S
|
aat gerimis sore itu, kedua bersaudara kakak dan adik bercakap-capak riang. Sambil menikmati
rintik air turun dari balik jendela kamar. Di waktu yang bersamaan, di tempat lain
juga ada dua anak yang sedang
bersiap-siap melakukan perannya
sebagai pengojeg payung.
"Kak aku suka hujan!" tutur Salsa sang adik.
"Alhamdulillah! sudah mulai hujan nih. Lumayan buat tambahan penghasilan, ayo berangkat!" Ajak Andi salah satu dari pengojek payung
tersebut.
"Tentu sayang, banyak yang suka hujan! nggak cuma kamu. lihat deh mereka yang di luar sana! Mereka juga sedang menikmati hujan seperti kita." Dika menunjuk ke arah dua pengojek payung, untuk memberi tahu Salsa.
"Tentu sayang, banyak yang suka hujan! nggak cuma kamu. lihat deh mereka yang di luar sana! Mereka juga sedang menikmati hujan seperti kita." Dika menunjuk ke arah dua pengojek payung, untuk memberi tahu Salsa.
"Kenapa ya, di saat anak-anak lain sedang berselimut,
kita justru harus keluar cuma buat mencari uang?" Keluh Bimo, pengojek yang satunya. Ia tampak tak begitu semangat.
"Yang mana Kak? maksud Kakak yang sedang berdiri bawa payung itu?" tanya Salsa, ia melihat kedua anak pengojeg
payung masih di tepi trotoar.
"Sudah ayo ah! bukan saatnya untuk mengeluh, ini kan memang sudah jadi tugas kita. Setidaknya kita
bisa main hujan-hujanan tanpa ada yang harus ngelarang, lagian lo masih butuh duit kan? nikmati sajalah..." kata Andi memberi semangat kawannya.
“Iya mereka yang kakak maksud, kayaknya asyik ya bisa menyatu dengan
hujan seperti mereka?” rasanya sudah lama memang Dika tidak main hujan-hujanan
seperti waktu kecil.
"Hehe benar juga lo, tadi gue mikir apa ya? ayolah! Lets go... !! waktunya cari mangsa." Bimo sudah
tampak sedikit semangat. Dan mulai membentangkan payungnya untuk menawarkan
jasa.
"Iya ya kak!
aku saja nggak boleh sama sekali kena hujan sama dokter. Aku hanya bisa
menikmati hujan dari balik jendela ini. Beruntung ya mereka kak.. lihat itu
pada ketawa-tawa sambil lari-larian. Waaaah kayaknya asyiiik.. hmmm..." Salsa ikut
menikmati hujan dengan melihat pengojeg payung itu.
Kedua Pengojeg payung itu tampak riang
berlarian sambil mengiringi mangsa mereka yang sedang menyewa payung. Keduanya
terlihat senang dapat
penghasilan yang lumayan banyak hari ini.
“Saat sudah sembuh
total, nanti kamu juga bisa menyentuh hujan langsung seperti mereka! Sekarang
kita nikmati saja hujan itu seperti ini. Oke sayang?” Dika hanya bisa memeluk adik satu-satunya itu dengan
sangat erat.
***
30 menit berlalu
"Kak, lihat deh hujannya berhenti, pasti sebentar lagi akan ada pelangi yang
indah. Aku mau lihat pelangi Kak!" kata Salsa
yang belum beranjak dari depan daun jendela kamarnya.
Sedangkan
kedua pengojeg itu sudah menepi karena memang hujannya sudah reda. Sambil
mengeringkan pakaian.
"Bentar-bentar jangan pulang dulu, biasanya kalau dari sini
pelanginya bisa kelihatan lebih jelas.." Ajak
Andi keika melihat Bimo sudah mau beranjak pulang.
"Kenapa kamu suka pelangi Sa?" tanya Dika.
“Waaah kereeeen!! benar kata lo melihat
pelangi di sini jelas banget..”
“Kata mamah, pelangi itu punya banyak warna
kak, seperti hidup kita ini. Di sekeliling kita kan nggak sama semua warnanya.
Tapi perbedaan warna itu saling melengkapi makanya terlihat indah dan harmonis.
Kata mamah kemarin sih gitu!” Salsa mengeja perkataan mamahnya kemarin secara
sempurna.
"Makanya jangan
suka ngeluh, setidaknya kita masih
bisa melihat pelangi yang sama kan. Seperti mereka,
meski di tempat dan keadaan yang berbeda. Bahkan mungkin kita jauh lebih jelas melihatnya di tempat ini, iya nggak?" Andi meledek
sekaligus menyemangati kawannya itu.
"Iya sayang! Kamu benar, seperti kita yang berada di kamar ini. Dengan mereka
yang tadi kamu lihat sedang hujan-hujanan di luar. Meski cara
menikmati hujan dan melihat pelanginya berbeda antara keadaan dan tempatnya,
tapi setidaknya kita semua bisa melihat pelangi
yang sama. Dan pelangi itu
tetap akan indah."
Tampak Dika dan Salsa, serta kedua anak
pengojek payung itu. Bimo dan Andi. Hanyut dalam pemandangan indah ke arah yang
sama meski di tempat yang berbeda.
Dua sisi dalam satu arah, beda warna, satu pandangan..
wuihh....indahnya dan sedih alur ceritanya. dari arah manapun kita bisa melihat pelangi, hanya tempat yg berbeda namun pelanginya tetap satu
BalasHapusSeharusnya begitu kan ya? :D
Hapusbaguuuuuuuus :')
BalasHapuskok kayak pernah baca, ini pernah diposting di catatan fesbuk ya bang?
Iya ini tulisan lama di fb.. liat masih berantakan tanda bacanya :)
Hapussaya suka bagaimana cara kamu selalu menyuguhkan percakapan-percakapan yang semacam ini. mengena dan terasa tidak terlalu berlebihan.
BalasHapusTerima kasih udah berkunjung ke sini Chank :)
Hapuskeren zi, gak nyangka dari judulnya. isinya gitu :D
BalasHapusHehe emang harusnya isinya apa? :D
Hapus