Aku menjemur handuk. Baru selesai mandi. Setelah berpakaian rapi, hendak ke kantor post. Ada paket yang ingin aku kirim hari ini.
"Paket untuk siapa Lam?" Ibu jahil bertanya. Ia sedang menyabuti rumput liar yang tumbuh di sekitar tanaman apotek hidupnya. "Perempuan yang hati kau suka?"
"Untuk perempuannya benar, Bu. Selebihnya bukan." Dua hari yang lalu ada yang mengirimi aku sebuah buku baru, dan aku rasa tidak ada salahnya jika membalas kebaikannya dengan mengirimkan paket buku juga.
Tidak ada komentar lagi dari ibu. Jawabanku cukup kurasa.
Lengang sejenak.
Aku dan ibu memiliki sifat yang sama. Lebih banyak diam, bicara seperlunya dan pemerhati yang baik. Bahkan bisa dibilang ibu adalah pemerhati yang super duber baik. Tidak ada yang luput dari pengawasannya.
Aku jarang sekali mengobrol panjang dengan ibu. Ya, itu lebih banyak diam. Jadi memang agak aneh kalau pagi ini ibu membicarakan soal perempuan. Apalagi perempuan yang aku suka.
Dibanyak kesempatan aku merasa sifatku sebelas dua belas dengan ibu. Keras kepalanya, tidak suka yang bertele-telenya, menunjukkan sifat keterus terangannya jika ada yang tidak disukai. Dan sifat-sifat yang lain. Mungkin karena kami sama-sama anak yang dilahirkan pertama kali oleh ibunya. Sederhananya, ibu adalah anak pertama dari nenek yang melahirkan aku sebagai anak pertama. Ah malah jadi terdengar muter-muter ya?
Aku merapikan tali sepatu, kemarin baru dicuci. Ibu masih sibuk dengan sapu dan pengkinya.
"Bu, perempuan seperti apa yang seharusnya aku suka?" Ah, sekalian saja aku menanyakan itu.
Ibuku menghentikan sejenak aktivitasnya.
"Kenapa kau tiba-tiba menanyakan itu?"
"Ingin tahu pendapat Ibu saja, biar aku nggak salah pilih pendamping hidup." Jawabku mantap. Sembari memasukkan alas kaki sepatuku.
"Lam, carilah perempuan yang pandai memelihara sifat haya-nya, tanpa kehilangan sikap tegasnya. Penting itu. Dengan ia memelihara rasa malu sebagai kodrat seorang perempuan, ia akan pandai menjaga kehormatan dirinya. Pandai menjaga pandangannya, menjaga tingkah lakunya. Tutur katanya." Ibu menghentikan sejenak kata-katanya. Aku mendengarkan dengan seksama. "Carilah perempuan yang masih menjaga pandangan dengan menunduk malu jika berpapasan denganmu. Tapi ia tegas jika kepribadiannya sudah mulai terusik. Perempuan yang seperti itulah yang kuat menjaga hati dan dirinya."
"Bisakah Lam mendapat yang seperti itu, Bu di zaman sekarang ini?" Aku mengambil tas dan memakainya. Tidak lupa memasukkan paket yang akan aku kirim.
"Bisa, selagi kau sendiri pandai menjaga sikapmu terhadap perempuan mana pun. Selagi kau masih menghormati dan menghargainya. Dari perkataan, dari tingkah laku. Sesederhanapun itu."
Aku mengangguk, aku berusaha untuk bisa menjaga itu. Aku mencium punggung telapak tangan ibu. Pamit berangkat. Mulai menghidupkan motor. Memakai helm. dan Mengucapkan salam.
"Ingat Lam, jangan pernah sembarang mengumbar kata-kata cinta sebelum kau siap menikahinya." Ucap Ibuku tegas setelah menjawab salamku.
Aku mengangguk memikirkan perkataan ibu.
pesan untuk tidak pernah mengumbar kata-kata cinta sebelum siap menikah pernah saya dengar juga dari teman saya, nasehat dari ibunyaa.. ::)
BalasHapusnicee...
:) nasihat yang baik ya :D
Hapus