Elegy sunyi sedang mengibarkan bendera setengah
tiang. Ada kabar besar yang dibawa angin hari ini. Seorang gadis kumal baru
saja dipaksa menelan pahitnya kenyataan. Hatinya mencelos seakan lepas dari
tempatnya, terkejut tak tertanggung sampai surut beberapa langkah kebelakang
dari tempatnya berdiri. Berdebam, terjerembab begitu saja di tanah basah bekas hujan
pagi tadi. Mungkin kekuatannya sudah benar-benar memuai tak tersisa. Tubuhnya lusuh,
wajahnya tidak ada sinar-sinar semangat untuk melewati hari. Bahkan untuk
memandang ke depan.
Aku yang tidak sengaja lewat, melihatnya iba. Teriris.
Meskipun aku tidak tahu permasalahan apa yang sedang menimpanya. Ingin rasanya
memberikan sandaran bahu untuknya berteduh sejenak. Tapi, aku rasa kesendirian
dalam sepi adalah teman yang lebih bisa merangkulnya saat ini. Seperti masa-masa
keterpurukanku dulu ketika pernah berada di posisi yang sama. Sendirian dan
tidak tahu sebenarnya apa yang sedang terjadi. Tepatnya ingin pura-pura tidak
tahu.
Aku tidak mendekat, tidak pula meninggalkannya.
Kakiku terpaku seakan melihat potongan kisah masa lalu, masa-masa tersulit
bagiku. Sepertinya aku harus cepat tahu apa yang membuat ia berduka lara. Aku takut,
takut ia benar-benar mengalami hal yang sama. Ah bagaimana dulu aku begitu membenci
perpisahan, aku benci rasa sakit yang dibawanya. Begitulah hukum alam, semakin
membenci justru semakin dekat dan akrab. Semenjak itulah aku mulai berdamai
dengan keadaan. Agar waktu mau berkonspirasi denganku melupakan kesedihan. Aku berhasil,
dikit demi sedikit rasa sakit itu terkikis begitu saja dan berganti dengan
hangatnya penerimaan. Aku harap ia pun bisa begitu.
Ada yang bertemankan elegy sunyi. |
Lihatlah bagaimana waktu begitu tidak peka
melihat kesedihan, ia terus saja berlalu membiarkan gadis kumal itu tergugu
dalam bisu. Satu jam berlalu, ia tidak bergeming sama sekali. Aku takut elegy sunyi
benar-benar akan membawanya pergi ke dalam jurang keputusasaan.
Tanpa banyak pertimbangan aku mendekatinya. Sisa-sisa
isak masih terdengar pelan, berselaan dengan deru-deru napas sebal, emosi yang
tertahan. Gadis kumal itu mendongakkan kepalanya sejenak. Ia menatapku tidak
peduli. Kemudian kembali membenamkan wajahnya, memeluk lutut. Aku menelan
ludah, sepertinya urusan ini tidaklah sederhana.
Aku duduk menyamping di sebelah kiri, ikut
memeluk lutut. Kini aku seakan benar-benar merasakan kesedihannya. Atau mungkin
kenangan masa lalu itu benar-benar kembali? Aku menghela napas. Mencoba membuka
percakapan. Lirih semoga terdengar.
“Kau tahu sekelebatan sunyi akan tampak murung
dalam kidung sepi. Apalagi jika si mata sendu ikut bersedih dalam duka. Aduhai,
dunia yang begitu luas seakan tersudut oleh sesak isak. Dan kau tahu apa yang
bisa membuat sunyi itu terbangun dari lautan kelamnya? Binar mata pengharapan,
akan selalu ada kasih sayang Tuhan yang merangkul kita. Cukup kita percaya itu
saja.”
Tidak ada tanggapan, keadaan masih senyap. Tapi
kulihat posisi duduknya mulai tidak tenang. Ada sedikit getaran di sana. Kembali
aku menatap lurus ke depan.
“Untuk apa keluhan melenguh panjang, menyendat
napas-napas lega yang seharusnya kau syukuri. Terpejamlah sejenak, atur
perputaran napasmu. Dan percayalah tidak lebih lama dari waktu membuka mata,
sekat-sekat yang menggerogoti semangatmu akan terlepas satu persatu. Luluh dengan
rasa syukurmu yang baru.”
