Lepas shalat shubuh berjamaah, beberapa orang masih terlihat khusyu dengan aktivitasnya. Bertadarus, menengadahkan kedua tangan atau sekedar tidur-tiduran di dalam masjid. Ini hari ahad, mereka tidak ada kewajiban untuk berangkat melakukan aktivitas formal, seperti bekerja, sekolah, ngampus dan sebagainya.
Begitu juga dengan dua pemuda yang akan kita ceritakan kali ini. Sebut saja mereka Lam dan Jim. Mari kita ikuti aktivitas apa yang mereka lakukan seharian ini. Apa menarik? semoga saja.
Terlihat Lam baru selesai meneruskan tadarusnya, kemudian membangunkan Jim yang sepertinya sebentar lagi pulas.
"Daripada cuma tidur-tiduran, lebih baik ikut aku." Ajak Lam sembari membenarkan posisi pecinya.
"Mengembalikan hak saudara kita. Pokoknya menarik." Lam sudah mulai bangkit dari tempat duduknya.
"Hak apa?" Dahi Jim berlipat, pagi-pagi malas sekali memikirkan yang berat-berat.
"Udah ikut aja, nanti kau tahu sendiri. Ayo bergegas." Ajak Lam sambil berlalu.
Jim mengulet sekali, dengan malas-malasan bangkit juga dari sajadah yang ia pakai sebagai alas tidur-tiduran. Pikir-pikir daripada tidak tahu mau ngapain pagi-pagi. Siapa tahu dapat makanan gratis. Jim menyeringai.
Sudah cukup jauh Jim harus mensejajari langkah Lam.
"Lho jalan kaki?" Napas Jim tersengal-sengal.
"Sejak kapan shalat shubuh ke masjid dekat rumah perlu bawa motor?" Lam tertawa kecil. Memang tidak pernah.
"Berapa jauh nih jalannya? Ini kan masih serebet kain Lam."
"Sekali-kali lah jalan santai pakai baju takwa begini." Lam membetulkan posisi pecinya.
Hah Jim menghela napas. Membayangkan bantal dan kasur yang hangat sekali jika ditiduri sehabis subuh-subuh begini.
Langkah demi langkah perjalanan mereka sudah cukup jauh. Hingga tiba di tujuan pengembalian hak yang pertama. Cukup jauh karena sudah berbeda RW dari tempat tinggal Lam.
"Coba kau bilang tujuan kita ke rumah Pak Haji Gofur, Lam. Tentu aku lebih semangat tadi jalannya." Jim berusaha merapikan kain dan pakaiannya yang sudah terlanjur kucal.
"Tentu saja aku tidak niat bilang itu, sebab aku yakin jika kau tahu tujuan kita, niatmu berubah." Lam tertawa. Rupanya Lam mengajak Jim bersilaturrahim ke rumah Pak Haji Gofur yang lusa lalu mengundangnya untuk mengikuti acara aqiqah-an putranya. Dan Lam tahu benar kalau sahabatnya Jim naksir berat dengan anak gadis pertama Pak Haji. Laela.
"Assalamu'alaikum." Lam berucap salam.
"Wa'alaikumussalam. Masya Allah. Masuk nak, langsung masuk." Pak Haji menyambut hangat kedatangan tamunya. Tidak lama kemudian acara pun di mulai.
Wahai para pembaca yang bijaksana, jarak perjalanan kedua pemuda ini masih panjang. Untuk itu bisalah kalian meneguk air minum untuk sekedar melepas dahaga. Hanya saran agar membacanya tidak terlanjur ngantuk. Baiklah mari kita lanjutkan.
Selepas acara aqiqahan tadi, Lam kembali mengajak Jim melanjutkan perjalanan. Sebenarnya Jim ingin lebih lama lagi di rumah Pak Haji, kalau perlu seharian. Ia masih penasaran dengan Neng Laela yang sepanjang acara tidak kelihatan batang hidungnya. Tapi Lam menggeleng, untuk apa pula harus berlama-lama di rumah orang yang acaranya sudah selesai. Tidak enaklah.
