Keadaan langit senja kali ini sedang
tidak stabil. Peredaran awan-awan raksasa yang membentuk gumpalan-gumpalan
udara terlihat tidak seperti biasanya. Tidak bisa dikatakan mendung, tidak juga
cerah. Awan-awan bergerak pelan. Seperti itulah gambaran langit jika dipandang
lurus dari permukaan tanah. Ditambah semilir angin berhembus agak nakal,
menggoda bulu-bulu lengan berdiri menahan dingin. Dan hal itu membuat hati para
pejalan kaki yang bernaung di bawahnya was-was,
bertanya-tanya : kira-kira hujan turun tidak
ya?
Lupakan soal pertanyaan yang
bersarang di benak para pejalan kaki itu. Ada kisah yang lebih menarik untuk
dibicarakan. Sisi lain dari keadaan langit senja kali ini. Umm, seandainya saja
kamu memiliki kemampuan untuk menyibakkan awan-awan tebal yang selalu terlihat
lembut dari permukaan bumi. Niscaya senja kali ini kamu akan mendapati
pemandangan yang sangat menarik. Kamu tidak akan memiliki pertanyaan yang sama
dengan pejalan kaki tadi, karena kamu akan langsung mendapatkan jawabannya. Alasan
kenapa langit senja kali ini berbeda.
Rupanya di balik salah satu awan
raksasa itu, yang tidak mendung tidak juga cerah. Seorang putri pelangi sedang
mematutkan senyum masamnya di depan cermin. Putri pelangi yang memiliki
kekuasaan di negeri awan yang berarak bebas. Dengan istana megah berlantaikan
gelombang awan-awan lembut sebagai permadaninya.
Hei! Bukankah ia putri pelangi
yang terkenal selalu ceria? Putri pelangi yang memiliki kejernihan wajah paling
sempurna bagi siapa saja yang mencuri pandang ke arahnya. Yang senyumannya
menular, siapa saja yang melihat akan langsung ikut tersenyum. Akan kecipratan
bahagianya. Ke manakah binar-binar wajah riangnya itu pergi? Ke manakah kemilau
cahaya memesona yang ia miliki? Apa mungkin ini alasan langit senja kali ini
berbeda? Tidak mendung tidak juga cerah. Kumpulan awan yang bergerak murung.
Tapi apa gerangan yang membuat sang putri berwajah masam seperti itu?
Rupanya kisah ini benar-benar
menggelitik sekali. Kisah seorang putri pelangi yang sedang terusik hatinya. Bagaimana
mungkin, ia yang selalu dibanggakan dan disukai keberadaanya. Selalu dinanti
kehadirannya. Selalu membuat iri putri-putri lain ketika melihat
keberhasilannya, kepintarannya, tutur lembut katanya. Iri dalam artian ingin
bisa seperti dirinya, putri pelangi yang selalu menyenangkan ketika siapa saja
berada di sisinya. Tapi kali ini harus terlihat murung hanya karena seorang tamu asing yang tidak diundang. Umm,
mungkin kasarnya seperti itu. Karena setelah kejadian menyebalkan beberapa waktu
tadi, sang putri benar-benar mati rasa dibuatnya. Padahal tamu tadi, adalah sosok
yang selama ini diharapkan putri pelangi. Sosok yang selalu diharapkan kehadirannya.
Putri pelangi menggigit bibir. Memandang
lurus ke arah cermin, melihat bayangannya sendiri sedang menangkupkan telapak
tangannya menopang dagu. Kata-kata pedas tamu
tak diundang itu terus menerus mengiang di telinganya. Membuat jingga
paling memesona yang dimiliki sang putri ikut redup. Putri pelangi mulai sibuk
dengan lamunannya sendiri. Tiba-tiba bayangan di dalam cermin yang
menyerupainya terbahak kencang sekali. Mengejeknya bulat-bulat sambil memegang
perut terpingkal-pingkal kegelian.
“NGGAK ADA YANG LUCU!!” putri
pelangi tersungut-sungut sebal. Tapi bayangan di dalam cermin itu terus saja
tertawa tidak memperdulikan wajah putri pelangi yang berubah galak. Malah
tertawanya semakin lepas.
“DIAAAAAM!!”
“Ups!” Bayangan yang menyerupai
sang putri menyeringai, “habisnya wajah kamu lucu sih kalau lagi seperti ini.”
Bayangan itu kembali tertawa, tetapi tiba-tiba diam ketika melihat wajah putri
pelangi semakin murung. Mejikuhibiniu
yang menjadi perisai pesonanya redup sempurna. Ia menengelamkan wajahnya,
tertunduk.
“Ya ampun Putri, sudahlah. Kamu belum puas
melihat tamu tadi digiring paksa keluar istana oleh para pengawalmu?”
Putri pelangi tidak mempedulikan
bayangan dalam cermin yang menyerupainya terus menerus mengajak bicara.
