Selain
itu Syauqi mencontohkan kebiasaan sederhana, menunaikan shalat Dhuha sebelum bekerja. Suatu ketika Roni seorang office boy baru, tertangkap basah sedang memperhatikan Syauqi
berdoa dengan khusyu’ di mushalla.
“Ma…
maaf Pak.” Roni tampak malu dan takut sang direktur akan
memarahinya.
“Ada
apa Ron? Kamu mau shalat juga? Silakan.” Tanya Syauqi sambil beranjak dari sajadah.
“Oh nggak Pak, saya cuma lewat saja. Bapak
selalu mengerjakan Dhuha
ya?”
Roni menyampirkan celemeknya di pundak, sesekali merapikan rambut yang
panjangnya sudah melebihi daun telinga.
“Bagi
saya, Dhuha itu ibarat kunci Ron. Kalau kamu mau memasuki sebuah istana megah
dan melihat isinya, tanpa kunci kamu nggak akan bisa masuk bukan?”
Roni tampak mengerutkan dahi, rupanya perkataan sang
direktur terlalu sulit untuk ia cerna.
“Tapi
Pak, maaf… kalau bukan saya yang punya istana itu
gimana?”
Syauqi
tersenyum, rupanya pertanyaan itu berhasil memancing lawan bicaranya jadi ingin
lebih tahu.
“Begini,
kalau istana itu memang bukan milikmu, tetap kamu bisa masuk. Dengan syarat, kamu harus permisi dulu kepada pemiliknya,
tentu dengan cara yang santun. Nah,
sekarang ibaratkan saja istana itu adalah gudang penyimpanan rezekimu, dan jadikan Dhuha sebagai
cara permisimu
yang paling sopan. Agar pintu rezekimu dibukakan dengan selebar mungkin oleh
pemiliknya. Siapa tahu yang punya istana tersentuh dengan caramu
bertamu, kemudian berbaik hati memberikan singgasana dan isi-isinya untukmu.”
“Oh
gitu ya Pak.”
Roni mulai mengerti. “Aamiin ya Allah.”
“Masuk
rumah sendiri saja kita dianjurkan untuk berucap salam, meskipun tahu nggak ada orang. Apalagi masuk istana besar.”
“Iya Pak
terima kasih banyak. Kalau gitu saya permisi,
mau shalat dulu.” Roni tampak sumringah. Ia memang sedang gundah karena belum mengirimkan uang
ke kampung, perkataan sang direktur seakan
membentangkan jalan keluar untuk persoalannya itu.
“Oh... iya Ron. Sebentar.”
“I...
iya Pak?” Roni agak terkejut.
“Alangkah
baiknya kalau mau bertamu ke istana, rambutmu di cukur dulu biar lebih rapi.”
Syauqi menyindir secara halus rambut OB-nya yang sudah tampak gondrong.
“Oh iya Pak,
besok saya cukur. Maaf.” Roni salah tingkah dengan menggaruk kepalanya
yang tidak gatal. Buru-buru ia mengambil wudhu, sampai tidak sadar
celemeknya terjatuh.
Syauqi
hanya menggeleng geli memperhatikan tingkah OB-nya itu. Sejak itulah satu persatu karyawannya mulai terbiasa menerapkan Dhuha di sela-sela kerja
mereka.
***
*Koleksi cerita lama (NafAs2Masa) #Naskahyangtercecer
***
*Koleksi cerita lama (NafAs2Masa) #Naskahyangtercecer
mhuehehe kalo guru agama ika nyuruh dhuhanya tegaaas, jadi seminggu sekali diabsen dhuhanya dapet berapa banyak, ntar akhir semester dirata-rata terus itu dijadiin nilai ulangan harian, gitu :3
BalasHapusWaduuuuh ibadah kok dibikin buat ngambil nilai neng? :D
HapusIyaaa katanya sih biar jadi kebiasaan, gitu~
HapusHah kalau diterapkan di sekolahan TK atau SD masih boleh seperti itu.
Hapusdhuha memang benar adalah salah satu pembuka pintu rejeki bagi kita..dan itu sudah menjadi ketetapan dalam janji ALLAH SWT yang tak pernah diingkari......salam :-)
BalasHapusTerima kasih sudah menguatkan Mas :)
Hapus