Ku dengar lenguhan napas lebih panjang. Aku tahu
persis bagaimana tidak nyamannya ada orang lain yang ikut campur di waktu
seperti ini. Seperti waktu itu, tiba-tiba ada yang datang menasehatiku, tapi
aku acuh seperti dirinya. Hmm, setidaknya aku sudah mencoba menghiburnya. Baiklah
aku akan kembali membiarkannya sendiri.
Tapi ternyata tidak selang lama aku melangkah, hanya selemparan batu ia berbicara lirih satu kata. Telingaku masih bisa mendengarnya.
“Te… terima kasih.”
Tapi ternyata tidak selang lama aku melangkah, hanya selemparan batu ia berbicara lirih satu kata. Telingaku masih bisa mendengarnya.
“Te… terima kasih.”
Aku menoleh dan tersenyum hangat ke arahnya. Setidaknya
ia lebih baik dariku dulu. Mungkin ia lebih cepat sadar, satu hal yang
terlambat ku sadari waktu itu. Ketika kesedihan berkolaborasi dengan
ketidakpedulian, itu jauh lebih menyesakkan. Ah, semoga sisa harinya lebih
cerah, seperti halnya sisa hariku yang masih harus diperjuangkan.
Semoga kita ketemu di kemudian hari dengan
keadaan dan suasana yang lebih baik. Semoga.
akhirnya dia berkata.
BalasHapussatu hal yang melegakan pembaca.
saya berdoa semoga kalian bisa berjumpa kembali dalam keadaan yang lebih baik.
Aamiin meskipun ini fiksi dan entah siapa yang nanti bakalan ketemu, haha..
Hapusyaa begitulah Om Roni, semua yang fiksi dan nonfiksi pasti didoain
HapusXD
haha lucu denger ocha manggil bang Zach om Roni.. :D
Hapusweseeeh, ganti lagi tampilannya. bagus baaang, go grin ;D
BalasHapuseh, jadi ini tru stori ya bang? kasiaaan :(
btw, gadis kumal? itu ketemunya bukan dijogja kan ya bang?
Fiksi ika,
Hapuscieeee yang ke sungging denger denger kata kumal #eh...
abisan ada doa semoga kapan2 ketemu lagi gitu, kirain beneran
Hapusbiar kumel juga ika mah wangi bang :p
haha itu buat pemanis di penutupnya aja :D
Hapuspercaya percaya... kalau sekalinya mandi ngabisin diterjen mah :P
sabar ... nanti pasti akan bahagia .. bendera itu harus sampai atas jangan setengah
BalasHapusNah, pasti setelah dikerek lagi ke atas 17an nanti :D
Hapusseperti biasa bang, saya speechless kalo di kisah2 kayak begini..
BalasHapus*uyel2 ujung jilbab*
Ah mbak din saya jadi ikutan speechless :D
Hapus*nggak pake jilbab*
hmm...keunggulan cerpen ini adalah kuat di emosi tokohnya sehingga terasa "GLEB" nancap dihati,hehe...
BalasHapusBegitukah sampe GLEB?? haha bikin jleb nih komen.
Hapusselalu 2 jempol utk fiksi2 disini :)
BalasHapusaku tambah 5. yang satu pinjam bang uzay ya?
HapusXD
Nah lho jadi banyak jempol begini, bisa ditukerin yang lain ga ya?
Hapuswahh, bagus ini ceritanya :)
BalasHapustrims....
HapusAmin :)
BalasHapussedihhhhhh
Ah masa Zal?
Hapus*ehem* cuma bisa batuk baca tulisan ini..
BalasHapusehem' nya yang mana ya? semoga yang nggak keberatan :)
Hapussaiia selalu seperti ini ketika 'renungan closet' terjadi :p
BalasHapusWOW! begitu menghayati ternyata haha
Hapusiya betul uzay. sesulit2nya hidup, harus ttp bisa bersyukur :)
BalasHapusnah itu satu point yang ingin disampaikan. :)
Hapushmm story yah ...bagu2 ^_^
BalasHapusbukan bukan....
Hapusbagus bangett bang...
BalasHapussendiri sepi dan sunyi seakan bersahabat baik dan tak terpisahkan :)
Eh ada laini :)
Hapusjangan bersahabat dengan mereka ya hehe...