Dalam haru biru butiran-butiran air mata tumpah ruah, bak anak kecil yang memadati taman bermain. Ada yang mulai berkoloni, riang bak baru mendapatkan mainan baru. Berjalan ke sana ke mari memamerkan kepunyaannya. Ya... pergelatan akbar itu di mulai. Gerbang fitrah baru saja di buka. Para air mata yang sudah membentuk kelopok kecil berbondong-bondong menujunya. Gelembung kristal itu beraneka ragam, ada yang butirannya cukup besar, bening, tembus pandang seolah ingin menunjukkan apa adanya, ketika menyapanya kamu akan mendapati kesejukan dan ketenangan yang tiada tara, lalu rasa nyaman akan menjalar ke seluruh tubuhmu, melenturkan sendi-sendi yang lama kaku. Air mata ini yang paling istimewa, kehadirannya sangat di damba, di pelihara agar tidak tumpah sia-sia, karena hanya rasa ikhlas dan tulus selalu mengiringinya. Air mata itu memiliki mata seteduh senja, lahir dari mata seorang ibu yang selalu memaafkan anak-anaknya. Selalu hangat kasih sayang dalam peluknya. Selalu lembut dalam tutur katanya. Ketika kamu menyapa air mata itu, kamu akan tersadar besarnya pengorbanan seorang ibu yang melahirkanmu. Menjaga dan membesarkanmu. Melindungi dan mengajarimu. Lalu air mata bening itu mulai beriring menuju muara fitri. Mengawali lembaran baru.
Di sudut lain, aku bertemu dengan air mata lainnya, kelompoknya lebih sedikit, berdiameter lebih kecil tapi melebar, mereka juga bening, seakan aku bisa bercermin dengannya. Ketika menyapanya kamu juga akan mendapati kesejukan. Bak sedang bermain di bawah pancuran air tejun. Membasahi pori-pori kepalamu, hingga membuatmu tenang, seolah tidak ada beban yang menghantam. Meresap ke kulit sampai ke tulangmu. Air mata ini di bubuhi cinta karena Allah, di ikat janji suci, kesetiaan. Butiran itu terlahir dari mata seorang suami yang meridhoi kesalahan istrinya, dari mata seorang istri yang mengabdi kepada suaminya. Dari mata seorang teman kepada sahabatnya. Dari mata seorang murid kepada gurunya. Dari mata seorang adik kepada kakaknya. Kelompok air mata itupun menuju ke muara yang sama, muara fitri. Mengawali episode berikutnya.
Aku menelusuri sudut lain, kini aku bertemu dengan kelompok air mata paling banyak jumlahnya. Butirannya besar-besar. Tidak terlalu bening, tapi cukup jernih meskipun jika di perhatikan lebih dalam, masih banyak butiran-butiran noda di dalamnya, menggumpal dan ada yang sudah benar-benar pecah hingga mencemari ke jernihan air mata tersebut. Tapi air mata inilah yang paling bersemangat menuju ke muara. Seolah-olah waktu perhelatan akbar ini adalah moment yang tidak boleh di lewati sedetikpun, waktu yang sudah lama di nanti sebagai ajang untuk meletupkan kesalahan-kesalahan, membersihkan bercak-bercak hitam. Mencairkan hati yang membeku karena ego. Air mata yang lahir dari hati seorang anak yang menyesali perbuatannya. Seorang anak yang tersadar atas kesalahan-kesalahan yang di buat terhadap kedua orang tuanya. Seorang anak yang begitu lalai menanggapi nasihat orang tuanya. Yang suka membantah perkataan ibu bapaknya. Yang kerap kali membuat kesal keduanya. Kelompok air mata ini semakin lama semakin banyak, bak air bah yang mencari lorong yang lebih lebar untuk menumpahkan segalanya. Membersihkan onak-onaknya. Air mata yang mencari kehangatan. Mencari keridhoan. Bergerombol bergabung di muara fitri. Menyesali semua tingkah lakunya yang tidak baik.
