Dua orang saling mencuri pandang. Seperti ada sebuah magnet besar hingga pandangan keduanya kerap kali bertemu. Setelah itu kembali pura-pura tidak tahu atau sekedar melempar senyum, lalu kembali ke pikiran mereka masing-masing. Keduanya sedang mengikuti psikotes di sebuah perusahaan ternama di Jakarta. Keduanya sama-sama ingin menyapa, sekedar bertanya atau lebih dari itu, berkenalan. Tapi rasa canggung ternyata lebih dominan, mengalahkan keingin tahuan yang sudah mulai membuat gundah.
“Haya Anisa. Nama yang manis.” Tutur sang cowok, setelah berhasil membaca nametag di saku baju cewek yang setadi di perhatikan. Bersamaan dengan cewek itu yang sadar sedang di perhatikan, mereka sama-sama tersenyum.
“Oh… namanya Fazri Farhan.” Sang cewek menyimpulkan, setelah mendengar cowok yang mengusiknya itu di panggil oleh petugas psikotes.
Satu jam berlalu, tapi belum juga ada pergerakan. Kini keduanya di tempatkan di ruangan yang sama. Jarak semakin dekat. Di barisan kursi yang sama. Gemuruh membuncah di dada. Haya resah menunggu di sapa lebih dulu. Fazri sendiri bingung harus memulai dari mana, gugup.
Fazri terlihat tegang, rupanya ia mencari-cari pulpen di dalam tasnya, tapi nihil. Haya hanya tertawa kecil memperhatikan. Satu menit kemudian baru ada kesempatan.
“Kenapa mas?” Akhirnya Haya menegur lebih dulu, kata yang ia tahan akhirnya keluar, lega.
“Oh… ini mencari pulpen.” Ada perasaan tak terkira Fazri di sapa. Tidak di sangka cewek yang ia perhatikan sejak pagi menyapanya lebih dulu, senang.
“Itu….” Jarinya menunjuk, memberitahukan kalau yang di cari ada di saku. Lalu terkekeh melihat mimik wajah Fazri yang berubah memerah.
Fazri hanya berusaha terlihat biasa, meskipun hatinya malu sejadi-jadinya. “Oh… iya aku Fazri.” Berusaha mencairkan suasana yang canggung. Sambil mengulurkan tangannya, kikuk.
“Haya.” Tersenyum menyambut tangan itu. Sudah tahu, keduanya bergumam dalam hati. Dan kembali suasana hening. Saling memikirkan obrolan apa yang akan di lempar. Tapi keduanya tidak ada yang berani memulai. Keduanya hanya diam membisu.
Tes hari itu usai setelah keduanya sempat bertukar nomer telpon, dan berjanji saling kasih kabar perihal kelulusan psikotes, sepekan kedepan.
***
Satu minggu berlalu tanpa ada kelanjutan. Hanya sekedar memastikan nomer itu masih benar-benar tersimpan. Meski keduanya tidak tahu aktif atau tidak. Yang mereka tahu ada rasa yang tidak bisa di sembunyikan, rindu. Saat ini keduanya yakin kalau cinta pandangan pertama itu benar ada.
Hari ini Fazri sudah mendapat info, kalau dia dan Haya sama-sama lolos dari psikotes itu. Rasanya ia Ingin cepat-cepat menyampaikan berita baik itu.
Fazri menimang-nimang ponselnya, antara menelpon atau tidak. Melirik jam, kembali menatap deretan nomer dan berhenti di satu nama, Haya. Satu-satunya nama, yang seminggu kebelakang ini mengusik pikiranya, meresahkan dadanya. Terhipnotis senyumannya. Fazri terkekeh, ketika mengingat cara ia berkenalan dengan cewek pemilik nomer itu, Haya.
“Satu jam lagi deh. Pasti.” Decaknya yakin. Lalu kembali mencari kata-kata yang tepat untuk menyapa. Menuliskannya di secarik kertas agar tidak lupa. Tidak canggung. Sudah ada beberapa kalimat yang di coretnya, karena menurut dia kurang pas. Baru kali ini Fazri benar-benar gugup.
***
Haya resah, buru-buru ia meng-akses web resmi perusahaan tempat ia mengikuti tes, sepekan lalu. Sebenarnya bukan itu yang dominan, yang sudah mengusik hatinya adalah janji Fazri yang mau memberitahukan perihal ini. Seseorang yang sudah ia tunggu sapaanya selama seminggu. Kembali Haya mengecek nomer itu, nomer yang sengaja ia simpan di deretan paling atas, dengan menyisipkan huruf ‘a’ di depan nama Fazri. Nomer yang setiap hari ia pandangi. Yang ingin ia hubungi untuk sekedar menanyakan kabar, tapi rasa canggung mengalahkan rindu yang ia tidak sadari sudah tumbuh melekat di hati. Di tatapnya layar ponsel lamat-lamat, tapi tetap bergeming.
“Mungkin masih sibuk, apa aku saja yang memberitahukannya? Tapi… gimana kalau?... satu jam lagi deh.” Baru kali ini Haya resah menunggu kabar seseorang yang belum lama ia kenal.
