Bagaimana pun kamu mengelak, sekuat apapun
melupa. Hati akan selalu pulang. Menyapa kembali masa lalu. Minimal
tentang kenangannya. Lebih-lebih sisa harapannya.
Siapa yang menginginkan luka? Tidak ada. Tapi
lihatlah seperti apa kerja sebuah luka. Tanpa pinta, tanpa sengaja,
tanpa disadari, tanpa rencana. Luka kecil mampu mengiris perih hati
seseorang. Tanpa isyarat apa-apa gerimis mengundang airmata. Lalu
bagaimana luka yang dibuat sengaja? Aduhai hati pun tidak tega
menceritakan rasanya.
Bertahun-tahun belajar mengubur kisah itu,
memendam rapat-rapat asa dan rasa dalam album memori hati, sekuat
mungkin tidak ingin dibuka kembali. Terkubur rapi dalam jeruji hati,
tersimpan rapi di dasar hati. Semakin tertutup, tersamar dengan
kisah-kisah baru. Asa baru. Rasa baru. Aduhai, tidak butuh satu menit
untuk kembali menyeruak kepermukaan semua memori itu, tumpah meruah
kembali diingatan. Padahal hanya dengan sekilas kenangan.
Dua sisi yang sama-sama keras kepala sedang
berdebat hebat, bersikukuh mempertahankan pendapatnya. Tentang satu hal
yang kadang berasa sangat berharga, kadang menjemukan bahkan lama-lama
sungguh memuakkan. Sebuah pilihan.
Sisi pertama berteriak
keras. "Bukankah sebaiknya kau yang mengalah? Untuk apa kau
melindunginya? untuk apa kau mati-matian mempertahankannya. Untuk apa
hah? Apa yang akan kau dapat? Tidak ada, tidak akan pernah ada."
Sisi yang lainnya lebih lantang berteriak "Aku berhak memilikinya,
aku harus menjaganya. Aku membutuhkannya. Kau tidak berhak melarangnya,
karena kau tidak mengerti. Jelas-jelas kau tidak pernah mengerti. Tidak
akan."
Kedua sisi itu bernama logika dan perasaan. Mereka bertengkar membuat gundah hati. Membuat samar pilihan. Tugasmu
sekarang, leraikanlah mereka. Rangkul lah mereka. Dengan sikap tegasmu. Hanya itu, mereka akan berdamai. Kembali berjabat erat. Segan
mendengar sikap tegas itu.
Pada akhirnya hanya hati yang bisa lapang
dengan penerimaan yang baik. Hanya hati yang mau berdamai dari luka dan
kecewa. Hanya hati yang mampu melega dari sesaknya dusta dan harapan
semu semata. Bukan logika. Bukan pikiran. Bicaralah dari hati.
Dengarkanlah kata hati. Bukan logika. Bukan pikiran. Karena itu yang
bisa memaafkan segala kejadian. Karena itu yang melegakan.
yupz...seringkali perasaan dan logika tak sejalan, tak ada yang mau mengalah diantaranya...
BalasHapusyah...memamg hati yang harus berdamai...
postingan yang sangat menarik, membuat saya ingin mengulang membacanya kembali....:-)
:) silakan di ulang
Hapusudah...hehe
Hapuslelaki memakai logika, wanita memakai perasaan, lelaki mampu menghancurkan perasaan wanita dan wanita mampu menghilangkan akal lelaki
BalasHapusWoooo begitukah?
Hapuskatanya sih begitu :p
Hapusbaiklah kalau begitu.
Hapusbetewe, lakaran minda artinya apaan ya?
BalasHapus*bertanya dengan wajah polos
udah pernah di bahas nih coba diubek ubek postingannya hehe
Hapusbaiklah
Hapus*singsingkan lengan baju
#siap ngublek
eh, bikin kopi dulu aaaah..
judulnya apa bang.. sudah ublek2 sampe arsip januari 2012 kok gak ada
Hapus*ngambek
T.T
http://www.azura-zie.com/2013/02/nyataku-tanyamu-di-balik-lakaran-minda.html
Hapushihi....
Jangan beri luka :p
BalasHapusjangan ya.
Hapusmau baca udah ngantuk abis. besok pagi deh Insya Allah
BalasHapusAsyik-asyik wae bang haha
Hapuskenangan memang sulit untuk dilupakan #moveON
BalasHapusBegitukah?
Hapusuntunglah saya tipikal perempuan sanguinis yg mudaaaah sekali memaafkan *seketika merasa keren*
BalasHapusCieeee yang udah keren :D
Hapusbuseeet, ika sering kayak gitu, tapi dikirain itu setan sama malaikat yang kaya ditipi-tipi gitu, ternyata logika sama perasaan yang lagi ribut ya -_-
BalasHapusbus***et itu apa ya ka?
Hapus