"Le lihat dunia itu
kecil." Sambil menunjukkan replika dunia sebesar bola kasti, berwarna biru
langit yang suka dimainkan anaknya. "Bisa kamu genggam erat-erat, kamu
guncangkan keras-keras. Atau saat kamu sudah siap untuk kehilangannya, kamu
bisa lemparkan jauh-jauh sampai hilang di pandangan mata."
Syauqi kecil mengangguk pelan
seakan mengerti perkataan bapaknya.
"Dunia juga punya kubu-kubu,
seperti petakan sawah yang bisa ditumbuhi berbagai macam tanaman. Manusia
tinggal memilih mau menanam benih apa, sesuai keinginannya, dan berharap masa
panennya akan berhasil. Pandai-pandai lah kamu memilih mana yang baik dan mana
yang nggak seharusnya kamu pilih. Niscaya kamu akan selamat Le."
"Tapi Pak, kenapa ibu suka
melarang ini itu, padahal Uqi memilih yang lebih Uqi suka." Syauqi kecil
merasa ini waktunya mencari pembelaan bapaknya.
Kardiman tersenyum simpul.
"Begini saja, sekarang bapak ibaratkan pilihan itu seperti semangkuk sayur
bayam dan sebotol saus cabai. Bapak mengerti kamu memang nggak suka makan
sayuran, kata kamu pahit, padahal kamu belum pernah mencobanya Le. Dan kamu
paling nggak bisa kalau makan tanpa saus, bisa-bisa kamu nggak makan seharian.
Ibumu marah karena takut kamu sakit perut kebanyakan makan saus, tapi tetap
saja kamu lebih memilih saus. Itulah pilihan, kamu belum tahu mana yang
sebenarnya baik atau mana yang cuma obsesi kemauanmu semata. Tapi pada akhirnya
kamu juga yang merasakan dampaknya, kamu yang menanggung semuanya, orang lain
nggak bisa berbuat apa-apa. Makanya ibumu banyak menasehati, karena ibumu lebih
tahu mana yang lebih baik untuk anaknya. Ibumu tahu sayuran lebih baik, lebih
sehat, cuma kamu belum menyadari itu. Saus juga baik, bapak juga suka makan
pakai saus, selagi nggak berlebihan. Kelak kamu mengerti Le, apa yang dilarang
orang tuamu itu baik. Dan nasihatnya itu suatu saat menjadi obat manis untuk
anaknya. Nggak ada orang tua yang mau melihat anaknya celaka."
"Begitu juga kamu melihat
dunia. Kelak ketika kamu besar, kamu akan menemukan ladang hijau yang tumbuh
subur pohon bayam, tapi keberadaannya tinggal satu petak. Karena di sekitarnya
sudah dibangun beraneka ragam gedung yang menjanjikan kesenangan, yang memiliki
banyak permainan. Orang-orang yang melihat ladang itu akan bilang, kolot,
ketinggalan zaman, bukan tempat yang asyik untuk berkumpul. Seperti itulah
gambaran umat islam akhir zaman, anak-anak kecilnya akan sulit diarahkan untuk
mempelajari Al-Qur'an, remajanya akan malas berkumpul riung menghidupkan
masjid-masjid, untuk shalat berjamaah, bershalawat bersama, membaca
sejarah-sejarah para Nabi. Kaki mereka akan enggan untuk melangkah ke tempat
yang jelas-jelas lebih bermanfaat untuk mereka."
"Ladang bayam itu seperti
acara pengajian yang kemarin Uqi ke sana sama bapak ya? Yang banyak orang-orang
pakai baju koko sama peci itu. Yang banyak teman-teman Uqi juga."
"Iya seperti mereka."
Kardiman tersenyum senang Syauqi bisa menanggapi. "Sebaliknya Le, sebagian
orang tua lebih bangga melihat anak-anaknya berprestasi di sekolah, pintar
bicara bahasa asing, pandai mengoperasikan komputer, memainkan alat musik,
menghafalkan nyanyian-nyanyian, tanpa didukung dengan pendidikan agamanya.
Remajanya lebih suka nongkrong di jalan, berkumpul menyaksikan konser-konser
musik, menghabiskan waktu mereka untuk bermain dan bersenang-senang, tanpa
mereka sadar bahwa hidup di dunia itu singkat. Sangat-sangat singkat."
