Dunia ini masih terlalu dini untuk murung. Lihat ada banyak di jalan orang yang [maaf] kehilangan anggota tubuhnya masih
bisa tersenyum. Anak-anak kecil berlarian riang sambil mencari plastik
bekas bungkusan yang masih bisa dijual, mereka masih bisa tersenyum. Masih ada abang-abang yang badannya basah karena keringat, menggali lubang di
jalan. Mereka masih bisa berbincang-bincang seru sama temannya. Meskipun kita tidak
tahu apa yang dipikiran mereka, apa yang ada di hati mereka. Tidak tahu sebenarnya adakah yang mereka resahkan? Setidaknya
kita tahu mereka belum murung untuk menatap dunia, apalagi menontonkan
keluhan mereka kepada orang lain. Lalu kita yang lebih beruntung dengan
mereka kok dunianya lebih sering murung? jangan-jangan bukan kita yang
lebih beruntung, tapi mereka.
Aduh-aduh masih banyak generasi sekarang yang sibuk main olok-olokan tentang status perasaannya di sosial media atau di dunia nyata. Tentang status jomblo lah, LDR-an lah, belum bisa move on lah. Senang baru dapat gebetan baru lah. Galau karena gebetan nggak respon lah. Menggelitik sekali mendengarnya. Tapi, ya sudahlah itu pilihan mereka, dunia mereka. Hanya ingin menggaris bawahi satu hal, bahwa yang berpacar (sebelum nikah) bukan jaminan lebih terhormat dari yang belum berpasangan. Yang belum berpasangan (sebelum nikah) bukan jaminan dia orang yang paling malang dan memperihatinkan. Bukankah yang jadi jaminan lebih baik adalah mereka yang sibuk memperbaiki diri, sibuk menimba ilmu, sibuk mengejar impian. Setidaknya lebih terjamin masa depannya dibanding yang masih sibuk main olok-olokan tentang status yang belum resmi. Bukankah begitu? kalau tidak setuju, kembali lagi biarlah itu pilihan mereka, biarlah itu dunia mereka.
Belum lagi yang terlihat gelisah
dibilangan usia yang sudah semakin dewasa, apalagi kalau bukan belum
dipertemukan jodohnya. Usaha sudah, berdoa sepanjang malam nggak lepas. Harapan jangan
ditanya, baranya selalu berkobar tanpa jeda untuk padam. Tapi sayang
lagi-lagi nasib baik suka main petak umpet. Atau memang begitu hukum
alamnya, waktu itu tidak pernah meleset sedetikpun dari ketentuan.
Seperti halnya dipertemukan dengan pasangan. Jadi nggak bagus saja kalau terus
menerus terlihat gelisah, selalu sensitif jika ditanya teman,
kapan? kapan? kapan? Aduh, aduh kalau waktunya tepat, jodoh juga akan
menyapa di depan mata. Anggap saja tempat petak umpet itu ada di ruang
yang cuma berjarak lima langkah darimu. Tempat itu bernama S-A-B-A-R. Bukannya semua manusia itu ditakdirkan
berpasang-pasangan ya?
Ada lagi orang yang merengut ketika belum juga mendapat pekerjaan. Tiap hari pontang-panting ke sana kemari menawarkan diri untuk bergabung di perusahaan. Usaha sudah jelas, doa tak pernah lupa, harapan terus-terusan berkibar di ujung penantian. Tapi sayang, kadang nasib baik suka main teka-teki pada mereka. Atau memang begitu hukum alamnya, waktu itu tidak pernah meleset sedetikpun dari ketentuan. Jadi lucu saja kalau sepanjang waktu dihabiskan untuk merengut, mengeluh cape, mengeluh habis ongkos, mengeluh malu sama teman dan keluarga, mengeluh ijazah tak banyak guna. Aduh, aduh kalau waktunya sudah tepat pekerjaan itu juga datang. Anggap saja satu kolom teka-teki itu lima kotak yang tersisa, S-A-B-A-R. Bukannya binatang melata saja nggak luput dari rezekinya?
Dunia sudah mulai merenta, kasihan ia semakin terbebani oleh keluhan-keluhan, angan-angan panjang, harapan-harapan kosong dan kecewa yang berlebihan.
*hanya untuk yang mau menerima jawaban,
untuk telinga yang mau menerima pendapat orang lain.
Untuk hati yang selalu ingin memperbaiki diri.
*Geist!
padahal sudah jelas, jika ada celah untuk mengeluh, berarti ada celah juga untuk bersyukur.. mengapa orang memilih untuk mengisi celah itu dengan mengeluh? entahlah..
BalasHapussetuja lah, setuju sejutaaa :D
Hapus