"Ke mana lagi kita?" Tanya Jim tidak sabaran. Setidaknya perutnya sudah kenyang diisi beberapa tusuk sate.
"Aku belum tahu, ikuti saja ke mana kaki ini mau melangkah. Pokoknya hari ini judulnya mengembalikan hak saudara kita."
"Lah memang berapa hak yang harus kau kembalikan. Hak apa pula itu dari tadi aku tidak mengerti."
"Seharusnya enam hak yang harus kita sempatkan untuk mengembalikannya. Tapi aku harap hanya lima yang akan kita temui. Sudah dua hak yang tunai. Berarti sisanya hitung sendiri." Lam menjelaskan.
Jim membentangkan jarinya, mulai menghitung. Enam dikurangi dua berarti sisa empat. Tapi yang satu kalau bisa tidak ditemui. Jadi sisaaa..... ah rumit lah. Jim tidak mau ambil pusing. Ia memutuskan membuntuti saja langkah sahabatnya. Toh sepagian ini perjalanannya cukup mengenyangkan.
Hari sudah hampir siang. Langkah Lam terhenti di sebuah rumah. Jim juga kenal siapa pemilik rumah ini. Seorang kakek tua yang sudah beberapa hari ini dikabarkan sakit. Setelah mengucapkan salam dan dibukakan pintu oleh cucu sang kakek. Lam dan Jim masuk.
"Alhamdulillah, senang sekali rasanya orang tua sakit-sakitan ini dikunjungi dua pemuda yang penuh semangat." Tutur sang kakek sembari batuk-batuk.
"Sudah coba ke dokter Kek?" Lam bertanya perhatian. Sedangkan Jim sudah sibuk melahap goreng singkok yang disuguhkan cucunya sang kakek. Dicocol dengan gula pasir.
"Penyakit tua mah hanya cukup istirahat di rumah anak muda. Besok juga pulih." Sang kakek tertawa senang. Seperti sedang tidak sakit.
"Ya setidaknya diperiksa lah Kek, ke yang lebih paham soal medis." Lam memberi saran.
Dibalas anggukan penuh penghargaan oleh sang kakek. Selepas menunaikan shalat Dzuhur. Ketika sedang asyik-asyiknya mendengarkan cerita pengalaman kakek ketika muda, tiba-tiba ponsel Lam bergetar. Seseorang mengabarkan berita duka. Lam dan Jim pamit dari rumah sang Kakek. Tanpa lupa mengucapkan terima kasih atas jamuannya. Dan mendoakan semoga kakek cepat pulih seperti sediakala.
"Untung jaraknya dekat dari sini, Lam. Kalau nggak bisa tambah besar betis ini." Jim berkomentar.
Lam tidak memedulikannya. Ada yang jauh lebih penting. Ada seorang anak yang baru saja kehilangan nyawa karena tertabrak ketika menyebrang. Ke sanalah tujuan Lam dan Jim selanjutnya.
Perkara kematian memang sulit untuk ditebak. Tidak muda, tidak tua. Padahal itulah satu hak yang sebisa mungkin hari ini dihindari untuk dikembalikan. Lam menghela napas. Termenung.
Setibanya di kediaman duka. Lam dan Jim langsung berbaur ikut mengurusi jenazah seperti seharusnya. Proses hingga liang kubur sampai sore.
Ya beberapa jam lagi perjalanan dua pemuda ini genap seharian. Kalau kalian sepanjang membaca kisahnya, berarti dari enam hak yang harus dikembalikan, masih menyisakan dua hak yang belum tunai. Mari kita lanjutkan, bisakah Lam mengajak Jim menyelesaikan misi perjalanannya kali ini.
Menjelang Maghrib Lam dan Jim memutuskan untuk mendekat mencari Masjid. Sembari menunggu waktu adzan mereka melonjorkan kaki menghilangkan pegal-pegal.
