudah sampai membaca tulisan ini.
Oktober 11, 2015
TITIKTEMU - PATAH
Bagaimana bila harapanmu patah oleh tanganmu sendiri? -hujan
matahari. (Kurniawan Gunadi)
B
|
agaimana bisa disebut patah,
jika harapan itu sendiri belum benar-benar terbentuk? Hanya berupa angan-angan,
asumsi yang dibenarkan oleh hati sendiri, buah mereka-reka oleh pikiran
sendiri.
Bukankah baru
bisa disebut harapan, jika memang banyak kemungkinan akan terwujud. Jika memang
benar pada akhirnya akan tersambut.
Bagaimana
bisa dipatahkan oleh tangan sendiri? bila harapan itu belum benar-benar
tergenggam oleh jemari. Bahkan kamu belum yakin bahwa yang kamu rasa adalah
harapan. Boleh jadi memang patah, boleh jadi memang rusak oleh tangan sendiri.
Entah itu memang harapan. Entah hanya sekedar angan-angan. Siapa yang tahu?
Oktober 10, 2015
TITIKTEMU - SATUKAN HARAP
Mari kita sama-sama satukan harap. Di antara kita
berdua, bukanlah yang terlewatkan.
Ketika kita
belum juga saling menemukan.
Mari kita
sama-sama satukan harap. Di antara kita berdua, bukan yang terlewati.
Ketika kita
sama-sama terlalu jauh mencari.
Mari kita
sama-sama satukan harap. Di antara kita berdua, bukan yang terlambat.
Ketika sama-sama
menunggu untuk bertemu di waktu yang tepat.
Semoga kita
bukan yang terlewatkan. Tetapi tepat untuk disatukan. Menuju satu kepastian.
“Kita hanya perlu untuk terus berdoa, terus berusaha. Terus
bergembira dengan harapan yang ada, terus berbahagia dalam menjalani prosesnya.”
Mari kita satukan harap. Dan semoga harapan itu tidak mudah
patah.
Oktober 09, 2015
TITIKTEMU - MENUJU RUMAH
Menurutku, apa-apa yang bergerak
di bumi ini sedang menuju pulang. Seperti matahari yang berjalan merambati
waktu sejak pagi, pada akhirnya akan kembali pulang. Kembali tenggelam. Seperti
aliran air sungai yang pada akhirnya pulang kelautan.
Tiap-tiap yang
bergerak akan selalu mencari tempat untuk kembali pulang. Seperti rintik hujan
pagi ini, turun ke bumi pada akhirnya akan kembali ke langit. Pulang kembali membentuk
awan.
Dan kamu tahu,
Fa. Sebaik-baiknya tempat kepulangan adalah rumah. Tempat di mana hatimu akan
selalu condong ingin kembali ke sana. Tempat yang membuatmu gelisah jika
terlalu jauh pergi melangkah. Tempat yang ketika kamu sedang berada di luar,
tetap akan merasa tenang, karena ada tempat untukmu kembali pulang.
Bukankah akan beruntung
sekali orang-orang yang sudah tahu ke mana rumah yang seharusnya ia tuju. Ke
mana tempatnya beristirahat, setelah jauh--jauh menempuh perjalanan. Ke mana
tempat segala rindu itu di muarakan.
Dan akan jauh
lebih beruntung, ketika ada yang menunggu kepulanganmu di rumah. Ada yang menyambutmu
dengan senyuman merekah. Bukankah begitu?
Entah siapa
yang sedang menuju. Entah siapa pula yang tengah menjadi rumah. Fa, barangkali
ini waktunya untuk saling satukan harap.
Oktober 08, 2015
TITIKTEMU - PULANG
Kamu tahu, Fa. Kucing adalah hewan
yang paling hafal jalan pulang. Insting untuk kembali ke tempat asal mereka
berada sangatlah tajam. Bisa dipastikan mereka tidak akan tersesat.
Keluargaku termasuk orang-orang
yang suka sekali dengan binatang. Apalagi kucing. Sejak kecil, kucing akan
silih berganti, datang, menetap dan pergi dari rumah. Entah sudah berapa
ekor kucing yang menjadi ‘teman’ bermain kami. Mulai dari si Manis – karena
bulunya orange, si Panjang – adiknya si manis berbuntut panjang,
si Bungsu – paling kecil dan paling manja. Nasibnya malang karena
pernah kecebur ke dalam sumur. Si Nenek-nenek – ibu dari ketiga
kucing tadi. Benar-benar asbun sekali ya memberi nama
untuk mereka.
