Bening embun pagi menyapa ujung
dedaunan yang nampak menguning. Semilir angin lembut menjatuhkan tetesnya,
membasuh ranting pohon yang sudah menua. Beberapa helai daun lain
terombang-ambing, melayang bebas perlahan mengikuti telisik angin yang
menerbangkannya. Sampai menuju tanah lapang yang telah dilapisi bebatuan ‘aspal
trotoar’.
Sinaran mentari menghangatkan
pagi. Awan-awan cerah berarak bebas melapisi langit biru, memutih. Tidak nampak
kehidupan di bawah payung langitnya. Seekor burung pun seakan enggan terbang
mengitarinya. Cuaca cerah, tapi pias. Hanya debu-debu tebal berhamburan -kasat
mata-, beriring dengan embun-embun yang mulai memuai ke angkasa. Satu pohon
besar menjulang. Satu-satunya penanda masih ada kehidupan –yang kasat mata- di
sana. Tumbuh, tapi pupus. Murung, disisa-sisa usianya.
Kulit tuanya sudah mulai keropos
terkelupas. Menjadi sarang rayap beserta koloni-koloninya. Kering kerontang
dengan napas yang mulai putus-putus kehabisan karbondioksida. Hanya di dua
sudut dahan besarnya yang masih terlihat hijau. Di sanalah tumbuh pohon benalu
yang sudah berpuluh-puluh tahun menumpang tinggal di pohon besar itu. Benalu
yang kian harap-harap cemas, mengedarkan pandangannya mencari dahan pohon baru
yang masih perkasa. Tapi sayang, pohon besar ini satu-satunya tempat tinggal
yang tersisa, setidaknya yang layak ditempati. Entah sampai kapan masih mampu
berdiri menampung mereka.
“Ben, kasihan ya nasib
pohon-pohon zaman sekarang ya.” Setengah berteriak Nalu menyapa Bena yang
letaknya memang berjauhan.
“Maksudnya?”
“Iya, kalau zaman dulu usia
pohon-pohon itu bisa sampai puluhan tahun, bahkan ada yang ratusan. Mereka masih
segar bugar nggak keropos seperti pohon yang kita tinggali ini. Tumbuh besar
dan tingi-tinggi. Dulu bumi masih hijau, udara masih segar. Oksigen yang
dihasilkan tumbuhan masih bersih nggak bercampur polusi. Tanahnya masih subur,
jadi akar-akar tumbuhan bisa menyerap intisari bumi dengan leluasa. Coba sekarang?
Untuk napas saja susah sepertinya, apalagi di tengah kota seperti ini. Lihat
tuh pohon kecil yang baru seminggu di tanam manusia, belum apa-apa sudah kering
duluan. Katanya sih buat pengganti kalau pohon besar ini sudah mati. Tapi mana sempat,
pengganti kok menunggu pohon yang lain lapuk lebih dulu. Gimana toh nasib kita
ini Ben?”
“Ah, Loe suka nggak nyadar diri.
Kan tanaman seperti kita juga yang ikut andil merugikan pohon secara perlahan.”
Ben menyeringai datar, “Iya, gimana nggak kering pohonnya, udaranya panas gini.
Lagian lihat saja tuh bidang tanahnya sebagian aspal. Kita memang sudah dijajah
Nal, dijajah manusia.”
“Hfff, ternyata loe sepemikiran
sama gue Ben. Gue juga merasa begitu. Tumbuhan memang sudah dijajah oleh
manusia dari tempat tinggalnya, bumi. Dulu nenek moyang kita sebagian besar,
bahkan hampir semua daratan, berkuasa penuh menghijaukan bumi. Menghasilkan oksigen
yang menjadi napas untuk makhluk lainnya, seperti hewan-hewan dan manusia. Padahal
pepohonan yang menyediakan oksigen buat mereka ya. Tapi, seiring populasi
manusia yang semakin meningkat, bangsa kita mulai tersisikan demi kepentingan
mereka. Manusia memang egois, nggak memikirkan nasib bumi itu sendiri. Sekarang
sebagian besar nggak lagi hijau, bahkan nggak lagi coklat karena tanah, tapi
manusia membuat lautan beton di mana-mana. Kejam.”
“Itulah dunia Nal, semua yang
berjalan di atas dunia sebenarnya sedang menuju pemberhentian akhir. Seperti bumi
itu sendiri. Semakin lama semakin hilang nuansa hijaunya, hilang keseimbangannya.
Alih-alih hilang sumber kehidupannya. Tapi selalu ada harapan, masih ada
harapan, akan ada harapan untuk memperbaiki jadi lebih baik. Lihat itu di bawah
kita, contoh kecilnya mereka Nal, bumi menaruh harapan besar kepada mereka. Tangan
mereka yang bisa merubah keadaan ini jadi lebih baik.”
“Benar Ben, gue baru ingat bulan
ini BULAN MENANAM POHON. Semoga saja ya nggak hanya di BULAN MENANAM POHON nya saja
mereka menanam pohon. Tapi setiap harinya ada pohon-pohon baru yang tumbuh merata
dibantu mereka. Pohon yang ke depannya membantu bumi kembali hijau. Udara
kembali segar.”
Sudahkah Anda Menanam Pohon? |
“Ya, semoga.” Ben dan Nalu
tersenyum mengembang melihat beberapa manusia mulai sibuk dengan cangkulnya,
menenteng-nenteng bibit tanaman baru. Ben dan Nalu melihat senang, ada manusia
yang masih peduli dengan bumi. Masih berperan menanam pohon yang mereka
saksikan sendiri di atas pohon tua yang sudah mulai keropos itu. Satu harapan
baru. Ben dan Nalu berharap tidak hanya di sini, tapi di mana-mana harapan baru
itu tumbuh subur. Seiring tumbuhan yang menghijaukan bumi.