"Berarti Syauqi nggak boleh bisa
seperti mereka Pak? Syauqi lihat di TV, mereka jadi terkenal Pak."
"Boleh saja Le. Bapak kan
sudah bilang dunia itu kecil, bisa kamu genggam, bisa kamu guncang kalau kamu
mau. Yang nggak boleh itu kamu menjadi kecil karena dunia. Kamu terlena dengan permainannya.
Seperti sebotol saus cabai ini, tergantung kamu yang menggunakannya. Cukup
sekedar tahu saja kalau ada yang seperti itu, untuk bahan pembelajaran hidup,
dan biar kamu nggak dibilang ketinggalan zaman. Boleh kamu memasukinya, tapi
nggak kebablasan dan tahu waktu kapan akan berhenti."
"Selalu ingat pesan bapak
Le, ambil setiap pilihan yang ada dengan bijak. Pandai memilah-milah mana
sahabat yang mengajak kebaikan, mana yang cuma membawa kemaslahatan. Sebab,
kelak kita semua akan berkumpul dengan orang-orang yang kita cintai, teman
berkumpul kita ketika di dunia. Dua hal yang membuatmu selamat dunia akhirat
Le, Ridha Rabbmu dan Rindu Rasulmu. Empat R itu yang harus selalu kamu pegang
erat. Karena nggak ada lagi penghalang kalau Allah sudah Ridha, dan hanya
Rasulullah sebaik-baiknya pemberi syafaat di akhirat kelak. Sosok idola
sesungguhnya yang bisa menyelamatkan kita. Selalu kamu ingat itu, bagaimana pun
keadaanmu kelak. Makanya jangan sampai salah memilih idola dalam hidup."
Syauqi mengangguk-angguk memahami
nasihat bapaknya. Ia mengukir senyum, melukis wajah bapaknya yang arif, sabar,
tenang dan selalu terlihat tegar dalam ingatannya.
Hidup adalah penuh dengan pilihan, kadang yang tampak manis belum tentu baik untuk kita atau bahkan sebaliknya. Kita yang mengatur kehidupan atau kehidupan yang mengatur kita.
BalasHapusI like it.
Setuju bang, harus pandai pandai melihat dari segi yang lebih positif :D
Hapusasyiiik. muncul juga sekarang tokoh Pak Kardiman dan Syauqi-nya.
BalasHapusBiar lebih bermanfaat bang daripada cuma ada di folder nggak keluar-keluar hehe
Hapusjangan sampai memilih idola dalam hidup. :)
BalasHapusPilihan idola cuma satu untuk selamanya, Rasulullah SAW.
HapusKalau saya sih fokus ke SAUS CABAI nya aja. Dalam artian yang sebenarnya Saus cabai atau saus Sambel memang top. Sambel botol kata orang. Soal merek boleh bebas. Tapi saya pernah icip icip sambel dari Lampung juga tidak kalah pedasnya. Huaaaaa malah komen soal kuliner sih hiheiheiheiheiheiee
BalasHapusHahaha emang jagonya akang satu ini kalau soal icip icip makanan. Sip kang pengetahuan soal sambal saya meningkat satu oktaf
Hapuswah.. namanya ky nama suamiku -_______-
BalasHapussyauqie
:D
Really? Wooo...
Hapussaya suka makan cabai juga nih
BalasHapusokay
HapusSalute banget kalau punya bapak seperti Kardiman ini, berjiwa besar dan penuh kearifan., tiodak asal melarang tapi diiringi dengan kebijaksanaan dalam ungkapan. Keren ^_^)b
BalasHapusBapak kita masing-masing jauh lebih dari sosok kardiman di fiksi ini, dari semua hal. Pasti begitu kan? :)
Hapushidup itu pilihan...dan hanya dua piliha yang ada. jalan kebenaran atau jalan kesesatan...dan semoga kita tidak salah memilih :-)
BalasHapusAamiin, jalan yang lebih baik tentunya.
Hapusya, dunia itu kecil... apalagi manusia, sungguh tak pantas menyombongkan diri
BalasHapusBetul sekali :)
Hapus4R : Ridha Rabbmu dan Rindu Rasulmu. jangan lupa juga dengan ridha orang tua. Nasihat yang bagus sekali..
BalasHapusAlhamdulillah.
HapusBapaknya Syauqi bikaj sekali, entar nurun ke Syauqinya :D
BalasHapusMudah-mudahan ya...
Hapus