“Apa perlu aku menyuruh
pengawalmu membawa tamu tadi kemari. Terus kamu bebas menyambitnya dengan batu
besar sambil mengeluarkan semua kekesalanmu itu di depan orangnya? Biar tamu
itu tahu bagaimana sakitnya. Sampai kamu puas dan kesalmu hilang. Kalau perlu
sampai telinganya benar-benar panas.”
Putri pelangi menghela napas. “Itu
bukan caraku.”
“Ya aku tahu, terus menerus
sembunyi dan mengurung diri dari masalah juga bukan caramu.” Suara itu
terdengar lembut tapi tegas sampai membuat putri pelangi mendongakkan kepala. Seakan
ia tertohok.
Bayangan di dalam cermin yang
menyerupainya kembali menyeringai senang karena berhasil menggoda sosok putri
di depannya. Putri pelangi melotot tajam melempar cermin dengan sisir kecil
yang tidak jauh darinya, tanda tidak suka digoda.
“Aduh aduh putri. Sadar nggak
sih, apa yang dikatakan tamu itu sebenarnya ada benarnya.”
Putri pelangi mengeryitkan dahi
tidak mengerti. Baginya bayangan di dalam cermin yang menyerupainya benar-benar
menyebalkan.
“Nyatanya, dia berhasil memancing
sisi lain dari dirimu keluar dari persembunyiannya. Sifat mudah tersinggungmu
itu. Dengan kata lain secara nggak sadar kamu sendiri yang membuka gerbang
pertahanan kelemahanmu.”
Putri pelangi terdiam. Bibirnya
mengatup sempurna. Bayangan yang menyerupainya itu tersenyum tipis.
“Boleh aku bertanya putri? apa
kamu mengingat pernah memberi harapan yang mungkin saja nggak kamu sadari,
padahal itu boleh jadi sangat berarti untuk orang lain? atau sebuah janji yang
nggak sengaja terucap yang mungkin kamu lupa menepatinya. Atau minimal
iming-iming manis sederhana lainnya.”
Deg! Hati sang putri seakan
tersengat sesuatu.
“Boleh jadi kekecewaanmu kali
ini, kekesalanmu saat ini adalah buah hasil dari itu semua. Yang bisa jadi di
luaran sana ada yang merasakan hal yang sama karena ulahmu itu. Jadi untuk apa
kamu terus menerus kesal karena perkataan tamu
tak diundang itu. Bukankah itu artinya ada sesuatu pada dirimu yang
sebenarnya harus diperbaiki.”
Putri pelangi kembali terdiam.
“Ayolah putri. Kembalikan cahayamu
yang memesona pandangan mata itu. Bukan untuk orang lain, istanamu atau
orang-orang disekelilingmu. Tapi untukmu sendiri. Karena dengan melihat kamu
tetap ceria saja orang lain di sekitarmu akan terbawa bahagia. Karena mereka
membutuhkan cahayamu. Dan mana janjimu untuk nggak akan membiarkanmu kalah? Soal
tamu tak diundang tadi anggap sajalah
hanya semilir angin yang sebentar lagi juga berlalu.”
Putri pelangi merekahkan senyuman
baru. Mejikuhibiniu yang menjadi
perisainya satu persatu kembali bercahaya. Sinarannya membentang lurus
membentuk labirin cahaya permadani di atas awan lembut, putri pelangi berlarian
riang mengikutinya. Awan putih raksasa itu pun berarak cerah. Begitu juga
dengan hati para pejalan kaki di bawah langit tadi, yang akhirnya yakin senja
kali ini tidak akan hujan.
Sebenarnya masih begitu menarik
mengikuti langkah kaki putri pelangi yang kembali ceria di atas awan sana. Tapi
di sudut bumi lain ada kisah yang tidak kalah menarik. Rasanya sayang sekali
kalau kalian lewatkan. Ya, di seberang danau itu tidak jauh dari pergerakan
awan raksasa yang berada di atasnya. Duduk termenung seorang pangeran angin
yang tengah memaki-maki kebodohan dirinya sendiri. Tidak ada suara apa-apa yang
keluar dari bibirnya. Tapi tidak ada yang tahu bahwa hatinya sedang berteriak
keras.
“Aaaaaaaaaaaaa, kenapa kata itu yang justru terucap. Aku kan pergi
ke istana awan untuk mengajak jalan-jalan sang putri. Tapi kenapa aku malah
membuatnya marah. Aaaaaaaaaa....”
pangeran angin melemparkan jauh-jauh sebongkah batu ke tengah danau, melempar
kekesalan atas kebodohannya sendiri yang tidak berani mengatakan maksud
sebenarnya.
Hati-hati dengan
lidah yang tak tertata, boleh jadi sesal dan kesal yang akan berbicara.
Hati-hati dengan
janji manisnya, boleh jadi ada harapan besar sedang mengikutinya.
Ketika seseorang menjatuhkanmu,
sebelum mengingat rasa kesalnya, sebelum dimulai menikmati sakitnya, tengok
dulu dirimu mungkin ada sesuatu yang harus diperbaiki lebih dulu sebelumnya.