Awan tampak semakin gelap, tapi belum juga ada tanda-tanda akan turunnya hujan. Sepasang mata resah sedang mendongak, melihat langit yang belum juga mengabulkan harapannya. Keni menghela napas panjang, mungkin ini memang sudah waktunya, tekadnya bulat. Rencana yang sudah ia susun sedemikian rupa, rasa-rasanya malam ini juga akan ia mulai. Kembali ia mendongakan kepala, untuk memastikan kembali keadaan langit itu, tetap nihil, tidak ada perubahan.
“Kamu jadi akan pergi?” Kima menatap sendu. Berharap sosok cowok yang selama ini menjadi pelindungnya tidak benar-benar pergi. Cukup lama kebersamaan mereka terjalin, suka duka mewarnai keseharian. Buat Kima, Keni-lah satu-satunya alasan kenapa sampai saat ini ia mampu bertahan hidup.
“Jadi... Umm,” sesaat Keni balik menatap mata sendu itu, berharap ia mampu mereda kecemasan, meyakinkan, bahwa Kima akan baik-baik saja sepeninggalannya nanti, “aku sudah bosan di sini, tidak ada air, tidak turun hujan, tidak ada perubahan. Dan finally, ini keputusanku.”
“Apa tidak sebaiknya menunggu sebentar lagi? Siapa tahu yang kita tunggu akan turun malam ini? atau mungkin besok.” Kima menengadah, berharap langit akan berpihak kepadanya, meskipun ia sendiri tahu, itu tidak mampu menahan orang yang ia sayang mengurungkan niatnya.
Sejenak semua seakan terhenti, hanya suara Kima yang terdengar jelas di telinga Keni. Suara setengah memohon untuk tidakpergi, setengah merelakan. Keni menghampiri, meletakkan tangannya di dua sisi bahu Kima. “Kamu sudah lihat sendiri, sudah berbulan-bulan langit hanya murung, tapi tidak jua meneteskan airnya. Jadi tidak ada alasan lagi yang bisa menahan ku di sini.” Kima tertunduk lesu, matanya mulai berkaca-kaca. “Yakin kamu tidak ingin ikut aku? Tidak mungkin kan kita akan selamanya begini terus. Aku pastikan di tempat yang baru nanti, kita tidak akan kekurangan air. Di sini terlalu gersang, sudah tidak banyak pepohonan. Kita berangkat malam ini juga, gimana?”
Kima menggeleng lemah. Apa aku bukan alasan yang kuat untuk kamu bertahan di sini? nyatanya hujannya sudah turun Ken, apa kamu benar-benar tidak melihatnya? Aku sudah merasakannya, ia membasahi bulu mataku, merembas sampai hatiku yang sebentar lagi kehilangan. Lalu bagaimana kamu bisa berkata aku akan baik-baik saja? Kima terisak dalam diam, tatapannya kosong berusaha sekuat hati untuk tetap terlihat tegar, ia tidak mau kesedihannya menjadi beban untuk Keni melangkah. Namun pedih hatinya tidaklah bisa di bohongi. Berkelebatan memori kebersamaannya dengan Keni, setiap celahnya masih tersimpan rapi. Hatinya mulai ciut, terbayang mulai esok hari tanpa ada sosok yang melindungi, menopangnya ketika jatuh. Merangkulnya ketika lemah. Sosok yang begitu penting dalam hidup Kima. Sosok yang pernah menyelamatkannya dulu dari kematian yang nyaris terjadi. Ia meratapi perpisahan yang belum benar-benar terjadi.
“Aku pergi Kima, baik-baik ya di sini. Setelah aku temukan air, aku pasti kembali menjemputmu. Aku janji.” Keni tersenyum pamit, ia mulai melangkah, meninggalkan Kima yang sudah tidak bisa berkata apa-apa. Bayangannya semakin menjauh bersamaan malam yang semakin pekat. Kamu sudah pernah ada pun, sudah cukup. Kima limpung sudah tidak memiliki kekuatan.
***
Keesokan harinya.
“Gilaaa bro, Jakarta makin exstrim ya panasnya.”
“Ia, gimana nggak panas, semakin hari jadi lautan beton gini bukan ladang hijau yang di utamakan. Mall terus yang di bangun, bukan taman kota. Lihat tuh katak saja nggak kuat, sampai mati gitu.”
Dua orang penyapu jalan berbincang-bincang, satu di antaranya menyapu bangkai katak yang sudah gesang tersengat matahari. Kima mati mengenaskan, sedangkan Keni tidak ada yang tahu ke mana langkah kaki membawanya.
astaga,udah terenyuh kali bacanya ternyata cuma kodok,,#UJAAAAAAYYYY!!!!
BalasHapusAPAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA?? ;D
Hapusih keselin deh.. aku ketipu amat sama ceritanya. ngk tahunya si kodok :D ahhhhhhhhhhhhhhhhh hahahaha... *keren*
BalasHapusups! piiiz...
Hapussad ending.
BalasHapusbikin satu paragraf lagi dong biar hepi terakhirnya. ternyata mimpi atau gimana, hehe
nggak banget bang kalau harus mimpiin kodok nangis hahaha
Hapuskirimin dong via email biar dibaca hehehehhehehehheheh.... ada Award nih, tangkeepp http://nufadilah.blogspot.com/2012/08/and-winners-are.html *basa basi aja padahal udah tahu kan? :D
BalasHapusMpok curaaaaaangg, Nay kagak dibagi awardnye #manyun
Hapushahaha mau di tempel di mana nay kalau dapet emang? #ngeledeknyaniatbanget
HapusBuahahaha.... resee' #mewekdiledekingingsull:p
Hapusntarrr, Nay tempel dijidatt :D
sumpah ngakak setelah baca kalimat terahirnya
BalasHapusmenertawakan diri yg berhasil ditipu :(
aku suka kalimat ini bang ==> "kamu sudah pernah ada pun, sudah cukup"
hehe sama gw juga suka. itu boleh nyomot kata-kata Dee ;D
HapusHiksss, Keni dimana Uzay?
BalasHapushehehe...
Semoga Keni baik2 saja ya :D
Sama dengan pembaca yang lain, asli ketipu ^^
Happy blogging :D
Nggak tau kayaknya lagi berenang di sungai sebelah, atau jangan-jangan dia hanyut kebawa banjir ;D
Hapuskyaaaa... Fabel ternyata..
BalasHapuskasihan Kima :'(
pukpuk Kima ;)
Hapusgilaaa -_____-"
BalasHapusseperti biasa tulisanmu uzay.jempol jempol!
gw kagak gila dah haha...
Hapusserem banget kalau tulisan gw jempol semua gimana cara bacanya?
Cek imel...
BalasHapusMakasih ya, Zy...
udeh..
HapusHahaha.... Awalnya membius, lalu menghanyutkan, setelah itu seperti ditampar lalu sadar kembali -.- ...
BalasHapusCkckck, good job, Uzay...
Bagus buat nyindir pmerintah yg trus mningktkan pmbngunan d mana2 tnpa mengindahkan kelestarian lingkungan sekitar...! :)
Alhamdulillah, makasih ;)
HapusAjigilee... Nay udeh mau ikutan mewek, untung kagak jadi! bisa batal puase Nay :p
BalasHapusturut berduka atas kematian kodok mu bang..
itu bukan kodok gw nay, tau dah kodok siapa ;D
HapusWaah... kayaknye kodok ilegal #ehh :P
HapusKodok aja bisa seromantis itu ya Jay.. ckckck
BalasHapusKetipuuuu.. huuuhft -____-"