Ada seseorang yang aku kenal, sejak pagi kembali ia bertekad untuk menciptakan satu hari tanpa tanda tanya, kalimat tanya ataupun yang berhubungan dengan pertanyaan. Ia mengaku jengah. Satu hari ini tidak ingin otaknya digerumuti oleh pikiran-pikiran yang rumit. Yang menuntut untuk mengeluarkan jawaban.
Satu hari tanpa tanda tanya. Hari yang semua orang hanya akan mengeluarkan kalimat pernyataan.
Aku akan membuntutinya sepanjang hari ini. Benar saja kan belum jauh dari daun pintu rumahnya, sudah ada ibu-ibu yang sedang mengerumuni tukang sayur, jahil bertanya.
"Pagi-pagi begini sudah pada rapi, pada mau ke mana nih?"
Aku menahan ketawa melihat ekspresi wajahnya yang menekuk. Tentu saja ia tidak berniat menjawab pertanyaan ibu tadi. Yang bertanya sekarang malah menatap heran dan sebal karena tidak ditanggapi. Aku menunjuk arah lurus untuk mewakili jawaban. Semoga saja ibu itu mengerti.
Begitulah sepanjang hari ini, ia hanya akan meladeni orang yang mengajaknya bicara jika itu merupakan kalimat pernyataan. Tidak ada unsur pertanyaan. Jika sudah menjurus, ia pergi tanpa pesan. Membuat yang mengajak bicaranya tadi mengkal tak mengerti.
Bagiku ini sungguh membosankan. Percakapan tanpa pertanyaan tidak terlalu asyik untuk diteruskan.
"Jadi masih mau bertahan sampai kapan?" Ups aku keceplosan. Ia melotot. Biarlah aku memang sudah gatal, ingin tahu sampai kapan ia akan melakukan aksi mogok tanda tanya ini.
"Aku sih bosan, obrolannya jadi nggak seru." Lanjutku.
Ia hanya diam tidak menanggapi.
"Aku sepertinya tahu alasan Tuhan menciptakan tanda tanya."
Ia mendongakkan wajahnya ke arahku. Aku menyengir. Bukankah barusan itu ia sama saja bertanya. Hanya saja menggunakan isyarat wajah.
"Karena sesekali kita memang butuh memberi penjelasan." Aku menjawab dengan nada sungguh-sungguh.
"Untuk apa?" Ia terdengar menelan ludah. Barangkali lupa kalau sudah tidak sengaja bertanya. Nah kan gugur sudah mogoknya. Aku menyeringai.
"Banyak hal, bisa untuk memberi kepastian. Menerangkan keingintahuan orang lain. Yang lebih rumit lagi untuk memberikan keputusan."
"Bukankah lebih enaknya orang itu tidak perlu bertanya. Ia hanya butuh berpikir untuk mendapat jawaban yang ia tanyakan sendiri." Nadanya sudah lebih santai.
"Sayangnya nggak begitu. Manusia pengetahuannya terbatas. Apalagi untuk urusan mengetahui maksud atau pikiran orang lain. Ya setidaknya dengan adanya pertanyaan percakapan itu menjadi dua arah dan saling berkaitan bukan?"
Ia menelan ludah. Sepertinya sedang memikirkan banyak hal. Apalagi tekadnya lagi-lagi gagal. Aku sendiri termenung oleh sesuatu yang terlintas di pikiran.
Adakah satu hari tanpa tanda tanya (?) Tuhan? sedangkan ini saja bentuk pertanyaan.
sepertinya aku tau siapa yang dicerita ini :)
BalasHapusAyo siapa? :D
Hapusseorang gadis pernah bercerita kepadaku beberapa hari yang lalu tentang kisah ini lho bang :D
BalasHapusOoooh iya iya ngerti :D
Hapus