Dear sebilah tulang rusukku...
Apakabar imanmu?
Senantiasa dalam jalur yang aman
ya, yang selalu membawa ketaatan. Insya
Allah.
Entah kenapa malam ini aku ingin
kembali menyapamu. Rindu? Ah, mungkin. Bukankah rindu itu sering kita namai
bentuk termanis (r)asa dari sebuah doa?
Selain alasan tersebut di atas,
aku sedang merasa khawatir sekali. Kau tahu mengapa? Belakangan ini ada
keresahan-keresahan yang sedikit banyak menggangu kinerja pikiran. Ini semua
tentang amanah yang dititipkan oleh Allah kepada kita nanti. Masa depan iman si
buah hati.
Kamu bisa lihat bagaimana kondisi
akhir zaman ini. Bagaimana carut-marutnya dunia oleh kerusakan-kerusakan yang dibuat
manusia. Bagaimana langit-langit kebenaran semakin diselimuti kabut abu-abu.
Samar-samar. Kalau kita tidak memiliki mata hati yang jeli, sulit rasanya kini
membedakan mana yang bathil
terbungkus rapi oleh keindahan. Mana
yang isinya benar-benar Haq, tapi
kemasannya rusak terkelupas. Masya Allah,
semoga mata hati kita selalu terbasuh oleh cahaya keimanan. Dituntun oleh
kehati-hatian akal pikiran.
Jadi wajar sajakan kalau aku
begitu khawatir? Bukankah kita juga sering menamai khawatir adalah bentuk dari
proses perbaikan diri. Bentuk rencana-rencana yang harus disusun dari jauh-jauh
hari.
Lalu apakabar bekal kita? Sudah cukup
tangguh kah kita ‘pasang badan’ untuk melindungi si buah hati nanti? Bagaimana
dengan persiapan ilmunya? Sudah cukup bekal untuk mendidik masa depan iman
mereka di masa yang mungkin jauh lebih rusak kondisinya dari zaman kita
sekarang?
Entahlah! Belum kemungkinan-kemungkinan
yang bisa merusak tatanan hidup lainnya.
Untuk itu, duhai ukhti yang belum
jua bernama...
Aku mencoba berbagi keresahan ini
denganmu. Barangkali sedikit banyak kamu sudah punya solusinya, sudah mengerti
tindakan apa yang harus diambil nanti sebagai orang tua yang baik. Sebagai pendidik
alamiah, seorang ibu yang menegakkan tulang punggung keimanan mereka. Kalau
memang begitu, bisakah kamu berbagi solusi denganku? Mari kita diskusikan
masalah ini bersama. Bagaimana bentuk tanggung jawab kita nantinya.
Dan untuk itu pula, aku sadar
saat ini yang terpenting bagiku adalah menyiapkan diri dengan sebaik-baiknya,
menjadi pemimpin yang baik untuk keluarga kecil kita nantinya. Menjadi imam
untukmu. Menjadi ayah yang baik buat bayi yang terlahir dari rahimmu. Sibuk berbenah
diri dan memperbaiki masa lalu yang sudah dilewati. Karena aku percaya, apa
yang kita lakukan, apa yang diperbuat, dikatakan hari ini, sedikit banyak akan
berpengaruh juga untuk masa depan iman-iman mereka. Si buah hati yang menjadi
amanah untuk kita bersama.
Aku harap kamu pun terus
mengupayakan hal yang sama. Dan semoga kelak kita benar-benar dipersatukan
dalam misi yang sama, menjaga keluarga kecil kita sejauh mungkin dari kobaran
api neraka. Insya Allah, Aamiin ya Rabbal
‘alamin.
Duhai, sebilah tulang rusukku...
Apakabar hatimu?
Teruslah berdoa untukku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jejakmu akan sangat berarti dan tak akan pernah sia-sia :)