Ada juga yang namanya Si Ucil yang
mati tragis ketabrak mobil. Dan entah siapa lagi nama-nama mereka aku sudah
lupa. Yang terakhir dan masih ada di rumah sampai sekarang namanya si Frei.
Ini mungkin ‘terlalu’ keren untuk nama seekor kucing
Suatu hari mama memintaku ‘buang’
Si Ucil. Karena kucing satu ini paling susah diatur. Sudah besar buang
kotorannya masih sembarangan. Suka sekali mengasah cakarnya
ke sofa. Dan mama sudah terlanjur sebal dengan ulahnya. Menurut mama, ia
sudah waktunya mau cari makan sendiri. Bukan numpang hidup di rumah kami
lagi.
Kamu pasti pernah dengar, syarat
buang kucing itu harus ditutup matanya. Orang-orang malah ada yang tega
sekali kucing-kucing itu di karungin. Sebab kalau mata mereka
masih terbuka. Masih melihat jalan yang di lalui. Sejauh apapun itu, cepat
atau lambat mereka pasti akan kembali ke tempat semula.
Saat itu, meski dengan perasaan
tidak tega, aku menggendong si Ucil sambil menutup matanya dengan telapak
tangan. Berkali-kali berusaha ngebuang kucing itu ke tempat
yang menurutku cukup jauh untuk ia ingat.
Sayangnya usaha itu gagal total.
Meski yang terakhir kali sengaja benar mengambil jalan yang berputar-putar,
naik-turun. Setelah itu berlari sekuat tenaga untuk menghilangkan jejak.
Tetap saja keesokan harinya suara ‘ngeong’nya kembali ada di depan pintu
meminta makan. Entahlah, padahal aku sudah pastikan menutup matanya dengan
telapak tangan. Barangkali insting yang menjadi mata keduanya.
Begitulah, Fa. Kucing adalah hewan
yang paling hafal jalan pulang. Sejauh apapun ia bermain, keluar rumah dengan
kehendaknya sendiri. Atau dipaksakan pergi dari tempat yang ia sukai. Tempat
yang membuat nyaman untuk ditinggali. Pada akhirnya jika ia mau, mudah
untuknya kembali lagi.
Seharusnya kita belajar seperti
kucing. Selalu tahu dimana tempat untuk kembali. Sesuai keinginannya. Sesuai
kemauan hatinya. Seharusnya kita belajar seperti kucing. Selalu tahu arah
pulang.
Kucing yang tidak tersesat untuk
kembali menuju rumah.
|
September 17, 2015
TITIKTEMU - KEMBALI
“Hei,
kamu apa kabar?”
P
|
esan singkat itu
menarik kembali perhatianku yang sedang menikmati rintik hujan. Mencoba
merasakan iramanya yang sudah cukup lama tidak turun.
Ah…
jelas sekali ini rindu. Terus terang saja, musim kemarau kali ini terlalu tega
membiarkan kami lebih lama untuk bertemu. Di penantian yang panjang, hujan itu
baru kembali pulang.
Kembali
ke pesan yang baru datang beberapa menit yang lalu. Pesan itu tidak bertuan.
Nomornya asing. Dahiku mengerut karena tidak berhasil menerka siapa yang
mengirimkannya.
Membalas pesan sederhana dan sedikit
basa-basi bertanya siapa tidak ada salahnya. Iya kan?
“Agen
Gerimicious J”
Mulutku sempurna membentuk huruf O.
Dikira siapa. Cukuplah keterangan itu menjadi alasan untuk menyunggingkan
senyum. Sesuatu yang tiba-tiba datang setelah lama tidak ‘pulang’ memang cukup
membahagiakan.
“Ya Allah, ke mana aja kamu? Ikutan kemarau?”
Jemari
itu lincah sekali mengetik balasan. Memang banyak alasan untuk antusias
menanggapinya. Banyaaaak sekali. Hingga tidak tahu kapan terakhir kali kami
masih saling sapa.
“Nggak kemana-mana kok. Kalau aku tak terlihat
mungkin lagi ketutupan sama kesibukanmu yang lain.”
Dan
rantai balas-membalas pesan itu semakin panjang. Semoga tidak akan terputus
(lagi). Ya semoga saja hujan di luar sana kali ini pun tidak cepat hilang.
