Pagi yang menyisakan sejumput malam dan menjanjikan siang, selaksa doa dieja, harapan di ukir, cita menjadi jembatan masa depan dan cinta sebagai bahan bakar yang tak boleh habis sepanjang perjalanan.
Apa bekalmu? apa dayamu? Sekuat apa kuasamu pada dirimu? Se kokoh apa pundakmu? seberapapun itu hanya bagian energi positif untuk tubuhmu, sedangkan hati? keputusan akhir? kembalikan kepada pemilik-Nya.
Apa bekalmu? apa dayamu? Sekuat apa kuasamu pada dirimu? Se kokoh apa pundakmu? seberapapun itu hanya bagian energi positif untuk tubuhmu, sedangkan hati? keputusan akhir? kembalikan kepada pemilik-Nya.
Saat ujung jalan sudah mulai tampak dimata, sejauh mata memandang, seseorang ada yang mempercepat langkahnya agar lekas sampai pada titik ujung itu. Langsung meraih tujuannya berjalan. Karena ia berjalan menuju titik itu penuh harapan baru, berjuang menempuh sampai akhir. Ada yang ingin dicapai di sana. Atau sekedar menyapa.
Ada pula yang justru memperlambat diri, bahkan berhenti sejenak, berusaha mengatur napas agar tetap stabil, menguatkan otot kaki kembali agar sampai tujuan siap jiwa raga, tidak lunglai, limpung di tempat. Karena ia berjalan agar semua yang dialaminya lekas berakhir dan sadar semua itu tidak bisa dihindari.
Nyatanya apapun tujuannya itu yang terpenting proses ketika berjalan. Bagaimana pun akhir yang didapat di ujung sana, yang terpenting mereka sudah berjalan. Sebab waktu tidak pernah diam, saat dirimu diam bisa saja kamu akan kehilangan semuanya di tempat, tanpa sempat melakukan perubahan apa-apa.
Lima menit lalu laju roda duanya terhenti, di sebuah pelataran luas sejauh mata memandang. Ia berdiri memejamkan mata sejenak, menarik napas panjang menikmati kesejukan. Berharap rasa nyaman itu menjalar lebih lama, rasa bebas, lepas mencairkan keresahan, kebimbangan, kemelut.
Deru angin mengibaskan rambut panjangnya yang berderai, diiringi rintik-rintik gerimis yang mulai turun, ia membuka mata kembali menghela napas. Bunga-bunga ilalang beterbangan terbawa angin. Ia tidak mengerti untuk apa ia lama-lama berdiri di sini. Yang ia tahu baru kali ini ia merasakan udara kebebasan.
Deru angin mengibaskan rambut panjangnya yang berderai, diiringi rintik-rintik gerimis yang mulai turun, ia membuka mata kembali menghela napas. Bunga-bunga ilalang beterbangan terbawa angin. Ia tidak mengerti untuk apa ia lama-lama berdiri di sini. Yang ia tahu baru kali ini ia merasakan udara kebebasan.
Seseorang yang sedang berhenti berlari karena merasa sudah tidak ada yang harus dikejar. Seseorang yang sedang memilih jalan mendatar tidak lagi ingin melewati jalan yang menanjak. Apa dia menyerah? bukan hanya saja ia sedang mengukur berapa sisa kekuatan yang ia miliki, mungkin jika tetap dipaksakan ia akan tumbang sebelum puncaknya.
Lalu akan selalu ada pertanyaan, masih berniat pulang? Masih ingat jalannya? Atau sudah nyaman di tempat baru?
Kalau memang mau pulang, pastikan debu-debu telah bersih agar saat memasuki rumahmu dulu kembali nyaman. Selalu punya tempat pulang kan? Pastinya, karena hakikat pergi adalah pulang.
Kalau memang mau pulang, pastikan debu-debu telah bersih agar saat memasuki rumahmu dulu kembali nyaman. Selalu punya tempat pulang kan? Pastinya, karena hakikat pergi adalah pulang.
Assiiikkkk :))
BalasHapus"Kalau memang mau pulang.. pastikan debu2 telah bersih agar saat memasuki rumahmu dulu kembali nyaman."
BalasHapusMaksudnya... Kalau kita hendak pulang ke haribaanNya, pastikan telah suci dari noda-noda.. iya ya?
"Kullu bani Adam khotto'un. Wa khoirul khotto'iina, attawwaabun.. (Setiap anak turun Adam melakukan kesalahan. Dan sebaik-baik orang yang bersalah, adalah bertobat)"
^_^
Jazaakallohu khoiro uzay, saya merasa diingatkan kembali...
Yup kayaknya ini pesan yang ingin disampaikan sobat uzay hehehe...
Hapussemakin lama tulisannya nak uzay semakin penuh diksi dan apik :D
BalasHapusuzay, lama tak berkunjung kemari.
BalasHapustetap semangat ya :)
kak Maya, kak Maya, kak Maya....
Hapus*peluk*
*kabur*
*peluk lagi*
*kabur lagi*
hai hai
Hapus