Kau tahu di dalam dunia imaji
seseorang itu, semua hal terasa begitu nyata. Permukaannya luas sekali, bahkan sejauh
mata memandang masih ada lorong misterius yang amat menarik untuk disinggahi. Tentang
tempat-tempat yang belum pernah ia kunjungi, tentang hal-hal ajaib yang belum
pernah membelalakan matanya, membungahkan hatinya. –meskipun tetap ada
bagian-bagian yang menakutkan.
Tak lepas pula tentang bayang
seseorang yang sama sekali belum pernah ia temui. Nah untuk soal yang satu ini
aku lebih suka menyebutnya berasumsi dengan perasaan. Menebak-nebak bagaimana
alur cerita ini akan berlanjut ke depan. Menerka-nerka bagaimana jika suatu
hari ada kesempatan yang membawa mereka bersua lebih nyata. Atau hanya akan
begini-begini saja? Terlepas dari jarak yang masih saja bersikukuh menghalangi sebuah
pertemuan. Ah, bagaimanapun menebak-nebak soal perasaan akan selalu menggelitik
bukan? Membuat hati sedikit gatal.
Sekarang ini saja Dunia imajiku
seakan sedang menampilkan dua orang- animasi terbaik versiku, sedang
bercakap-cakap di layar pikiran. Membahas soal ini, itu. Bersenda akrab, saling usil main ledek-ledekan atau
bahkan tertawa terpingkal karena hal yang lucu. Padahal kenyataannya aku hanya
sedang asyik melamun, membayangkan semua itu sedang berlangsung. Ah,
berimajinasi memang selalu mahir membuat hati lebih menyenangkan. Meskipun pahitnya
aku lagi-lagi hanya berkutat soal harapan.
Kau tahu berapa lembar gulungan
kertas takdir yang menyimpan rapi rahasia-rahasia yang telah ditulis Tuhan? Tak
terbilang banyaknya bukan. Mungkin boleh jadi sampai usiamu tamat pun ada
potongan rahasia yang belum lengkap sempurna kau terima. Atau sudah, Tuhan
sudah sampaikan tapi kau lambat menyadarinya. Ah, bagaimanapun cara
penyampaiannya sebuah rahasia memang akan selalu menjadi misteri yang menarik. Membuat
hati cemas menduga-duga. Sibuk mendiagnosa. Merangkaikan kebetulan-kebetulan
yang boleh jadi hanya bagian dari permainan harapan. Berasumsi soal perasaan. Entah
hasilnya enak dikecap, atau kecut sekali.
Dan satu rahasia itu belakangan
ini menjadi primadona, selalu menjadi topik utama dalam perbincangan santai
muda-mudi yang sudah mulai resah. Apalagi kalau bukan soal jodoh mereka. Soal hati
siapa yang pada akhirnya setia menemani mengisi hari, sampai melangkah jauh ke masa-masa
tua.
Satu rahasia yang menarik bukan? Bahkan topik satu ini selalu nyaris membuat
aku ingin tertawa. Bukan tertawa karena menahan geli, tepatnya tertawa gatal
karena mau tidak mau akupun sudah harus mulai memikirkannya.
Kau ingat percakapan waktu itu,
ketika otakku sedang kumat kritisnya. Tiba-tiba saja aku bertanya satu hal liar
yang melintas di pikiran. Tentang hakikat pertalian jodoh yang sebenarnya. Kita
sama-sama sudah hatam, sering mendengar, bukan lagi hanya selentingan kabar
bahwa semua makhluk diciptakan berpasang-pasangan. Dan seorang laki-laki
memiliki sebilah tulang rusuk yang terpisah dari rongganya.
Menurut hemat cerita, mereka yang
sudah resmi berakad nikah berarti sudah menemukan jodohnya. Si lelaki sudah
menemukan sebilah rusuknya, si perempuan menemukan rongga tempatnya berteduh -untuk
mengabdi selamanya. Pertanyaanku saat itu, lalu apa kabarnya dengan orang yang
terlalu sering bercerai? Kemudian menikah lagi dengan yang lain. Apa kabarnya
dengan suami yang memiliki istri lebih dari satu? Bukankah katanya hanya
sebilah rusuk? Berpasangan dalam artian hanya berdua. Lantas? Aku menyeringai,
mengerutkan dahi mengingat pertanyaan membingungkan itu.
Dan aku masih ingat sekali, pada
akhirnya kau mampu menjawab pertanyaan itu dengan pintar, terbilang cukup bijak.
Katamu : “yang aku tahu hakikat jodoh sebenarnya itu yang berjodoh sampai
negeri akhirat kelak. Mereka yang tetap berjodoh sampai muara syurgaNya. Menurut
pemikiranku sih begitu. Tapi terlepas dari benar atau tidaknya pendapatku bagaimanapun
Allah lebih tahu akan jawaban rahasia ini. Kita tunggu saja.”
Itu kalimat penutupmu waktu itu. Melegakan sekali.
Seakan dahaga keingintahuanku lenyap seketika seperti butiran embun yang
terkena sinaran mentari. Atau seketika tercekat di tenggorokan sendiri.
Entahlah! Ya, pada akhirnya aku sepakat dengan buah pemikiranmu itu. Semua yang
di dunia terlalu relatif dan sementara nilainya. Alih-alih juga soal perasaan. Dan
yang pasti toh kita harus tahu diri untuk tidak terlalu banyak tanya akan rahasia-rahasiaNya.
Aku tersenyum mengenang
percakapan waktu itu. Sambil membayangkan wajahmu bersemu merah sebelum menjawabnya.
Dua animasi versiku yang sedang
akting di pikiranku masih menyelesaikan perannya. Yang lelaki sedang berusaha
meneguhkan hatinya, mulai panas dingin membulatkan hati, memberanikan diri
hanya untuk mengaku rindu. Lalu bagaimana reaksi yang perempuan? Aku tak tahu
lamunanku buyar seketika bersamaan si lelaki itu membeku sempurna, hanya karena
terlalu takut mendengar jawabannya.
Ya sudahlah aku sudahi saja
menjelajah dunia imaji ini. Satu pesanmu sudah aku terjemahkan sempurna. Soal
apa? tanya hatimu.
postingan sebelumnya {Shout Out} : Jangan mepet-mepet ya!
postingan sebelumnya {Shout Out} : Jangan mepet-mepet ya!
iya zay udah kuganti napas napas hahaha lupa melulu deh...
BalasHapusaih aih dia datang cuma bahas itu doang huuuuu
Hapuscerpen apa curhat ini? *Tiba-tiba jadi ingat Putri Cahaya*
BalasHapushehehehehehe
#nyengir kuda.
sayangnya di lakaran minda nggak ada label curhat En. Ini labelnya Cerpen :D
HapusPutri cahaya? ada apa dengannya?
intinya penekanan pada "jodoh" manusia. ini salah satu misteri Ilahi yg tak ada ujungnya, yah..sampai kapanpun.
BalasHapusNah inikah kesimpulannya??? hihi
Hapus