Suatu ketika, di bulan yang
istimewa Raja Agung menggelar sebuah festival besar-besaran di beranda istana. Semua
rakyat sangat antusias menyambutnya. Berduyun-duyun mereka mulai memadati area
yang sudah ditentukan. Siapa yang tidak bersemangat? Raja menjanjikan banyak
hadiah untuk mereka. Raja mengiming-imingkan bonus-bonus istimewa yang bisa
mereka bawa pulang. Tentu saja ada syarat yang harus ditempuh.
Rakyat yang sudah memadati
beranda istana mulai riuh membincangkan ini itu, adu argumen atau sekedar senda
gurau tentang siapa yang akan mendapatkan hadiah paling istimewa. Siapa yang
paling banyak membawa pulang bonus istimewa itu. Saling berceloteh riang
tentang janji-janji Raja yang sudah berseliweran ke telinga mereka. Dan mulai
bertanya-tanya bagaimana mendapatkan itu semua. Apa yang harus mereka lakukan?
Lalu bagaimana aturan mainnya?
Barang siapa yang mau mengikuti
festival ini dan sudah memasuki istana, tidak diperkenankan lagi mengisi perut
dengan makanan dan minuman seharian penuh. Dan menjalankannya dengan kesabaran.
Ketika fajar menyingsing, suara
gaduh kokok ayam bersahutan sudah terdengar. Di mulai lah festival
besar-besaran itu. Sampai batas matahari tergelincir ke barat.
Rakyat yang sudah mengantri di
beranda, di giring ke sebuah ladang luas. Rupanya di ladang luas itulah medan
juang mereka. Berupa kolam besar, cenderung menyerupai lautan tak bertepi.
Berisi ikan-ikan Mas yang besar-besar.
Mereka diharuskan mengumpulkan
ikan-ikan Mas di kolam itu sebanyak mungkin. Sambil tetap menjaga ikan Mas
istimewa yang berwarna putih. Yang harus mereka bawa ke mana saja di gendongan.
Ikan itu tidak boleh terlepas ketika mengumpulkan ikan-ikan Mas di kolam.
Di sanalah Raja Agung melihat
langsung kualitas peserta festival yang sedang berlangsung. Ada yang langsung
terjun bebas menangkap ikan-ikan besar itu, mengumpulkannya dengan semangat.
Kejar. Tangkap. Dimasukkan ke
wadah yang sudah disediakan.
Kejar. Tangkap. Di masukkan lagi
sampai penuh. Meluber.
Sampai lupa satu hal, yang
dikumpulkan bukan serta merta hanya ikan yang besar-besar. Ikan yang banyak.
Tapi ada yang istimewa yang tetap harus diperhatikan. Harus dijaga. Sesuatu
yang menjadi konci hadiah yang dijanjikan itu akan keluar.
Sayang bukan kepalang, beberapa
dari mereka lalai, menyebabkan ikan istimewa itu terlepas dari gendongan.
Hanyut ke bawa arus.
Ada yang menangkap dan mengumpulkan
ikan-ikan besar itu dengan penuh kesabaran. Tidak marah-marah. Tidak
sikut-sikutan satu sama lain. Sabar sekali mengumpulkan dikit demi sedikit
hasil tangkapan itu. Sambil terus memelihara ikan istimewa yang berada
digendongannya.
Ada pula yang mulai kelelahan,
langsung saja menepi dari kolam ikan itu. Rupanya tidak sabaran, kehausan,
kelaparan. Lupa dengan peraturan tidak boleh memasukkan apapun ke dalam perut
sampai festival itu selesai. Ah, rakyat satu ini sudah kehilangan antusias,
seolah lupa dengan hadiah-hadiah yang dijanjikan. Tidak ada lagi kepedulian
untuk diri mereka sendiri.
Menarik sekali melihat itu semua.
Hingga pada akhirnya festival itu
selesai. Perhitungan pendapatan pun di mulai. Tangkapan mereka semua disortil
satu persatu. Dibagi menjadi beberapa kelompok. Mereka yang mengumpulkan
ikan-ikan besar paling banyak, sumringah sekali di kumpulkan dalam satu
kelompok. Mereka sudah berbungah hati akan mendapatkan hadiah paling istimewa.
Di sudut lain berbaris pula
kelompok yang berhasil mengumpulkan ikan dengan baik. Dan kabar baiknya
kelompok ini tetap memiliki ikan istimewa yang sehat terawat. Aku prediksi,
mereka inilah yang lebih dulu diperhatikan oleh Raja. Kelompok inilah yang
memiliki kesempatan paling besar untuk mendapatkan hadiah istimewa itu. Aku
harap begitu.
Lalu bagaimana dengan kelompok
yang memilih menepi tadi? Ah aku pun tak tahu apa nasib mereka selanjutnya.
Sambil menunggu hasil keputusan
Raja yang entah kapan selesai. Mari kita review sejenak festival di atas.
Bukankah gambaran mereka hampir mirip dengan peristiwa puasa Ramadhan di tahun
ini? Berapa banyak orang yang ikut antusias menyambutnya di awal-awal, berpuasa.
Berlomba-lomba beramal soleh. Tapi semakin ke belakang mulai meninggalkan,
mulai kembali ke rutinitas yang biasanya. Ke sifat sebelumnya.
Atau bahkan cenderung tidak
menghormatinya lagi. Kehilangan rasa malu untuk tetap makan di siang hari.
Lalu tentang ikan istimewa yang
ada di kisah festival tadi, bukankah hal serupa pula dengan orang yang
menjalankan puasa, tapi ia lalai memelihara shalat 5 waktunya. Mau menunaikan
puasa, tapi tidak mendirikan shalat. Padahal
seperti halnya hasil akhir festival di atas, bahwa hal pertama yang akan
diperiksa adalah perkara shalat baru selanjutnya ibadah yang lainnya.
Semoga ada sesuatu yang bisa
direnungkan. Dan diperhitungkan oleh pikiran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jejakmu akan sangat berarti dan tak akan pernah sia-sia :)