Malam
mulai pekat, tapi langkah Alif masih jejak menapak kehidupan. Suaranya
masih mendengung riang bersahutan dengan ukulelenya. Dengan perut
keroncongan Alif menghibur mereka yang sedang lahap makan disebuah rumah
makan ditepi jalan.
"Kok dibuang sih Dek?" Nada sumbang itu begitu memanas telinga alif. Sepotong tempe mendoan tergeletak bebas di dekat kaki, membasahi tenggorokannya dengan telanan ludah.
"Nggak enak Yah tempenya." Nada polos itu sungguh menggemaskan.
"Ya tapi jangan dibuang Dek, kamu ini. Ya sudah makan nasinya." Sang Ayah memberi nasihat. Lalu memberikan dua keping lima ratusan kepada pengamen itu. Alif berlalu.
"Kakinya jangan gitu Ben, nanti kesandung."
Beni tetap saja menendang-nendang kaleng bekas minuman, tidak
menghiraukan nasihat ibunya. Hatinya masih mendekal karena tidak
diperbolehkan membeli mainan oleh sang Ibu. Dari arah yang berlawaan
seorang kakek tua sedang mengayunkan gancunya, matanya melirik ke sana
kemari mencari sesuatu. Sambil memanggil karung kecil yang sudah
setengah penuh oleh barang.
"BENI, jalannya licin nanti kamu jatuh." Sekuat tenaga Beni menendang kaleng itu hingga melesat jauh ke sebuah parit. Ia kesal sejadi-jadinya. Tak selang lama kakek tua itu sedang bersusah payah mendapatkan sebuah kaleng minuman yang ditendang oleh Beni tadi.
"Kok dibuang sih Dek?" Nada sumbang itu begitu memanas telinga alif. Sepotong tempe mendoan tergeletak bebas di dekat kaki, membasahi tenggorokannya dengan telanan ludah.
"Nggak enak Yah tempenya." Nada polos itu sungguh menggemaskan.
"Ya tapi jangan dibuang Dek, kamu ini. Ya sudah makan nasinya." Sang Ayah memberi nasihat. Lalu memberikan dua keping lima ratusan kepada pengamen itu. Alif berlalu.
Apa yang disia-siakan mungkin saja itu menggantung harapan besar untuk orang lain.
***
"BENI, jalannya licin nanti kamu jatuh." Sekuat tenaga Beni menendang kaleng itu hingga melesat jauh ke sebuah parit. Ia kesal sejadi-jadinya. Tak selang lama kakek tua itu sedang bersusah payah mendapatkan sebuah kaleng minuman yang ditendang oleh Beni tadi.
Apa kita seakan
lupa, hal yang sesederhana itu betapa berharga, menjadi tumpuan hidup
seorang jiwa yang berusaha menyambung nyawanya.
Semalam saya kalah dengan si lelah jadi belum nulis bebas lagi, maaf ya ini repost catatan lama :D semoga masih segar :)
BalasHapusselalu segar Bang..
HapusBang segar selalu
Hapussaya banget tuh. hkhkhk
Hapussegar bang selalu
Hapushkhk tuh banget saya
iya Bang. kita harus punya kepekaan yang baik deh di masa sekarang.
BalasHapusmakanya, yuk isi postingan ini kita kampanyekan bersama. peduli kepada sesama. sesuatu yang mungkin bagi kita tidak berguna, ternyata bisa sangat berharga buat mereka.
caranya gimana kang?
Hapusiya bang caranya gimana?
Hapus:( hadeuh bang, bener banget.. betapa seringnya kita membuang2 sesuatu yang menurut kita tak diperlukan, tapi sama orang lain demikian pentingnya.. astgahfirullaah hiks hiks..
BalasHapusijin copas ke blog wordpress ya bang postingannya..
mbak dini ini sampai typo nulis istighfar :D
Hapussilakan mbak dengan senang hati :)
alangkah buruknya sifat2 kita sebagai manusia, tidak menghargai rizki yg Allah berikan kpd kita. mudah2an ini menjadi pelajaran buat saya
BalasHapusBuat saya juga, semua pesan yang ada di blog ini sebenarnya sentilan buat saya sendiri.
Hapusciat ciat ciat .
BalasHapusnyimakkk ah .
Jleb bgt ini tulisan
BalasHapus