Aku percaya tidak ada yang
kebetulan untuk sebuah perkenalan –pertemuan. Selalu ada rencanaNya yang
terselubung, yang mungkin kita tidak selalu tahu akan maksudnya. Sederhananya
itu bagian dari takdir perjalanan hidup kita.
Setahun ke belakang aku mengenal
seseorang –satu di antara banyak perkenalan lain, lewat aktivitas dunia maya.
Lebih spesifiknya kami ‘dikenalkan’ oleh tulisan. Dari blog pribadi kami. Dan
setelahnya kami seperti terhubung satu sama lain, karena ternyata sama-sama
memiliki takdir dilahirkan pertama kalinya oleh ibunya. Ya, kami anak pertama
yang memiliki golongan darah O, sama-sama keras kepala dan memiliki kesamaan sifat-sifat
anak pertama lainnya.
Aku sempat tidak habis pikir, aku
seakan sedang bercermin jika sedang berbincang dengannya. Bahkan disatu
kesempatan aku menyangka memang memiliki saudari kembar yang selama ini
terpisah jarak. Meski sampai saat ini belum pernah sekalipun bertemu dengannya.
Belakangan ini aku mulai
memanggilnya Ksatria Penyihir. Setidaknya ada dua alasan yang mendasari hal
itu. Pertama : ia perempuan yang sangat enerjik dan suka sekali tertawa, mirip
sekali dengan gambaran penyihir di negeri dongeng. Kedua : ia suka sekali
menghayal, bahkan di setiap cerita khayalannya ia selalu ingin menempatkan diri
menjadi pemeran utama. Meskipun lebih condong yang berkarakter antagonis. Rasa-rasanya
itu panggilan yang paling tepat untuknya. Ksatria Penyihir. Si penghayal yang
gemar tertawa.
Aku mengasumsikan perkenalan
dengannya adalah bertujuan untuk saling berbagi cerita. Setidaknya itu yang aku
tahu sejauh ini. Kami pun mengisi celoteh wara-wiri di whatsApp. Membahas apa
saja. Mengomentari apa saja. Hingga ia bercerita sedang memiliki rencana besar
untuk masa depannya. Katanya baru-baru ini ada seorang laki-laki asing yang
memberanikan diri meminangnya, mendatangi kedua orang tuanya. Wow, sebuah berita yang sangat membahagiakan
tentunya.
Ia sedang menjalani proses ta’aruf
dengan lelaki calon imamnya itu. Dan ia bermurah hati mau berbagi sedikit
tentang ciri-ciri lelaki beruntung itu denganku. Katanya lelaki itu pekerja
keras, terpaut beberapa tahun lebih tua di atasnya. Dan ia mulai merasa nyaman
karena lelaki itu bisa membuatnya tetap menjadi diri sendiri secara utuh.
Aku tertawa mendengar
penuturannya itu. Aku rasa sudah mulai ada benih-benih cinta yang tumbuh di
hati keduanya. Terlihat dari bagaimana cara ia menceritakan lelaki itu.
“Barangkali lelaki itu memang
sudah menjadi jodohmu.” Kataku menanggapi ceritanya.
“Seperti mau mendapatkan hadiah
tapi aku tidak tahu itu apa.” Katanya, ketika aku jahil bertanya bagaimana
rasanya berta’aruf dengan orang yang sebelumnya asing. Dan baru datang dalam
hidupnya.
Aku tersenyum, seperti itukah
rasanya berta’aruf dengan seseorang yang nantinya akan mengisi hari-hari kita
di masa depan? Sungguh akupun memiliki satu rencana besar tentang ini. Yang
beberapa tahun lalu aku sudah melayangkan bundel proposal sederhana kepada
penciptaku. Kini aku masih menunggu proposal itu diterima, dan aku mulai
membangun apa-apa yang terencana di dalamnya.
“Aku ikut senang rencana besarmu lebih
dulu terlihat perkembangannya.” Kataku di sela-sela ia ketawa.
“Ah, kamu membuat suasananya
tiba-tiba jadi sedih.”
“Lho kenapa?” aku mengerutkan
dahi mendengar reaksinya yang tiba-tiba itu.
“Kalau aku sudah menikah nanti,
pasti sedikit banyak suasananya akan berbeda.”
Tanpa perlu lebih lanjut ia
jelaskan, aku sudah menangkap arah pembicaraannya.
“Begitulah, yang sudah-sudah
malah lenyap begitu saja.” Aku seakan tersendak dengan pernyataanku sendiri.
Lengang sejenak, tidak ada chat
di WhatsApp.
Ini seperti luka lama yang
tergores lagi. Memang begitulah ironisnya, beberapa sahabat perempuanku yang
dulunya dekat, menjadi tempat berbagi cerita. Ketika telah menikah dan diboyong
suaminya, tiba-tiba mereka hilang tanpa kabar. Tanpa sapa. Entah ke mana. Dan
betapa kadang-kadang aku merindukan mereka tanpa tahu harus mencarinya ke mana.
Tidak menutup kemungkinan hal ini pun akan berulang lagi. Meskipun aku sudah
mulai terbiasa menghadapinya. Ya mungkin itulah proses hidup. Ada yang datang,
ada yang pergi.
“Tiba-tiba aku bertekad untuk
tetap menulis. Akan terus menulis.” Katanya membuyarkan kenangan-kenangan yang
tiba-tiba berkelebatan di kepalaku.
Aku merekahkan senyuman lega.
Semoga saja untuk yang kali ini akan berbeda jalan ceritanya. Karena aku sudah
tahu harus menemukan Sang Ksatria Penyihir di mana. Aku tahu harus mencari
jejaknya ke mana. Semoga saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jejakmu akan sangat berarti dan tak akan pernah sia-sia :)