“Begitukah?
Atau kamu yang sengaja bersembunyi?”
“Lagi
nggak ingin ditemukan aja.”
“Hmmm….
Masih suka sok misterius ya? Lalu apakah alasan yang membuatmu saat ini
menampakkan diri?” serius ini aku
penasaran.
“Hanya
nggak ingin mudah ditebak aja.” Hmmm sungguh jawaban yang tidak melegakan.
“Umm…
selalu begitu.”
“Hahahaha…..”
“Btw… arigato telah menyapa kembali. Rasanya
seperti telah menemukan sesuatu yang hilang J”
Ada
jeda sejenak. Secepat itukah tawa itu pergi?
“Maaf ya
kalau ilang-ilanganJ”
Sudah biasa bukan?
“Ya
setidaknya benar: Sesuatu yang memutuskan
pergi, pada akhirnya waktu juga yang membawa ia kembali pulang.”
“Tapi
nggak selalu yang pergi pasti kembali.”
“Setidaknya
ada pengecualiannya di kamu :p”
“Preeet
ah J”
“Hahaha….
Fakta yang berbicara.”
Bermenit-menit
kemudian tidak lagi ada balasan. Dan rintik hujan pun mulai hilang. Entah kapan
lagi ia akan kembali pulang.“Hei,
kamu apa kabar?”
P
|
esan singkat itu
menarik kembali perhatianku yang sedang menikmati rintik hujan. Mencoba
merasakan iramanya yang sudah cukup lama tidak turun.
Ah…
jelas sekali ini rindu. Terus terang saja, musim kemarau kali ini terlalu tega
membiarkan kami lebih lama untuk bertemu. Di penantian yang panjang, hujan itu
baru kembali pulang.
Kembali
ke pesan yang baru datang beberapa menit yang lalu. Pesan itu tidak bertuan.
Nomornya asing. Dahiku mengerut karena tidak berhasil menerka siapa yang
mengirimkannya.
Membalas pesan sederhana dan sedikit
basa-basi bertanya siapa tidak ada salahnya. Iya kan?
“Agen
Gerimicious J”
Mulutku sempurna membentuk huruf O.
Dikira siapa. Cukuplah keterangan itu menjadi alasan untuk menyunggingkan
senyum. Sesuatu yang tiba-tiba datang setelah lama tidak ‘pulang’ memang cukup
membahagiakan.
“Ya Allah, ke mana aja kamu? Ikutan kemarau?”
Jemari
itu lincah sekali mengetik balasan. Memang banyak alasan untuk antusias
menanggapinya. Banyaaaak sekali. Hingga tidak tahu kapan terakhir kali kami
masih saling sapa.
“Nggak kemana-mana kok. Kalau aku tak terlihat
mungkin lagi ketutupan sama kesibukanmu yang lain.”
Dan
rantai balas-membalas pesan itu semakin panjang. Semoga tidak akan terputus
(lagi). Ya semoga saja hujan di luar sana kali ini pun tidak cepat hilang.
“Begitukah?
Atau kamu yang sengaja bersembunyi?”
“Lagi
nggak ingin ditemukan aja.”
“Hmmm….
Masih suka sok misterius ya? Lalu apakah alasan yang membuatmu saat ini
menampakkan diri?” serius ini aku
penasaran.
“Hanya
nggak ingin mudah ditebak aja.” Hmmm sungguh jawaban yang tidak melegakan.
“Umm…
selalu begitu.”
“Hahahaha…..”
“Btw… arigato telah menyapa kembali. Rasanya
seperti telah menemukan sesuatu yang hilang J”
Ada
jeda sejenak. Secepat itukah tawa itu pergi?
“Maaf ya
kalau ilang-ilanganJ”
Sudah biasa bukan?
“Ya
setidaknya benar: Sesuatu yang memutuskan
pergi, pada akhirnya waktu juga yang membawa ia kembali pulang.”
“Tapi
nggak selalu yang pergi pasti kembali.”
“Setidaknya
ada pengecualiannya di kamu :p”
“Preeet
ah J”
“Hahaha….
Fakta yang berbicara.”
Bermenit-menit
kemudian tidak lagi ada balasan. Dan rintik hujan pun mulai hilang. Entah kapan
lagi ia akan kembali pulang.
Langganan:
Postingan (Atom)