Ada yang bilang sebuah rasa
adalah perjalanan panjang menuju muara tak berujung. Berkelok-kelok mencari
arah yang tepat. Menghalau tingkah-tingkah kejemuan yang menggoda. Dan tentu
saja dari perjalanan panjang itu ada komponen yang istimewa. Rindu, bulir-bulir
murni sebagai bumbu penyedap rasanya.
Lalu apakah kau tahu rindu itu
sebenarnya berasal dari mana? terbuat dari apa? Apakah ia terbuat dari sumber
mata air dari dasar hati yang paling murni. Jernih karena ketulusannya. Terbuat
dari putik-putik rasa yang paling setia menunggu. Percaya kepada benang sari
yang akan menjemputnya. Entahlah aku tak tahu tepat asal muasalnya. Satu yang
pasti, rindu akan selalu menjadi bumbu yang paling istimewa untuk menyedapkan
rasa.
Tapi seperti halnya perjalanan
dalam bentuk lain, perjalanan sebuah rasa pun tak akan pernah benar-benar mulus
menuju dermaganya. Ada saja duri-duri kecil yang menggangu. Salah satunya duri
yang suka menggoda rindu-rindu yang ada. Mereka menjadi tidak stabil seperti
biasanya. Bulir-bulirnya berceceran, mengurai sembarangan bukan pada tempatnya.
Pada akhirnya ada rindu yang
gentayangan tanpa arah mencari tuannya, setengah putus asa sampai ia terdiam
lama. Ada rindu yang hanya bisa menggigit jari, ia mulai lelah mencari
kepastian yang sedang bersembunyi. Ada rindu yang sedang menahan amarah, kesal
dengan dirinya sendiri yang belum bisa juga beranjak pergi dari harapan yang
lebih dulu pergi. Ada rindu yang tetap sabar menunggu, tanpa jemu, masih
menggantungkan harap yang dibawa waktu. Ada rindu yang diam-diam terisak,
merasakan sesak oleh kenyataan yang mulai terkuak. Oleh setia yang seakan-akan
terinjak-injak. Ada rindu-rindu yang menunggu sendirian, memandang lurus
kejauhan, menghela napas kesepian. Ada rindu yang memanggil ketika hujan mulai
menggigil. Tentang masa lalu yang terlalu usil. Ada malam-malam panjang dengan
rindu yang tidak ringan. Bayangan yang hanya nyata dalam angan.
Tapi setajam apapun duri-duri itu
menggangu perjalanan sebuah rasa. Bagaimanapun rindu akan tetap menjadi
komponen yang istimewa. Tak mungkin kamu mudah mengacuhkan rindu, kalau rindu
itu sendiri sudah lebih dulu menjajah rasa hatimu. Tak mungkin kamu bisa
menganggap rindu itu tidak ada, kalau rindu itu sendiri yang membuat rasa
hatimu lebih nyata. Apa iya kamu tidak tahu persis bagaimana merindu, jika
jarak lagi-lagi memaksamu untuk mau menunggu. Jangan konyol menganggap rindu
itu cuma hal sepele, sedangkan mengatakannya nyaris membuatmu nggak pede. Boleh
saja kamu berusaha menganggap rindu itu tidak nyata, boleh jadi kamu hanya
sedang berpura-pura tidak merasa.
Lihatlah, untuk urusan rindu saja
kadang membuat perjalanan sebuah rasa akan terguncang. Lalu bagaimana kalau
rasa itu sendiri yang pada akhirnya terganggu? Apa kabarnya dengan tujuan
mereka sebenarnya? akan sampaikah ke muara yang katanya tak berujung itu. Kita
lihat nanti akhir perjalanannya.
Bagaimana pun setitik rindu akan
selalu lebih istimewa untuk sebuah rasa, dibandingkan rasa itu sendiri yang tak
lagi percaya kalau masih memiliki rindu.
postingan sebelumnya [CERPEN] ; Lelaki yang berjalan mencari perubahan
postingan sebelumnya [CERPEN] ; Lelaki yang berjalan mencari perubahan
rindu yang bergentayangan.. berkeliaran penasaran pencari pemiliknya..
BalasHapusjadi mengerikan melihat rinduku sendiri