Sadarkah kita selama
ini yang menjadi benalu seperti Ben dan Nalu? Sadarkah kita bumi ini sudah
seperti pohon tua itu? Kita yang menumpang hidup di pohon tua itu seperti Ben
dan Nalu. Dan yang pasti kita juga yang memiliki harapan besar itu, harapan
yang akan tumbuh subur dengan bekal tangan kita sendiri. Tangan yang mengubah
bumi menjadi lebih baik.
ntar siang saya baca Insya Allah. mau rapat dulu nih, hehe
BalasHapusHaha mau rapat sempet-sempetnya bewe bang :D
HapusGue selalu demen gaya bahasa Uzay... keren cerpennya, lancar baca dari awal sampe akhir, dan pastinya pesan explisit yg disampaikan bener2 bagus. Keep writing bro... :D
BalasHapusBtw, Gue kaget sama kucing item di atas itu, matanya ngikutin kursor... LOL
Jiah! salah fokus malah jadi kucingnya eh...
HapusAlhamdulillah kalau pesannya bisa nyampe.
Moci-moci dukungannya Glen...
Solid Solid...
hmmm...jadi malu ma project ane sendiri ne, yang ala kedarnya
BalasHapusbtw...suka banget puisinya yang menggambarkan pohon tua dan benalu didahannya.....
ditambah cerpen si benalu lagi...jadi minder
salut
btw kalo berkenan silahkan mampir di project ane :http://ruangfana.blogspot.com/2012/12/aku-dan-bulan-menanam-pohon.html
HapusNggak perlu malu lah sobat, jadi diri sendiri akan lebih baik toh :D
Hapussiiip nanti ke sana...
andai bulan bisa ngomong, eh salah, andai pohon" bisa ngomong kyk ben dan nalu, mereka bakal "teriak Ooooiiiiii tanahnya jangan di apa-apain ntar anak cucu gw mo tinggal dimana....?"
BalasHapusmancappp... salam kampanye ngeblog BSO :)
Hahaha andai mereka bicara :D
HapusSalam SOLID JUGA!
Nasida ria pernah berkata dalam kasidahnya :
BalasHapus"sawah ditanami gedung dan gudang,
hutan ditebang jadi pemukiman
langit suram udara panas
akibat pencemaran"
Dan kita harus bergerak, jangan hanya diam. Jangan sampai makin banyak ben dan nalu yang nasibnya makin parah. Mari kita cloning ben dan nalu agar mereka jadi makin banyak di dunia ini, agar mereka bisa mengembalikan kejayaan nenek moyangnya.
Setujuuuuu..... :D
HapusEh ada lagu yang kaya gitu juga toh,,,
hai bang apa kabar :D
BalasHapusgue balik lagi
btw, nicepost yaa
Iya Zih, tapi blogmu nggak bisa dikunjungi..
Hapuscerpennya keren.. semoga para penebang pohon yang ngga bertanggungjawab sadar akan akibat dari ulahnya.
BalasHapusAmiiiiin....
HapusMakasih,,,
sekarang lagi rame tanam pohon...mumpung musim hujan,
BalasHapuspohon itu sejuk dan sebagai salah satu sumber penghasil oksigen buat kita,
jadi tak ada alasan untuk tidak menanam pohon :)
Iya sesuai ketetapan pemerintah, bulan ini bulan menanam pohon...
HapusYupz..
keren deh bahasanya.. mengalir gitu bang! :D
BalasHapusTerima kasih Ayyana :D
Hapussama kayak Bang Glen, suka alurnya :D iya bener, tanpa sadar kita kadang ikutan jadi benalu :\
BalasHapusBelum baca punyamu... nti deh, tadi ngintip panjang banget :D
Hapusayo pada menanam pohon, buat anak cucu kita
BalasHapusah, kok jadi mellow baca postingan ini ya :( saya jarang menanam pohon, tapi sering bener ngabisin tisu utk dipake buat yg gak penting2 huwaaa..
BalasHapusbaeklah.. mulai bulan ini, paling tidak harus ada 1 pohon yg saya tanam, agar tidak sekedar jadi benalu.. ah, aku malu..
Mari kita mencintai alam dengan menanam pohon, kelah pastinya alam akan mencintai kita. Kisah yang disajikan dengan apik.
BalasHapuscuaca cerah tapi pias. apa nih pias, bang?
BalasHapussaya nggak pengin sebagai ben dan nalu. paling nggak, seperti anggrek lah yang epifit, mendayagunakan sumber daya yang ada tapi nggak merugikan buminya.
wah benalu tidak selalu tdk bermanfaat lho heheh. yah benalu apa dulu dunk, gak smw benalu kok :D
BalasHapussaya mah setuju saama alurnya hehehe,,, oke bagus.
lama ga kesini...ternyata ada yg lg rajin nanam pohon yak.
BalasHapusdi kampung mba...udh rata dijadikan kebun kelapa sawit akasia. udh.susah mncri pohon hutan biasa..mknya sering bgd tanah pinggiran jln lintas longsor krn ga ada yg nahan air lg :'(
wah... terhanyut bacanya :')
BalasHapusSaya juga percaya...
Masih ada harapan untuk membuat bumi ini jadi lebih baik ke depannya...
eh, saya bukan seperti Ben dan Nalu lho.
Saya yang ini saja:
"Awan-awan cerah berarak bebas melapisi langit biru"
:p
Cerpenya Bagus Sekali Sob,
BalasHapusAlurnya menarik
Ayo Kita tanam Pohon, dan JUga merawatnya
Asyik deh, ayo menanam pohon :D
BalasHapus