***
Tinggal beberapa menit satu jam akan berlalu, Fazri masih termangu di depan televisi yang hanya di dengarnya samar-samar, tapi tidak di perhatikan. Matanya justru fokus ke arah lembaran-lembaran kertas yang sudah penuh dengan coretan. Seperti sedang menyiapkan bahan untuk pidato. Tapi belum juga ada yang pas menurutnya. Sesekali ia melirik arah jarum jam, terasa lama. Tapi ketika sampai angka dua belas, seketika hatinya bergetar ‘DEG’, Fazri belum benar-benar siap.
Kembali Fazri menimang-nimang ponselnya, memastikan tombol call sudah pas di satu nama. Tinggal menekannya, lalu ber say hai ria. Tapi seolah tombol itu keras, timbul rasa khawatir, gugup dan perasaan lain bercampur menghasilkan keringat dingin yang mengalir di pelipis.
“Ayo Fazri… hari ini atau tidak sama sekali.” Suara hatinya menguatkan.
“Jangan… gimana kalau dia ternyata lupa, terus salah sambung, terus…” sisi lain hatinya meragu.
Sudah beberapa menit berlalu, belum juga ada keputusan. Duduknya sudah tidak tenang, ia mondar-mandir untuk menimang-nimang, antara menekan tombol atau tidak.
***
Akhirnya satu jam tiba. Haya masih asyik membolak balik halaman majalah fashion di tempat tidur. Sebenarnya majalah itu cuma pengalihan rasa cemasnya, tidak ada yang benar-benar di perhatikan. Menantikan ponselnya berdering ternyata benar-benar menguras perhatiannya. Tapi ponselnya masih tetap sama, bergeming, tidak ada kehidupan.
Hatinya mulai memilah-milah, akan tetap menunggu atau memulainya lebih dulu.
“Sebenarnya jadi telpon ga sih?” protesnya putus asa.
***
Fazri masih tidak tenang, sesekali ia menenggak minuman, lalu kembali memperhatikan ponselnya, melirik jam, kemudian minum lagi. Hatinya masih ragu. Ia mengusap peluhnya yang hampir menetes, tangan kirinya tidak pernah lepas dari ponsel. Jempolnya masih menekan lembut tombol call. Lalu di tengah kepanikannya, tidak sengaja jempol itu menekan, tiba-tiba
Tuuuuuut….tuuuuut… tuuut…. Sambungan telpon terputus. Fazri lemas. Kembali ia menatap layar kontak keluar, terdapat satu nama Haya Anisa, di urungkan niatnya untuk menekan ulang. Fazri putus asa.
***
Haya masih resah menatap layar ponselnya, melirik jam. Membolak-balik halaman majalah tak jelas tujuan. Haya lelah, di usapnya peluh yang hampir menetes. Ia benamkan kepalanya ke dalam bantal. Menghela napas panjang, tiba-tiba ponselnya berdering. Haya panik. Tiba-tiba….
Tuuuut…. Tuuuut… tuuuut… karena panik, rupanya jarinya salah menekan tombol, eject. Ia pasrah. Sekali lagi ia tatap layar kontak masuk, satu panggilan berakhir dari pemilik nama a Fazri. Sejenak berharap akan ada panggilan kedua. Haya putus asa.
***
Esoknya..
Tanpa sengaja, dua orang yang pernah saling kenal memasuki pintu lift bersamaan. Keduanya tampak kaku. Belum ada sapaan dari satu sama lain. Ada jeda di antara mereka, hanya senyuman hangat yang menyatukan mereka. Perjalanan lift terasa lama. Keduanya sibuk mencari kata untuk bahan sapaan, tepatnya alasan. Sampai tidak sadar pintu lift sudah terbuka.
“Umm… mas di lantai 10 kan?” Haya bertanya dengan senyum.
“Oh… iya.” Jawab Fazri membalas dengan senyuman juga.
Keduanya bernapas lega, sejenak kebisuan itu ada sedikit jeda.
***
***
masih bersambung kan?
BalasHapusceritanya berdasarkan pengalaman pribadi ya bang? hehe
Subhanallah keren banget nih bang ceritanya.. =)
BalasHapusRasa gugup dan serba salah tingkah karena ada rasa cinta .
BalasHapusAtas namanya Haya
BalasHapusyang bawa jadi Naya
Yang bener mana, Zay?
Sibuk ya... koq jarang bales koment
ditunggu lanjutannya
BalasHapusPenasaran dengan sambungan ceritanya :)
BalasHapusujay baru sadar,kenapa banyak kucing di blog mu?suka mpus yah,btw penasaran nih sama kelanjutannya,good job mas broo!
BalasHapusJadi,. endingnya???? Errrrrr...
BalasHapusKucing di pojokan situ unyuuu.. Hahaha..
Templatenya baru nih Ujay,. sejak kapan? Totally different :D
Cinta pada pandangan pertama :D
BalasHapuseaa.. gimana nih cowoknya .. udeh jatuh cinta kan ya ? masa nelpon aje gak berani, ceweknya si Naya juga udah ngarep tuh ..
BalasHapusAda kelanjutannya nih ya ?
Malu tapi Mau... kykx lebih tepat digambar sperti itu... heheheh
BalasHapusnunggu lanjutan.. :D
hemmm..cerita yang menarik
BalasHapuswah gugup saya bacanya mas,,
BalasHapusmembayangka bgaimna akhir dari pertemuan yg sama2 mngharap itu,,,
masih bersambung ya,,,
keren bgt,,