Hai Mentari, yang selalu mengajarkan arti sebuah kehangatan.
Penggegas harapan baru ketika pagi menyapa. Pelopor keceriaan untuk senyum
semesta.
Ini bukan kisah baru yang aku paparkan kepada penduduk
langit, dalam desahan napas yang berderu. Karena sebelumnya aku pernah
menceritakan persoalan ini kepada awan berarak. Semoga saja selepas itu, awan
putih kembali bugar dan secara tidak sengaja ia menyebarluaskan aura positif kepada
gumpalan awan lain. Hingga langit benar-benar cerah oleh awan-awan berarak yang
mendapatkan kembali semangat hidupnya. Itu harapanku waktu itu, dan menjadi
harapan yang sama kali ini (untukmu).
Ini kisah seseorang tiga tahun silam. Jika hidup itu
selalu menakjubkan, ia percaya. Jika Tuhan begitu baik kepadanya, ia sangat
percaya. Jika senang dan sedih berada di dalam kordinat yang sama, ia pun lebih
dari pernah merasakannya. Tertarik untuk mendengar? Begini kisahnya :
Sebut saja seseorang itu si Kabut Pekat. Suatu ketika
Ia berjibaku antara manisnya hidup dan getirnya mendekati jurang kematian.
Ramadhan yang seharusnya jadi tumpuan kerinduan, ia harus gadai dengan
membaringkan diri di salah satu bangsal rumah sakit. Ketika bulan mulia menjadi
moment spesial untuk bermesraan dengan Tuhannya, ia justru diasingkan jauh dari
keluarga.
Semua berawal dari satu pagi, ketika seorang dokter spesialis
tanpa tedeng aling-aling berkata, "Wah ini sudah cukup parah, hampir
seluruh bagian sudah bolong dan harus dirawat. Untung segera diperiksa Pak.
Sudah berapa lama seperti ini?" dokter itu menjelaskan, sambil
memperlihatkan hasil rontgen kepada
ayah si pasien pada hari yang mendadak menyeramkan itu.
Saat itulah Kabut Pekat tertegun, mencoba mengakumulasikan
kabar yang baru ia dengar, semua ini ujian atau teguran? Alih-alih satu bulan
penuh, ketika saudara-saudaranya sedang berlomba-lomba memetik kerinduan,
berpuasa, tadarrus Al-Qur’an, berbuka dengan keluarga, ia justru harus menelan
dua belas jenis tablet obat setiap harinya. Serta mulai hafal dengan pertanyaan
wajib sang dokter ketika memeriksa, “Masih berdarah batuknya?”
Kamu tahu mentari, sepanjang manis pahit kisah itu apa
yang ia rasa? hampa tanpa air mata. Ya, ia memang terlahir memiliki hati yang
teramat keras. Sehingga tidak mampu mengkontaminasi mata untuk mengeluarkan
butiran kristalnya. Sepi, tanpa keinginan. Tapi coba tebak apa yang terjadi
setelah itu?
Inilah garis besar yang ingin aku ceritakan. Suatu
ketika ada seseorang yang berempati menjenguknya. Bukan, orang itu tidak menanyakan
bagaimana keadaan dirinya. Atau kapan pulang, atau pertanyaan penuh iba lainnya.
Hanya satu pertanyaan yang masih mengiang-ngiang di gendang telinga Kabut Pekat.
"Sudah shalat?"
Deg!
Seolah hatinya tersengat petir yang menggelegar. Setengah
bulan Kabut Pekat tidak pernah lagi mengerjakan shalat. Hanya terbaring dan terbaring.
Ia hanya bisa menggeleng pelan. Untuk sekedar ke kamar mandi saja harus di
tuntun oleh dua orang. Pikirnya sewaktu itu. Tapi orang yang berempati itu
malah menampar keras-keras tanpa iba dengan celoteh tajam berikutnya.
"Shalat, nggak ada alasan untuk nggak
shalat."
Seakan Kabut Pekat tertohok.
"Kan bisa tayamum di tembok ruangan ini. Kalau
nggak kuat berdiri shalatnya bisa sambil duduk atau tiduran. Yang penting
sebisa mungkin shalat, jangan sampai nggak. Bagaimana Allah mau dekat, kamunya
saja menjauh."
Itu teguran yang meluluhkan mata hati si Kabut Pekat,
dan ternyata juga yang membawa semangatnya untuk kembali sembuh.
Lalu bagaimana kisah Kabut Pekat sekarang? Alhamdulillah, ia kembali sehat seperti
sedia kala, dan kali ini tengah mencoba menjadi semilir angin lembut untukmu,
membawa kisah ini. Kisah yang akan menjadi pelajaran berharga semasa hidupnya.
Syafakillah
Mentari, cepat kembali bersinar dengan kehangatan dan semangat memberi.
Allah selalu
tepat waktu, hanya kita yang selalu saja terburu-buru untuk mengeluh dan
berhenti ber-asa. Padahal janjiNya selalu nyata.
*Geist!
ini pengalaman pribadi apa fiksi yah? terus kok bolong itu penyakit apa loh .... kok obatnya banyak banget
BalasHapusBanyak dan pahit pastinya, yaiyalaaah :D
Hapusyang sakit derajatnya diangkat Tuhan, kalo mau menjalankan kewajiban Masya Allah luar biasa itu ^^
BalasHapusAamiin, rencanaNya memang selalu manis :)
HapusBagus
BalasHapusVisit back
cutecutehave.blogspot.com
Trims... Insya ALLah nanti ya...
Hapussyukurlah, kabut pekat udah sembuh, kenapa tetap pekat, bukankah bisa berganti nama menjadi kabut terang...
BalasHapuskalau ganti nama harus tumpengan dulu kali bang :D
Hapusbubur merah putih dong, ngundang tetangga minimal 10 orang, haha
HapusNyiapin besek buat dibawa pulang :D
Hapusdalam kondisi apapun jangan lupa ninggalin sholat,..
BalasHapusIyaaaa shalat, shalat :D
HapusSolat mampu menentramkan jiwa, dengan dekat sama yang Maha Kuasa hidup akan terasa indah dan lebih bermakna.
BalasHapusSetuju bang :D
Hapusgak da alasan tuk gak shalat....
BalasHapuslike this...
salam knal...
Betuuuul :D
HapusSalam kenal kembali..
kunjungan perdana mas, ijin baca ^_^
BalasHapusIya silakan :D
Hapustypo detected :D
BalasHapusemang ya?
HapusAlhamdulillah mendapat teguran dari orang yang bijaksana.
BalasHapusCoba yang nanya malaikat, kena pukul itu. Itu artinya Allah masih sayang.
*alamat url-nya berubah ya kang?
sereeem bang itu mah hehe...
HapusHehe iya, lagi dirombak ini juga belum selesai.
Emg enggak pernah bosen-bosennya baca gaya tulisan kang uzay yang keren ini :D
BalasHapusAh kau berlebihan nak Rizal :D
HapusKabut pekat itu beneran ada bang? apa boongan?
BalasHapuskalo beneran dan udah sembuh ya syukurlah. :)
Banyak ka kalau lagi mau ujan banyak menggelung awan-awan di langit.
Hapusmaksudnya kan dicerita ini baaaang -_-
HapusOOOh gitu ya ka.... *manggut-manggut
HapusIzinkan aku tertawa sejenak....
BalasHapus