Ketika muara fitri sudah di padati oleh air mata-air mata yang berlabuh, dan gerbangnya akan di tutup. Seketika sebutir air mata yang hampir lahir prematur tertatih menuju muara. butirannya paling kecil di antara yang lain, sebatang kara. Tubuhnya tidak sempurna, seolah habis di paksakan untuk keluar. Akan tetapi ia juga ingin ikut bergabung bersama yang lain. Berharap lahirnya tidak sia-sia. Butiran kecil itu menunduk sepanjang perjalanan, tidak berani menatap butiran lainnya. Ia merasa seluruh mata sedang menatap iba kepadanya. Kalian tahu butiran air mata itu milik siapa? Ia air mata itu ingin lahir dari hati yang keras. Dari mata yang sekuat tenaga ingin menangis, tapi usahanya belum juga membuahkan hasil. Dari diri yang merasa tidak memiliki keberanian untuk sekedar memeluk ibunya, yang tidak pernah bisa mengeluarkan kata ‘maaf bu’. Dari hati yang sulit sekali tersentuh, dari kelopak mata yang susah sekali untuk sekedar berkaca-kaca. Dari kelenjar air mata yang tidak juga tumpah meskipun di paksakan. Itulah butiran kecil yang terlahir dari mataku. Dari seorang anak yang membeku oleh penyesalan dalam.
***
Dimanakah kata maaf itu akan berarti? Ketika ia telah meluluhkan ego yang berjumawa. Ketika ia telah melonggarkan sendi-sendi kerasnya hati yang bernoda. Ketika ia menjadi syifa untuk luka yang menerpa. Menghapus noda-noda yang mencela. Lalu dimanakah aku memperoleh maaf? Dari hati yang ikhlas menerima. Semoga kan ku dapat maaf itu dari sana..
Uzay Gingsull 'Hanya Tulisan' mengucap maaf setulus jiwa..
Selamat Hari Raya Idul Fitri 1433 H
Minal aidin alfa idzin
Uzay Gingsull 'Hanya Tulisan' mengucap maaf setulus jiwa..
Selamat Hari Raya Idul Fitri 1433 H
Minal aidin alfa idzin
Mohon Maaf Lahir Batin..
Na'am taqobbalallohu minna wa minka :)
BalasHapusMohon maaf lahir dan bathin juga...
air mata yang jatuh tak akan sia-sia asal punya kandungan tulus di dalamnya ^^ iya nggak zay?
BalasHapusMohon maaf lahir bathin :) semoga Allah mmberikan yg terbaik..
BalasHapus#tulisan Kang Uzay " Sugoi desu!"
Minal 'Aidin wal Faizin uzay...
BalasHapussmoga Allah msh mempertemukan kita pd Ramadhan brikutnya. Aamin...
Begitupun saya ya, Kang Fauzy :D. Mohon maaf atas kesalahan tulisan/ komentar yang tidak berkenan selama berinteraksi di dumay ini. Minal Aidin wal Faidzin. Mohon maaf lahir dan bathin.
BalasHapusdi sini tentu ikhlas menerima. maaf lahir batin untuk segala khilaf yang kadang memang tak berbingkai.
BalasHapusWOW... kata2nya keren dan merasuk
BalasHapuskeren, beneran, suka :)
BalasHapustp... perg(h)elatan, kelo(m)pok, air te(r)jun ;)
satu hal yg kusuka di blog ini,...bener2 konsisten 'hanya tulisan'...ilustrasi ato gambar apapun hampir nggak ada...hehe...salut!
BalasHapuspenutup yang manis zay
BalasHapushappy ied mubarak taqobalallohu mina waminkum...
iya bener, penutupnya manis banget. ehm.. maafin ane juga ya jay :D
BalasHapusudah lama kagak main kesini,mohon maaf lahir dan batin ya
BalasHapusdan semoga libur lebarannya menyenangkan
minal aidin wal faizin... :D
BalasHapusAnjangsana kesini, zay! Berharap kue lebaran eh, maap dan keikhlasan atas segala luput dan salah gue! Udahlah gak perlu airmata itu... :-)
BalasHapusMohon maaf lahir dan batin, eaa... ;-)
bang, cerpen nya bang Uzay kok makin keren sih?
BalasHapusbtw, maaf lahir batin ya?
maaaaaaaaaaaaaaaaaaaaf banget kalo ada komentar-komentarku yang menusuk hati dan jiwa raga bang uzay, maaf lahir batin ya bang?