Bulan, jangan pergi dulu. Banyak yang masih betah kau
di sini. Sungguh!
Mereka membicarakanmu sepanjang malam. Dalam doa-doa
yang dipanjatkan. Dalam pusatan kening yang bersujud. Dalam keheningan malam
yang temaram.
Mereka mengharapkan keberadaanmu sepanjang nyawa. Khawatir tidak sempat lagi berjumpa denganmu di lain hari.
Mereka menyenandungkan bait rindu sepanjang perjalanan. Dari lidah-lidah basah tasbih, hamdalah. Dengan tarikan napas penuh kesyukuran. Dengan tetes air mata keharuan.
Mereka mengharapkan keberadaanmu sepanjang nyawa. Khawatir tidak sempat lagi berjumpa denganmu di lain hari.
Mereka menyenandungkan bait rindu sepanjang perjalanan. Dari lidah-lidah basah tasbih, hamdalah. Dengan tarikan napas penuh kesyukuran. Dengan tetes air mata keharuan.
Bulan, jangan
cepat berlalu. Banyak yang mengharapkanmu lebih lama bertamu. Sungguh!
Barangkali, kemarin aku yang tak pandai mengisi waktu
luang. Menghabisi siang-malammu dengan sikap penghambaan, menyebut-nyebut nama
Tuhan yang menganugerahkanmu. Hingga di penghujung ini aku berharap kau
meluangkan waktu barang sebentar lagi untukku isi, bulan.
Bulan, sungguh aku cemas dengan umur yang bersarang di
badan. Cemas sisa waktunya tidak cukup banyak untuk menunggumu kembali. Sungguh
aku cemas dengan sikap susah diaturku ini, akan kembali menguasai setelah
engkau pergi.
Lalu apa yang bisa aku pertanggung jawabkan nanti di
masa peradilan? jika pada akhirnya aku tidak lulus kau didik dengan baik. Jika
aku tidak juga berhasil menyabet gelar takwa. Jika tidak bisa
menempatkan diri dan hati tetap dalam landasan kebaikan.
Bulan, jangan pergi dulu....
Rasanya baru kemarin kami bergembira menyambut
kedatanganmu. Sedangkan esok hari sudah harus menatap punggungmu pergi.
Bulan, jangan pergi dulu. Banyak yang masih betah kau di sini. Sungguh!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jejakmu akan sangat berarti dan tak akan pernah sia-sia :)