Aku percaya, penggenggam
jiwa-jiwa yang hidup adalah Dia.
Aku menjalani takdirku di tempat
ini, tumbuh dan besar sebatang kara. Di tengah-tengah lapangan luas yang
permukaannya sudah hampir separuh beraspal. Ketika matahari sedang
terik-teriknya, tubuhku seakan terbakar. Berada di antara aspal-aspal yang
terbakar panas bukan lah pilihan yang menyenangkan bukan? Belum lagi hampir
setiap hari harus mau menghirup polusi-polusi kendaraan yang berlalu lalang, tidak
memedulikan keberadaanku.
Sudah sejak kecil aku sudah
menjalani kehidupan seperti ini. Seorang diri. Hanya memegang kepercayaan. Bahwa
kehidupan di mana pun itu tetap lah berharga. Harus dijalani dengan lapang
dada. Membukakan mata hati untuk selalu bertasbih, tahmid dan takbir mengesakan
Dia. Tuhan yang Maha Hidup dan menghidupi. Sebab sesuai ketentuan yang sudah
berlaku, adanya kehidupan adapula batas usia menjemput kehidupan yang lebih kekal,
lewat pintu kematian. Dan untuk itulah aku berusaha memanfaatkan rezeki nyawa
ini dengan sebaik mungkin. Percaya di manapun aku ditakdirkan untuk hidup, akan
selalu ada perhatian, kasih-sayang dan penjagaanNya. Tuhan yang telah
menitipkan nyawa kepada makhluk kecil sepertiku.
Demi nyawaku yang berada
digenggamanNya, lagi-lagi aku merasakan hawa kematian seakan mulai menjalar ke sekujur
tubuhku. Terdengar bunyi bising itu lagi. Seperti suara benda yang sengaja
digarukkan ke aspal. Sekarang-sekarang semua terasa semakin gelap, seperti
cahaya matahari sedang terhalang sesuatu. Apa benar inilah hari kematianku?
Kudengar suara gaduh di atas sana.
Apa itu suara malaikat yang berebut mengangkat rohku? Aku menutup mata, menelan
ludah.
“Boy, tolong buatkan kopi susu
dua ya.”
“Siap Bos. Tunggu sebentar saya
simpan sapu dulu.”
Tapi tunggu dulu, suasana tiba-tiba
kembali terang. Kembali aku bisa memandang birunya langit. Aku masih hidup. Sungguh
aku masih hidup. Oh Tuhan, lagi-lagi aku percaya akan penjagaanMu. Bahwa
seonggok rumput yang tumbuh di antara aspal-aspal halaman perkantoran manusia
pun tidak luput dari penglihatanMu.
Aku menghela napas lega, lagi-lagi
aku selamat dari pencabutan paksa manusia yang tadi menyapu halaman kantor
tempat ia bekerja.
dan masih berkesempatan untuk memperbaharui amalan-amalan, serta benar-benar dalam semangat nasuha.
BalasHapusInsya Allah selama masih ada kesempatan. :)
Hapus