"Lam, kita berjalan dari gelap hingga hampir gelap. Tak bisakah kau menjelaskan tujuan perjalanan seharian kita tadi. Aku masih saja tidak mengerti sebenarnya apa enam hak yang ingin kau kembalikan itu. Apa sudah semuanya?"
Lam tersenyum penuh arti. "Kau ingat pelajaran Qur'an-Hadist waktu kita MI dulu? Nah jika kau ingat seharusnya kau paham apa yang aku maksud dengan mengembalikan enam hak saudara kita. Ada hadist Rasulullah SAW yang bunyinya :
عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ”حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى
الْمُسْلِمِ سِتٌّ: إذَا لَقِيْتــَهُ فَسَلِّمْ عَلَيْهِ، وَإِذَا دَعَاك
فَأَجِبْهُ،
وَإِذَا اسْتَنْصَحَك فَانْصَحْهُ، وَإِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ اللَّهَ
فَسَمِّتْهُ، وَ إِذاَ مَرِضَ فَعُدْهُ، وَإِذاَ ماَتَ
فاتـْبَعْهُ”. (رَواهُ مُسلمٌ، بَابُ مِنْ حَقِّ الْمُسْلِمِ لِلْمُسْلِمِ رَدُّ السَّلَامِ برقم 2162)
Dari Abu Hurairah RA ia berkata: Rasulullah SAW bersabda:
“Hak seorang muslim terhadap sesama muslim itu ada enam, yaitu:
(1) jika kamu bertemu dengannya maka ucapkanlah salam,
(2) jika ia mengundangmu maka penuhilah undangannya,
(3) jika ia meminta nasihat kepadamu maka berilah ia nasihat,
(4) jika ia bersin dan mengucapkan: ‘Alhamdulillah’ maka do’akanlah ia dengan Yarhamukallah (artinya = mudah-mudahan Allah memberikan rahmat kepadamu),
(5) jika ia sakit maka jenguklah dan
(6) jika ia meninggal dunia maka iringilah jenazahnya”.
(HR. Muslim, no. 2162).
Sekarang kau ingat bukan?" Jim tersenyum mengakhiri penjelasannya.
"Berarti baru empat saja yang kita kembalikan hak yang enam itu." Jim mengangguk-angguk mulai mengerti.
"Bagimu empat, tapi buatku sudah lima."
"Lho? sepanjang perjalanan tadi kita nggak menemukan orang yang sedang membutuhkan nasihat." Jim kembali bingung dengan perkataan sahabatnya.
"Memang tidak ada. Tapi aku rasa saat ini ada. Dan mudah-mudahan sudah termasuk hitungan. Bukankah kau sendiri yang menanyakan soal tujuan perjalanan kita hari ini? Anggap saja aku menasehatimu dengan mengingatkan ulang pelajaran Qur'an-hadist dulu." Jim tersenyum. "Lagi pula secara tidak langsung aku sudah mengajakmu melakukan sesuatu yang lebih bermanfaat dibanding hanya tidur sehabis shubuh. Bukankah begitu?"
Mau tidak mau Jim mengangguk setuju. Masuk akal. Dan perjalanan ini sudah ada titik terang meski menyisakan satu hak yang belum dikembalikan.
Tiba-tiba saja Jim merasa hidungnya gatal, kemudian bersin tidak bisa dielakan lagi.
"Alhamdulillah."
"Yarhamukallah." Lam mengembangkan senyum. Dengan demikian tunai sudah enam hak dikembalikan.
"Yahdikumullah." Jim ikut tertawa menyadari sesuatu.
Demikianlah pembaca yang bijaksana kisah tentang perjalanan dua pemuda yang kita kenal bernama Lam dan Jim. Perjalanan demi mengembalikan hak-hak saudaranya. Ditutup dengan gema adzan Maghrib.
Lalu kalian apa sudah menunaikan kewajiban enam itu?
saya kemaren menyesal banget karena saat anak teman saya sakit, saya nggak bisa menjenguknya. karena saya harus mengawal anak2 saya pada saat itu.
BalasHapusBisa silaturrahim di lain waktu bang kalau ada waktu lenggang.
Hapus